Lily Kho adalah seorang wanita non-pribumi; puteri seorang
konglomerat kaya raya yang hidupnya bagaikan seorang putri raja. Namun
kebahagiaan masa mudanya terenggut saat ia menjadi salah satu korban
tragedi Mei 1998 di Jakarta. Sejak saat itu ia mengalami berbagai
siksaan fisik dan psikologis yang teramat memilukan.
Lily harus mengumpulkan seluruh semangat dan kekuatan yang
dimilikinya untuk mengatasi berbagai penderitaan berat yang dialaminya
agar bisa kembali meneruskan hidupnya. Para tokoh novel ini berkelana
keliling dunia, antara Jakarta, Singapura, Zurich, London, Boston, dan
San Francisco, dalam usaha penyembuhan Lily dari trauma kejiwaan.
Kemelut cinta, penghianatan, usaha pembunuhan, dan intrik-intrik bisnis
juga harus dilalui Lily untuk mengibarkan kembali keberhasilan dinasti
‘Naga Kuning’.
Kisah Lily yang cukup mengharukan ini bisa memberikan inspirasi
tentang pejuangan seorang wanita yang harus mengatasi krisis pribadi dan
sekaligus persoalan bisnis di sekitarnya. Pergolakan politik Indonesia
di akhir masa Orde Baru yang mengantarkan bangsa Indonesia ke era
Reformasi menjadi latar belakang yang menarik dan menghidupkan kisah
ini.
Novel Naga Kuning aslinya ditulis dalam bahasa Inggris, “The Yellow
Dragon”, oleh Yusiana Basuki, dan diterjemahkan serta disunting ke dalam
bahasa Indonesia oleh Valentina Sirait.
Keduanya memiliki latar belakang sastra dan berpengalamanan sebagai
penulis. Baik Yusiana maupun Valentina menyelesaikan pendidikan S1 di
bidang sastra. Dan Yusiana menyelesaikan S2 di bidang American Study.
Selain Naga Kuning, Yusiana telah menulis buku “The Exotic Orchid” yang
diterbitkan di Amerika Serikat; dan Valentina menulis buku “33: Grace
Upon Grace (Anugerah demi Anugerah)” yang diterbitkan di Indonesia. Saat
ini keduanya bermukim di Amerika Serikat.
Berikut wawancara kabari dengan Yusiana Basuki sang penulis novel Naga Kuning
Bagaimana awal mulanya menulis? Sudah berapa lama? Sejak kapan menulis secara profesional?
Sejak dari kelas 4 SD saya sudah bercita-cita untuk menjadi seorang penulis karena orang tua sering membacakan buku anak-anak seperti karya-karya Hans Christian Andersen, penulis cerita anak-anak yang berasal dari Denmark, Little Mermaid, Thumbelina dsb. Cerita-cerita tersebut memesona saya sehingga menimbulkan keinginan untuk juga bisa mendongeng/bercerita dalam bentuk tulisan.
Saya mulai menulis sejak SMA di majalah sekolah dan kemudian semasa dewasa saya menulis cerpen dan jurnal perjalanan yang diterbitkan di berbagai majalah di Indonesia dan boleh dikata saya menjadi seorang penulis profesional sejak 1989.
Apa inspirasi Anda dalam menulis buku ini? Idenya dari mana?
Saya menulis ‘The Yellow Dragon’ karena terinspirasi untuk memberikan “sentilan” akan kenyataan tentang adanya masalah pribumi dan non-pribumi di Indonesia terutama untuk golongan keturunan Tionghoa yang selalu dinomorduakan dalam tatanan masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1965 setelah peristiwa G30S PKI, orang Tionghoa di Indonesia selalu menjadi sasaran kemarahan massa bila terjadi kerusuhan politik. Peristiwa Mei 1998 adalah sejarah hitam yang menoreh kesatuan bangsa Indonesia karena banyak menelan korban fisik dan psikis. Idenya datang dari cerita orang-orang yang banyak beremigrasi keluar negeri setelah peristiwa Mei 1998.
Approach seperti apa dalam menulis sebuah cerita? Ada trik-trik tertentu?
Dalam ‘The Yellow Dragon’, pendekatan yang saya terapkan adalah cerita fiksi dengan latar belakang sejarah Indonesia yang ada hubungannya keturunan Tionghoa, sedangkan ‘The Exotic Orchid’ adalah latar belakang budaya Indonesia khususnya budaya Jawa dan Bali.
Trik-trik dalam bercerita berupa flash back dari masa sekarang ke masa lalu melalui kenangan-kenangan atau cerita-cerita para pelaku novel. Selain itu alur ceritanya diungkapkan/digambarkan sedemikian rupa sehingga pembaca akan merasakan ‘being there’, hal ini akan menjadi lebih ‘captivating’.
Mengapa topik ini? Bisa dijelaskan lebih luas?
Topik dalam ‘The Yellow Dragon’ saya pilih karena ingin menyatakan keprihatinan saya bahwa sebagai bangsa Indonesia keturunan Tionghoa, ayah saya orang Tionghoa dan ibu adalah pribumi dari suku Sunda. Seharusnya tidak perlu adanya golongan pribumi dan non pribumi karena banyak keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di Indonesia merasa Indonesia adalah sebagai tanah airnya. Jadi dengan menggolongkan pribumi dan non pribumi seakan-akan mengkotakkan yang non pribumi untuk bersikap tidak patriotik dan akan menimbulkan perasaan sentimen bahwa Indonesia bukan bumi miliknya; mengurangi ‘sense of belonging’. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi, kalau semua orang yang lahir dan besar di Indonesia dianggap sebagai pribumi dan akan lebih menimbulkan rasa kepemilikan Indonesia sebagai tanah airnya; merasa sebagai putera/puteri Indonesia. Kalau masyarakat dan politik Indonesia masih mengkotak-kotakan pribumi dan non pribumi yang rugi adalah bangsa Indonesia sendiri karena hal itu tidak akan memupuk sikap patriotik bagi bangsa Indonesia keturunan Tionghoa. Bersatu kita maju karena bisa bekerja sama, tanpa ada perbedaan, untuk memajukan bangsa Indonesia.
Novel ini ceritanyanya sangat dalam, seperti kisah nyata. Isu mengenai Tragedi Mei 98 masih sangat sensitif, dan walaupun peristiwa ini merupakan tragedi kekerasan akan hak asasi manusia, namun banyak pihak awam yang masih menganggapnya sebagai isu politik saja? Bagaimana tanggapan Anda jika ada seseorang yang berpikiran begitu?
Setiap orang berhak memiliki persepsi sendiri-sendiri terhadap peristiwa Mei 1998. Menurut saya, tidak bisa dipungkiri adanya isu politik di balik peristiwa Mei 1998 tetapi saya lebih tertarik dengan pelanggaran hak asasi manusianya. Seribu satu cerita sudah diungkapkan diberbagai media dari puluhan, ratusan, ribuan orang tentang banyaknya pelanggaran hak asasi manusia dari peristiwa itu. Yang saya tahu, sistem hukum dan politik di Indonesia membuat pembuktian pelanggaran hak asasi manusia susah untuk dilakukan. Untuk masalah yang terakhir ini, saya serahkan kepada para ahli hukum dan politikus untuk menganalisa dan menyelesaikannya.
Bisa diceritakan,tentang karakter utama Lily, seperti apa wanita ini?
Lily adalah nama yang diberikan oleh ayahnya, yaitu berasal dari water lily atau lotus (bunga teratai). Lily adalah bunga yang tetap cantik meskipun terambang di air yang banyak sekali lumpur/kotoran di sekitarnya. Tokoh utama Lily digambarkan sebagai seorang wanita yang lembut dan cantik tetapi punya karakter yang kuat yang mampu mengatasi segala intrik-intrik kotor yang terjadi di sekitar hidupnya.
Sepertinya topik-topik novel Anda berputar dalam dunia wanita dan sejauh ini menghubungkan dengan Amerika Serikat, alasannya?
Benar, tokoh utama yang saya coba tampilkan di novel-novel saya adalah typical wanita Indonesia yang pada dasarnya sangat feminin, sifat kewanitaannya menonjol, yaitu lemah lembut, tetapi mereka bisa sekuat dan seteguh karang dalam menghadapi gelombang-gelombang kehidupan yang sangat buas seperti ombak samudera yang bisa menyeret siapa saja ke dasar lautan. Annie, tokoh utama dalam ‘The Exotic Orchid’ adalah wanita bangsawan Jawa yang masih memegang kuat tradisi keluarga dan terpaksa menjadi penari Bali di sebuah restoran Indonesia di New York untuk menyambung hidupnya. Lalu Annie menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan yang serba modern di Amerika Serikat. Dengan menerapkan sikap yang ‘perseverance’, ‘excellence’, dan ‘achievement’ dalam mengembangkan ‘passion’-nya, akhirnya Annie sukses menjadi seorang perancang busana berskala internasional.
Tidak ada alasan tertentu kenapa saya menghubungkan toloh-tokoh wanita di dalam novel saya dengan Amerika Serikat. Kebetulan saja saya tinggal dan menetap di Amerika Serikat sehingga lebih memahami masyarakat, budaya dan geografi Amerika Serikat.
Apa yang Anda ingin pesan melalui novel-novel Anda, khususnya Naga Kuning?
Pesan yang saya inginkan dalam novel-novel saya adalah ‘perseverance’, ‘excellence’ dan ‘achievement’ dalam menjalani hidup ini. Dengan memegang prinsip tersebut and always be true to yourself, at the end we can win the game.
Pesan dan saran Anda untuk calon-calon novelis muda yang ingin go international atau menembus pasar AS?
Be original and have something uniques to tell a story. It can be about culture, history or personal experience, etc. (Inna)
Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36547
Untuk
melihat artikel Buku lainnya, Klik
di sini
Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini
______________________________________________________
Supported
by :