Nyok kita nonton ondel-ondel, (nyok!)
Nyok kita ngarak ondel-ondel, (nyok!)
Ondel-ondel ade anaknye,
Sepenggal lirik di atas yang berjudul “Ondel-ondel” dan dipopulerkan oleh Almarhum H. Benyamin S, mengingatkan akan sebuah boneka besar yang bernama Ondel-ondel. Dengan bentuk serta iringan musiknya, boneka itu selalu dibawa dalam sebuah arakan sejumlah orang dengan aksesorisnya yang khas mengelilingi kampung ke kampung.
Ondel-ondel merupakan bagian salah satu seni pertunjukan yang dikenal dalam masyarakat Betawi. Keberadaannya menurut catatan sejarah sudah ada sejak lama, bahkan saat kota Jakarta masih bernama Batavia. Masyarakat Betawi kala itu menyebut ondel-ondel sebagai barongan yang diambil dari kata ‘barengan’ atau bersama-sama karena pertunjukan tanpa bertutur ini selalu digelar secara beramai-ramai.
Tercatat W. Scot, seorang pedagang asal Inggris dalam bukunya menyebutkan barongan atau ondel-ondel sudah menampakkan geliatnya pada tahun tahun 1605. Pun dengan penulis sekaligus fotografer asal Amerika, Eliza R Scidmore yang menetap di Batavia pada akhir abad ke-19 mengatakan, walau tidak menyebutkan dengan jelas namanya dalam bukunya Java, Garden Of The East (1897), di jalanan Batavia saat itu terdapat sebuah pertunjukan yang dilakukan di jalanan yang disinyalir sebagai Ondel-ondel.
Ondel-ondel banyak digunakan sebagai penolak bala yang tujuannya untuk mengusir roh-roh halus yang bergenayangan. Orang Betawi mempercayai di balik wajah seramnya saat itu, Ondel-ondel terdapat kekuatan untuk menghalau energi negatif seperti roh-roh. Tak ayal, dalam setiap kegiatan desa yan berhubungan dengan sebuah acara semisal upacara bersih desa atau yang lainnya selalau menampilakan boneka besar Ondel-ondel
Kini, seiring dengan perubahan zaman Ondel-ondel pun mengalami perubahan fungsi dan tak lagi senantiasa digunakan untuk mengusir roh halus. Hal ini dibenarkan oleh Supandi (52), pendiri sekaligus pimpinan sanggar Seni Betawi Utan panjang mengatakan ondel-ondel sekarang tidak seperti dulu lagi. Meskipun masih diarak, namun sifatnya bukan sebagai penolak bala namun setelah berkembang lebih kearah hiburan semata, selain juga untuk mengais rezeki para pemainnya.
Ondel-ondel banyak dimanfaatkan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun atau mengarak anak khitan, perkawinan, peresmian, pawai, dan sebagainya.
Seni Betawi tak dipungkiri banyak yang bertahan dan tenggelam. Supandi mengatakan seni betawi yang lama-lama menghilang seperti Ketimpring atau Rebana Ketimpring yang sering digunakan untuk mengiringi lagu-lagu shalawat. “Sekarang ini nyari ketimpring susahnya bukan main, mungkin karena alatnya dicari juga susah sama pemainnya” kata Bang Pandi sapaan akrabnya.
Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?61932
Untuk melihat artikel Seni lainnya,Klik disini
Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________
Supported by :