Malam ini kami bertiga mendatangi Cafe Batavia yang melegenda itu.

Bangunan yang ternyata sudah berdiri dari tahun 1805 dan diambil alih
sebagai Café Batavia dari tahun 1993.

Bisa dibayangkan suasana yang sangat kental dengan masa peradaban
zaman Belanda. Interior, eksterior, musik, dan makanan semua
dipertahankan dengan keadaan aslinya. Sangat menakjubkan.

Suasana yang sangat tenang diiringi alunan musik ala zaman perang ke 1
dan 2 membuat kami sangat rileks. Kami sama sekali tidak bisa merasakan
hiruk pikuk kemacetan. Kami seolah merasa kembali ke zaman itu. Sungguh
akhirnya kami bisa merasakan hiburan yang sangat berbeda dari
sebelumnya.

Café Batavia memiliki desain tempat untuk fine dining, lounge
dan bar yang sangat elegan dilengkapi dengan panggung beserta
peralatan instrumennya.

Satu hal yang menarik, saat Kabari bersama sejumlah kolega yang
salah-satunya memang ‘gifted’ alias memiliki indra ke enam. Dari pertama
kali datang beliau sudah dipertunjukan dengan berbagai macam bentuk
penghuni gaib. Kebetulan di lantai 2 area fine dining lebih
banyak penghuninya.

Setelah berkeliling dan sedikit berfoto-foto akhirnya kamipun
memutuskan untuk duduk di area lounge di lantai dasar. Setelah memesan
minuman dan makanan ringan, lagi lagi kami tidak hentinya memuji
keindahan tempat ini.

Sambil melihat sekitar, kamipun di beritahu bahwa ada ibu tua yang
sedang duduk tenang di sofa pojok ruangan sambil membaca buku. Di atas
panggung terlihat seorang wanita asing berambut ikal mengenakan gaun
merah berdiri tepat di samping bass betot. Ada juga penunggu yang cukup
iseng,seorang pria asing dengan rambut pirang ikal yang berkali-kali
mengintip kami di balik pilar seolah-olah sedang mengajak bercanda.

Mahkluk gaib tersebut berwujud seperti manusia biasa yang tidak
menyeramkan tetapi di sudut kamar kecil pria ada seorang pria yang
kondisinya sangat memprihatinkan, pria asing separuh baya dengan leher
hampir putus. Pria ini terus memegangi lehernya sambil merintih
kesakitan. Kasihan kami perfikir beliau adalah korban peperangan.

Di sudut lain, tepat di depan ibu tua yang sedang membaca ada dua
wanita sedang berusaha membuka pintu yang terkunci.

Seorang chef tua dengan perutnya yang besar berdiri tenang di sudut
bar yang bersebrangan dengan panggung. Konon memang ada chef yang sudah
meninggal beberapa tahun yang silam.

Tak lama kami berbincang-bincang dengan para pelayan Café Batavia,
makhluk gaib pun turun dari lantai 2 satu demi satu memenuhi area lounge
tepat di depan panggung. Layaknya berpesta merekapun
berdansa,bercengkrama,bersulang dengan minuman ringannya lengkap dengan
pakaian pesta ala perang dunia ke 1 dan 2.

Kamipun semakin penasaran dengan tempat ini sehingga kami menggali
cerita bersejarah dari salah satu pegawai yang sudah bekerja selama 15
tahun lebih banyak lagi.

Ketakjuban kamipun terus bertambah. Pegawai café lainnyapun ikut
bergabung berbagi cerita yang pada akhirnya merekapun menanyakan kami
dimana saja keberadaan penampakan malam itu. Lucunya tidak ada satupun
di antara mereka yang bisa dan pernah melihat. Yang akhirnya di tantang
oleh kawan kami untuk di ‘bantu’ melihat makhluk gaib tsb.

Salah satu dari pegawai tertantang dan ikut ke dalam kamar kecil
untuk menjalani prosesnya. Kononnya untuk dapat melihat atau dengan
istilah ‘dibukakan’ kita harus berdiri di depan cermin dengan di bantu
cahaya yang sangat sedikit. Hilangkan rasa takut dan harus
berkonsentrasi tinggi.

Kami semua menunggu dengan rasa penasaran, setelah hampir 20 menit
mereka keluar dari toilet dan pegawai tersebut terlihat ketakutan,dengan
nafas masih terengah-engah diapun menceritakan bahwa dia dipermainkan
oleh makhluk gaib dengan cara di tarik-tarik sangat kencang kebelakang
dan kesamping.

Pegawai lainnya ingin melihat juga, dan mereka kembali melakukan
proses tetapi kali ini di kamar kecil wanita. Kejadian serupapun
terulang,kali ini terdengar suara benda berat yang di geser ke kanan dan
ke kiri. Dan suara benda ringan yang dilemparkan ke cermin berulang
kali. Pegawai yang ke 2 ini tidak tahan, dia sangat ketakutan sehingga
dia meminta untuk menghentikan proses itu.

Waktu di jam tangan sudah menunjukkan pukul 12.35 dini hari susana
’spooky’nya sama dengan saat pertama kami datang. Sambil mendengarkan
cerita-cerita lainnya kamipun menghabiskan minuman,setelah selesai
membayar bill kami berpamitan dengan semua pegawai café. Kebetulan kami
bertiga satu-satunya pengunjung malam itu.

Sungguh pengalaman yang luar biasa. Semoga Café Batavia tetap
dipertahankan. (Inna/Deasy)

Cafe Batavia,
Jl. Pintu Besar Utara No. 14, Taman
Fatahilah, Taman Sari, Jakarta Barat
www.cafebatavia.com

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?34746

Untuk
melihat Berita Indonesia / Jalan-Jalan lainnya, Klik
disini

Klik disini
untuk Forum Tanya Jawa

Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported
by :