Berawal dari ngidam, usaha keluarga ini maju dengan pesat. Siapa yang  menyangka makanan murah asal Indonesia bisa disukai di Amerika. Jenis makanan itu bernama tempe, terbuat dari kacang kedelai yang diolah dengan ragi dan di fragmentasi.

Wanita asal Indramayu, Jawa Barat ini mengembangkan bisnis tempe di Los Angeles. Usahanya maju dan sudah berjalan selama 9 tahun. Ia adalah Ratinah (49), membangun bisnis tempe dari nol. Jangankan bisa mengolahnya, awalnya ibu lima anak ini tidak tahu apa saja bahan yang digunakan untuk membuat tempe. “Saya ngga bisa buat awalnya, semua karena coba-coba. Karena saya ngidam dan ingin sekali makan tempe saya coba buat, tapi selalu saja gagal” katanya pada Kabari.

Bukan hanya sekedar mencoba, wanita yang akrab disapa Tina ini mengaku sudah pernah menghabiskan 6 pon kacang kedelai hanya untuk proses percobaan, namun tetap gagal. Beruntung ia masih menyimpan 1 gelas kacang kedelai, ia pun berharap bisa membuat tempe dengan sisa kacang itu dan akhirnya berhasil. “Senang sekali, dengan sisa kacang yang hanya 1 gelas akhirnya saya bisa buat tempe seperti yang saya mau” paparnya.

Sudah keturutan makan tempe, Tina tidak lantas berhenti membuat tempe. Karena penasaran ia terus membuat dan hasilnya dibagi-bagikan kepada kerabat dan tetangga. Banyak yang memuji hasil tempe buatannya, mereka pun akhirnya mendorong Tina untuk mengembangkan makanan buatannya itu. “Saya buat bukan untuk makan sendiri, tapi bagi-bagikan teman, saudara, pokoknya kalau berhasil semua kebagian. Ngga nyangka mereka pada suka, dan banyak yang minta dibuatkan. Aku senang,” papar Tina dengan logat asli Indramayu.

Sederhana dan menguntungkan

Dari mulut ke mulut tempe buatan Tina semakin  terkenal, bahkan beberapa supermarket datang menemui Tina khusus untuk memesan tempe
buatannya. “Saya kaget, kok bisa tahu saya buat tempe, ternyata ada teman yang sempat mampir ke supermarket dan membawa contoh tempe saya.
Mereka tertarik untuk membantu menjualkan tempe saya,” ujar nenek 3 cucu itu.

Tempe buatan Tina tidak jauh berbeda dengan  tempe yang ada di Indonesia, semua bahan baku yang digunakan pun sama. Karena semakin
banyak pesanan, akhirnya sang suami membelikan alat penggiling untuk memudahkan pengolahannya. Awalnya tempe dikerjakan secara manual, dibejek ( diremas, red) dan di campur dengan ragi dan di fregmentasi. Usahanya maju, dan hingga kini Tina memberi nama tempe buatannya ‘Tempe House’.

“Banyak yang sudah taruh uang, padahal tempenya belum jadi. Kadang saya tidak bisa janji karena bahan baku sulit di dapat. Memang banyak kedelai di sini tapi tidak seenak kedelai Indonesia, untuk itu saya memesannya langsung dari Bandung,” kata Tina.

Harga 1 bungkus tempe 1 dolar. Sukses dengan usaha tempenya, kini Tina merambah ke bisnis lainnya yaitu rumah makan. Meski mengaku tidak bisa memasak, kedai Tina selalu ramai didatangi pelanggan. Aneka masakan Indonesia bisa di dapat di sini, dari rendang, gado-gado, pepes, telur balado,ketoprak, nasi campur, gudeg, dan tentunya tempe goreng.

“Buat yang kangen sama kampung halaman, biasanya menyempatkan diri datang untuk makan. Pokoknya semua makanan yang kita jual semuanya masakan Indonesia. Orang bule juga makan, walaupun ikut-ikutan, tapi mereka langsung suka,” paparnya senang.

Dalam sehari Tina memproduksi tempe sebanyak 400 bungkus. Jumlah ini kecil dibanding sebelum ia membuka rumah makan, pesanan bisa mencapai ribuan, belum termasuk yang dipesan supermaket. Kalau pesanan banyak, permintaan kedelai dari Tanah Air pun ditambah.

Dibantu beberapa karyawan dan anak menantunya, setiap hari Tina mengolah bahan masakan yang akan dijual. Rumah makannya dengan nama Tempe House Spicy Restaurant di San Bernardino, CA 92418 , buka dari jam 11.00 sampai jam 20.00

(Pipit)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37410

Untuk melihat artikel Amerika / Exclusive lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :