Meski masih tiga tahun lagi, beberapa pihak yang memiliki
kepentingan terhadap Pemilihan Umum (Pemilu) mulai bersiap diri. Ada
yang mencoba tes pasar dengan mendeklarasikan calon presidennya secara
dini, seperti Golongan Karya dengan Aburizal Bakrie-nya.

Ada pula usaha-usaha kecil seperti yang dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Tokoh ekonomi yang ”tersingkir” dari urusan dalam negeri akibat
skandal Bank Century ini, telah meluncurkan situs pemikirannya di www.srimulyani.net.
Peluncuran ini adalah langkah awal penjajakan menuju Pemilu 2014. Ada
pula beberapa usaha partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) yang
merangkul kalangan petani dan usaha kecil di daerah-daerah.

Di Indonesia, yang paling ramai dibicarakan saat ini adalah penurunan
minat masyarakat terhadap Presiden Indonesia dan Partai Demokrat.
Kenapa demikian? Meski sudah tak bisa lagi mencalonkan diri menjadi
presiden pada 2014, ketokohan SBY masih menjadi kunci kebesaran partai dominan biru ini.

Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI)
pada Juni 2011 mengatakan, bahwa dinamika politik nasional memburuk.
“Pada Januari 2011 tercatat 24,4 persen dan pada Juni 2011 naik menjadi
33,9 persen,” kata Sunarto, peneliti senior LSI.

Dinamika keadaan penegak hukum nasional juga makin buruk. Pada
Januari mencapai 31,2 persen dan pada Juni 33,1 persen. Sementara
dinamika keamanan nasional juga buruk, yakni sebesar 11,4 persen Januari
dan menjadi 14,9 persen pada Juni.Yang paling disoroti adalah tingkat
kepuasan kepemimpinan SBY. Pada Januari sebesar 56, 7 persen dan menjadi 47,2 persen pada bulan Juni.

Beberapa kalangan juga makin berani melontarkan kritik keras terhadap SBY.
Beberapa waktu lalu, sembilan tokoh lintas agama berkumpul di kantor PP
Muhammadiyah. Mereka mendeklarasikan sebuah maklumat tentang
”kebohongan rezim Presiden SBY”. Tokoh-tokoh agama ini mengidentifikasi
setidaknya ada 18 kebohongan yang telah dilakukan, 9 diantaranya
kebohongan lama dan 9 yang lain adalah kebohongan baru. Tindakan ini
dijawab SBY dengan mengundang mereka ke Istana
negara untuk melakukan dialog penjernihan. Tak puas dengan hasil
dialog, tokoh lintas agama ini kemudian mendeklarasikan gerakan anti
kebohongan dengan membuka rumah pengaduan masyarakat terhadap kebohongan
rezim SBY.

Empat Kekecewaan Masyarakat


Yang menyebabkan turunnya kepuasan atas kinerja SBY
menurut banyak kalangan disebabkan empat hal. Pertama, banyak kasus
yang menjadi perhatian masyarakat yang tidak tuntas, kedua, sikap SBY yang terlalu reaktif, ketiga, tidak memiliki operator politik di kabinetnya dan keempat pengaruh SBY di Partai Demokrat tak berdaya.

Pertama, mengenai banyaknya kasus-kasus yang menjadi perhatian
masyarakat yang tuntas, misalnya kasus pembunuhan Munir yang hingga saat
ini tidak pernah terungkap. Kasus bailout Bank Century,
mengenai rumor adanya aliran dana yang mengalir ke partai dan capres
2009, kasus pembunuhan para aktivis Ahmadiyah dan terakhir kasus dugaan
korupsi Muhammad Nazaruddin dan petinggi Partai Demokrat.

Kedua, mengenai sikap SBY yang reaktif dan
sering mencurahkan isi hati (curhat) untuk kasus yang sebenarnya bukan
untuk kelas Presiden. Salah satu contoh adalah curhat gaji sebagai
presiden yangg belum naik selama tujuh tahun. Curhat itu SBY dipresentasikan sebagai kerbau dalam aksi demo.

Ketiga, SBY tak memiliki operator politik
yang kuat di pemerintahannya. Pertama mengenai Wakil Presiden Boediono
yang dianggap tak kuat. “Boediono berbeda dengan Jusuf Kalla. Boediono
itu orangnya bukan tipe gas yang mendobrak. Tapi tipe rem, yang tidak
efektif untuk get things done, ” jelas Sunarto.

Di kabinet, SBY tak memiliki operator politik. Tidak ada menteri yang bisa menjadi power center, seperti Ali Moertopo di era Soeharto. Begitu pula di Partai Demokrat, SBY juga tak memiliki operator politik. Ketua Umum Partai Demokrat tidak memiliki kewenangan sebesar ketua umum partai lain.

Hal yang sama juga terjadi di Sekretariat Gabungan (Setgab) partai
koalisi yang tak memiliki operator politik. Setgab yang terdiri dari
Golkar, PAN, PKS, PPP, PKB dan partai Demokrat sering diwarnai kompetisi internal dalam rangka Pemilu 2014.

Faktor terakhir yang mempengaruhi menurunnya kepuasan terhadap kinerja SBY yaitu SBY dianggap tidak berdaya di kandangnya sendiri. Contohnya, kasus Nazaruddin dan Andi Nurpati.

Partai Demokrat pun bereaksi. Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat (DPP-PD) mengungkapkan, bahwa hasil survei tak perlu ditanggapi berlebihan. “Tetapi kalau angka kepuasan kepada Presiden SBY sekarang di bawah 50 persen, rasanya angka itu agak mengundang pertanyaan besar,” tukasnya akhir Juni lalu.

Anas menyampaikan, fluktuasi kepuasan publik kepada kinerja
pemerintah itu sebenarnya hal yang biasa saja. Memang ada beberapa hal
yang harus dievaluasi dari pemerintah, pihaknya membenarkan hal itu.

Harapan untuk presiden baru

Masih mengacu pada survei juga, peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi, meramalkan pertarungan pada Pemilu 2014 adalah pada pemilih pemuda. LSI menghitung, saat itu terdapat 32 persen pemilih yang berusia antara 21-31 tahun.

“Selain secara statistik, signifikansi pemilih pemuda juga terletak
pada karakteristik pemuda yang berbeda bila dibandingkan dengan
segmentasi pemilih yang lain,” kata Burhan .

Pemilih pemuda secara umum terbagi menjadi dua. Pertama, kelompok
apatis atau apolitis. Kelompok ini biasanya terpisah dari sistem atau
proses politik yang ada. Karena itu, kelompok pemuda ini mudah terseret
ke dalam arus golput (golongan putih- tidak memilih, red) karena Pemilu
dianggap tidak terkait dengan kepentingan pragmatis mereka.

Kedua, kelompok pemuda yang rasional atau kritis. Karakteristik
pemuda yang rasional atau kritis bisa berujung pada dua hal: golput atau
memilih partai, tapi “mudah pindah ke lain hati.” Pilihan golput
biasanya bukan didasarkan pada alasan yang remeh-temeh atau alasan
administratif, tapi benar-benar atas kesadaran bahwa pemilu dianggap
gagal melahirkan proses rekruitmen politik yang baik. “Intinya, jika
mereka menyatakan golput, lebih karena persoalan kontekstual-sistemik
seperti problem ketidakpercayaan terhadap struktur dan sejenisnya,” kata
Burhan.

Sebaliknya, jika kelompok pemuda yang kritis dan rasional ini
memutuskan untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu, mereka tidak
gampang dibujuk dengan slogan.

Institute for Strategic and Public Policy Research (Inspire)
memprediksikan pada Pemilihan Umum 2014, sosok presiden dari kaum muda
akan banyak dipilih. Penelitian mereka pada April lalu menujukkan bahwa
sebanyak 60,6 persen publik setuju sosok presiden dari kaum muda.
Namun, di dalam survei Inspire, semua pemimpin partai tidak ada yang
mendapat dukungan sampai 20 persen.

Peringkat dari teratas yakni Anas Urbaningrum- Demokrat (16,8 persen), Megawati Soekarnoputri-PDIP
(14,8 persen), Prabowo Subianto-Gerindra (12,9 persen), Wiranto-Hanura
(8,9 persen), Aburizal Bakrie – Golkar (7,7 persen), Hatta Rajasa-PAN (3,8 persen), Muhaimin Iskandar- PKB (2,1 persen), Luthfi H Ishak – PKS, dan Suryadharma Ali – PPP (1,5 persen).

Dari semua nama itu, hanya nama Anas dan Muhaimin yang mewakili
golongan kaum muda. Dari situ terlihat bahwa posisi sebagai ketua umum
dan sosok muda yang ada sekarang masih belum didukung publik.

Yang jelas, bila Partai Demokrat ingin kembali memimpin baik di
Legislatif maupun Eksekutif, banyak hal yang perlu dibenahi. Karena
masyarakat tak lagi bodoh melihat elit politiknya bermain dan membohongi
rakyat yang memilihnya. (Indah)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37000

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :