Pementasan epos bertaraf dunia, I La Galigo akan ditampilkan pada 22-24 April 2011 di Fort Rotterdam, Makassar. Pada hari pertama, pementasan epos terpanjang ini ditujukan bagi sekitar 200 anak yatim piatu, mahasiswa, dan wartawan yang akan meliput dan memotret. Pementasan hari berikutnya, ditujukan khusus bagi tamu VIP seperti para pejabat tingkat menteri dan duta besar. Pada hari terakhir, 800 tiket untuk umum dan kebanyakan telah dibeli oleh masyarakat dan pemerhati seni dari Jakarta.

Pentas I La Galigo di Makassar dilakukan outdoor dengan melibatkan 150 personel dan 80 persen adalah seniman musik dan tari asal Sulawesi Selatan. Mereka telah berlatih sejak awal April lalu. Peralatan panggung pun sebagian berasal dari Sulawesi Selatan, dengan pertimbangan ke depan, pentas ini bisa dilanjutkan secara rutin oleh masyarakat Sulawesi Selatan sendiri. “Dengan menyaksikan ini kita berharap bisa mengantarkan I La Galigo dipentaskan setiap tahun di Makassar oleh seniman Makassar sendiri,” kata walikota Makassar, Ilham mengutip Antara kemarin (18/4).

Penggagas pementasan I La Galigo di Makassar adalah Tanri Abeng, tokoh nasional asal pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Epos I La Galigo telah diakui sebagai Memoirs of the World dariUnesco. Tanri beberapa kali menonton pertunjukan I La Galigo di beberapa negara. Secara khusus, ia mengaku bangga dan terharu saat melihat sambutan luar biasa penonton New York. “Pementasan di Makassar adalah persembahan kembali kepada masyarakat Sulawesi Selatan,” kata Tanri. Dengan demikian, keluarga para seniman, misalnya, yang selama ini hanya mendapatkan cerita, bisa menyaksikan langsung kehebatan para penampil di panggung.

Seni teater yang bersumber dari epos Luwu ini sebelumnya memang tidak pernah tampil di daerahnya sendiri secara spektakuler. Padahal, tim ini telah melanglang buana ke berbagai kota di dunia seperti Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York, Melbourne, Milan, dan Taipei. Kini, I La Galigo kembali ke tanah kelahirannya. I La Galigo adalah pentas teater internasional yang mengambil inspirasi dari Sureq Galigo, hikayat kepahlawanan Sulawesi Selatan.

Pada 2005, I La Galigo sudah sempat “pulang” dengan pementasan di Teater Tanah Airku di Jakarta. Pementasan tiga jam yang disutradarai Robet Wilson ini pun sukses besar. Selain diprakarsai Tanri Abeng, pementasan I La Galigo di Makassar akan berlangsung berkat dukungan dan produksi Change Performing Arts (Italia) dan Bali Purnati (Indonesia), serta dukungan Pemerintah Kota Makassar.

Membutuhkan 900 lembar kostum

Pementasan I La Galigo ini membutuhkan 900 lembar pakaian. Khusus untuk pakaian pemain saja butuh tempat dua per tiga dari kontainer besar yang mengangkut seluruh peralatan pementasan epos ini.

Pakaian para pemain tersebut ditempatkan di salah satu ruangan yang ada di sebelah kiri panggung pementasan. Artistic Director Pementasan I La Galigo, Restu Imansari Kusumaningrum mengatakan, banyaknya pakaian yang dibutuhkan untuk pentas beranggaran Rp3 miliar itu karena sejumlah pemain butuh beberapa pakaian untuk satu scene (adegan). Sementara tiap pemain tampil dalam beberapa adegan.

Jadi, memang dibutuhkan banyak tempat untuk membawanya ke sini  (Makassar),”ungkapnya. Selain beberapa pemeran yang beberapa kali berganti kostum, banyaknya pakaian yang dibutuhkan juga dikarenakan jumlah pemeran mencapai 150 orang.

Hingga kemarin semua peralatan sudah tiba di lokasi pentas. Puluhan teknisipun tampak merakit beberapa peralatan panggung seperti lampu, sound system,dan peralatan lain.”Persiapan telah rampung sekitar 80 persen. Kami pastikan persiapan selesai dalam waktu satu atau dua hari ini,” tuturnya.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36631

Untuk melihat artikel Seni lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :