Seorang pendeta muda memulai pelayanannya di sebuah gereja tua yang telah mengalami banyak perubahan di tahun 2001. Dalam pelayanannya, ia kerap memikirkan jemaat lainnya yang terpisah dari orang Kristen Indonesia di sini. Para jemaat ini berdoa dengan tenang dalam bahasa mereka sendiri di Minggu sore, pada akhir pekan setelah bekerja keras di pabrik dan gudang yang terletak di pusat New Jersey.

Pada bulan Mei 2006, Pendeta Seth Kaper-Dale memperhatikan munculnya para jemaat yang memohon untuk tidur di gereja. Pada suatu malam di sebuah kompleks apartemen yang dihuni oleh banyak orang Indonesia, petugas imigrasi federal bersenjata berhasil mengumpulkan 35 orang yang memiliki visa kadaluarsa dan memberi perintah deportasi. Istri dan anak-anak mereka yang melihat kejadian tersebut menitikan air mata. Beruntunglah beberapa keluarga yang tidak ditemukan karena bersembunyi.

Kini jemaat pinggiran kota yang makmur dihadapkan dengan dunia labirin hukum imigrasi dan penahanan. Ketika salah satu pendeta dari Indonesia ditahan selama berbulan-bulan, hanya semangatnya sebagai pendeta yang merupakan upaya terakhir untuk menyelamatkannya dari deportasi. Semangatnya tidak sia-sia, aktivitas di gereja meningkat dengan hasil yang luar biasa. Hal ini yang menciptakan kerjasama antara gereja dan imigrasi dalam mengatasi imigran.

Dalam perjanjian antara pendeta dan pihak Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai, empat orang Indonesia telah dibebaskan dari tahanan, dan 41 orang buronan lainnya yang rencananya akan dideportasi telah memilih untuk melanjutkan hidup di bawah naungan gereja. Alih-alih dipenjara -karena ada ratusan ribu imigran yang tidak memiliki catatan kriminal sudah dalam beberapa tahun terakhir- mereka yang dibebaskan walau tetap dalam pengawasan, berhak untuk mendapatkan ijin kerja. Sementara itu pengacara mereka mengurus kemungkinan kasus mereka dibuka kembali dan mendapatkan jalan keluar.

Meskipun para pejabat imigrasi mengatakan perjanjian ini hanyalah contoh kebijaksanaan dalam menyingkapi kasus demi kasus yang mereka sering temui dan hasilnya telah mengundang rasa takjub para penegak dan ahli hukum imigrasi. Hal ini juga menimbulkan harapan bahwa ini adalah tanda-tanda pembenahan imigrasi sebagai janji Obama untuk merombak sistem imigrasi.

Namun bagi mereka yang memilih menyeburkan diri dengan mendalamani iman di gereja rupanya memiliki resiko yang cukup besar. Walaupun mereka dapat bekerja jika ijin kerja dikabulkan, bisa mendapatkan SIM dan diharuskan setor muka di kantor federal setiap tiga bulan, mereka juga rentan dideportasi langsung. Pada musim gugur ini, sembilan orang Kristen asal Indonesia di Seattle yang telah dibebaskan dan diawasi selama bertahun-tahun tiba-tiba ditahan, dan beberapa dari mereka dideportasi.

Agen imigrasi mengatakan ada sekitar 10.000 permintaan untuk pengawasan setiap tahunnya, tetapi mereka biasanya melibatkan orang-orang yang tidak mungkin dideportasi karena beberapa alasan, misalnya tanah air yang tidak mungkin meminta mereka kembali. Para agen mencatat ada sekitar 380.000 orang per tahun.

“Saya merasa seperti berada di perairan yang tidak terdeteksi,” ujar Mr Kaper-Dale, 34 tahun, penduduk Vermont yang berbagi mimbar dengan istrinya, Stephanie, mengatakan pada bulan Oktober saat ia mulai mencari relawan bersedia diurus oleh pemerintahan. Ada sekitar 200 calon yang berasal dari gereja setempat di New Jersey.

Saat pertama kali datang kemari, yang harus diatasi adalah rasa ketakutan. “Sangat menakutkan!” kata Augus Alex Assa, 46, yang bersimbah air mata sembari memeluk putrinya yang berusia 5 tahun, Christia Tyo, ketika menghadapi para penegak imigran di Newark, Middlesex County. “Dari lubuk hati yang paling dalam saya sangat berharap dapat tinggal di Amerika.”

Seperti kebanyakan orang Indonesia lainnya, Mr Assa dan istrinya, Grace, datang dengan menggunakan visa turis yang saat itu mudah didapat pada 1990-an semudah mengedipkan mata, ketika saat itu perekonomi meningkat dan menyambut tenaga kerja asing. Semuanya menjadi berubah setelah tragedi 9/11, ketika  pemerintah menginstruksikan “pendaftaran khusus” bagi pria berusia 16-65 yang memasuki Amerika dengan menggunakan visa sementara dari sebagian besar negara-negara Muslim, termasuk Indonesia. Jika mereka tidak mendaftar maka mereka akan dianggap buronan teroris.

Sebagian besar orang Kristen Indonesia menurutinya, atas saran pendeta. Mereka berharap bahwa kejujuran akan membuka jalan mereka untuk mendapat status hukum, bukan deportasi ke tanah air mereka, tempat di mana mereka menghadapi diskriminasi dan kekerasan.

Namun kebanyakan permohonan suaka mereka ditolak. Beberapa di antaranya karena kurangannya perhatian karena mendapatkan pengacara tidak layak dan orang-orang yang terdaftar menjadi target yang mudah ketika politik imigrasi menuntut tindakan keras.

Selama razia pada tahun 2006, Mr Assa bersembunyi di lemari ketika petugas imigrasi mendatangi pintu rumah mereka dan sang istri terpaksa harus membungkam mulut putrinya agar keberadaan mereka tidak diketahui. Lalu dua minggu sesudahnya, bersama orang-orang yang senasib mereka tidur di gereja.

Sekitar 50 orang akhirnya dideportasi, biasanya setelah lama mendekam di penjara imigrasi, meninggalkan istri mereka yang berjuang untuk mendukung anak-anak mereka yang lahir di Amerika. “Kami terkejut, tapi kami tidak dapat berbuat apa-apa,” kata seorang pastor.

Pada 12 Januari, penahanan salah satu dari mereka mendorong para jemaat untuk bertindak. Harry Pangemanan, pemimpin studi Alkitab yang populer tiba-tiba dijemput oleh petugas imigrasi ketika ia akan berangkat bekerja sebagai pengawas gudang. Dia dan istrinya, Mariyana, orang tua dari dua anak perempuan kelahiran Amerika, merupakan satu-satunya orang Indonesia di antara 300 orang dalam jemaat kebaktian.

Anggota gereja setiap hari diorganisir untuk melakukan kunjungan ke pusat penahanan, sekitar 40 menit perjalanan dengan mobil menuju Elizabeth, New Jersey, sementara itu pendeta gereja meminta naik banding ke Kongres dan kantor imigrasi. Ketika Mr Pangemanan memberikan siraman rohani dengan Alkitab kepada sesama tahanan, para jemaat juga ikut mengunjungi mereka. Mereka terkejut ketika menemukan banyak para pencari suaka di belakang kawat berduri penjara. Penjagaan di luar pun mulai diperketat.

Beberapa anggota gereja menolak. “Sebagai pekerja bangunan yang secara langsung dipengaruhi oleh imigrasi, hal itu sangat sulit,” ujar Rich Lord (39). “Saya merasa seperti mereka mengambil pekerjaan saya.”

Tetapi serikat gereja dan imannya mengubah pikirannya, ia berkata: “Ada wanita hamil yang sedang putus asa di Meksiko karena mereka ingin menyeberangi gurun sehingga anak mereka dapat lahir di Amerika Serikat. Sebagai seorang Kristen, aku ingat bahwa Maria, ibu Yesus, harus melarikan diri tanah air mereka. ”

Pukul 5 pagi pada 31 Maret, datang kabar buruk yaitu Mr Pangemanan tengah berada pesawat untuk dikirim ke Indonesia. Dengan mengenakan kerah kependetaannya ia berlari dengan kalut sepanjang Bandar Udara Internasional Newark Liberty mencari gerbang yang tepat dan memutuskan untuk berdoa bersama temannya sebelum dikirim pergi.

Saat pendeta menemukan pesawatnya, para penumpang sudah pada naik. Ia pun bercerita bahwa ia berdoa di gerbang, ia tampak marah bahwa awak pesawat membiarkan ia di dalam pesawat di pesawat.

Mr Pangemanan berada di dua baris terakhir di antara agen imigrasi, yang bukan bertujuan ke Jakarta tetapi menuju sebuah pusat tahanan di Tacoma, Wash. Ketika ia melihat pendeta datang menyusuri lorong, seorang agen keheranan dan bertanya, “Bagaimana orang ini bisa masuk ke sini?”

“Dan saya hanya mengacungkan jari ke atas,” kenang Mr Pangemanan sembari jari menunjuk ke langit.

Para agen membiarkan mereka berdoa sebentar; pendeta mengucapkan selamat tinggal tetapi bersumpah untuk terus mencoba. Saat kembali ke gereja, dia berusaha menelepon setiap nomor yang tercantum di situs badan imigrasi.

Dia masih menghargai satu-satunya rekaman pesan dari Dora B. Schriro, yang sejak meninggalkan kantor telah menjadi penasihat khusus penahanan dari Janet Napolitano, Sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri. Sejak seminggu dari percakapan mereka, Mr. Pangemanan sudah kembali di New Jersey dengan keluarganya dan kasusnya menjadi pertimbangan oleh Dewan Keimigrasian.

Ketika petugas imigrasi menangkap beberapa orang Indonesia pada akhir September, para pemimpin gereja berusaha bertemu dengan Scott Weber, direktur penahanan dan pemindahan kantor di New Jersey, dan agen utusan dari Washington.

David J. Venturella, selaku direktur agen  penahanan dan pemindahan operasi nasional, menyatakan setuju mengenai diskusi ini. “Kami meminta semua direktur setiap kantor untuk melaksanakan kebijakan yang diberikan kejaksaan pada setiap kasus,” katanya. “Ini adalah contoh yang sempurna.”

Mr Weber menolak proposal menteri mengenai gereja sebagai alternatif penahanan, namun menawarkan dirinya pada kelompok yang terdiri dari 5 atau 10 orang, pertemuan dua kali seminggu, dan gereja tersebut bisa membawa orang-orang Indonesia yang mendapat jaminan, dan pengacara yang berkomitmen untuk menangani penuh kasus mereka.

Kecuali bila ada sesuatu yang luput seperti perbuatan kriminal yang disembunyikan atau alamat palsu, bahkan mantan buronan pun bisa keluar pada hari yang sama. Sebelum membahas rincian ini, Mr Weber telah berhasil membebaskan 4 orang Indonesia, salah satunya adalah orang Muslim.

Amy Gottlieb, direktur bagian hak imigrasi untuk American Friends Service Committee di New Jersey, yang telah berurusan dengan hal ini sejak tahun 1996, menyebut peristiwa ini sebagai momen yang menakjubkan.

“Kau tidak akan pernah percaya bahwa ICE akan bekerja sama dengan Anda jika mengingat sejarah sebelumnya,” katanya. “Dan mengingat upaya penangkapan yang intensif selama dua atau tiga tahun terakhir, sulit rasanya untuk percaya bahwa orang-orang mengakui setiap kasus memiliki sudut pandang manusiawi.”

Rex Chen, pengawas pengacara di Catholic Charities dari Keuskupan Agung Newark, tetap lebih pesimis, menyerupakan diri dengan seorang penasihat keuangan yang memperingatkan, “reksa dana ini bisa runtuh.”

Rex Chen, pengacara yang mengawasi kegiatan amal Katolik Keuskupan Agung Newark, merasa lebih pesimis, dan layaknya penasihat keuangan ia memberi peringatan bahwa penggalangan dana ini bisa terhenti.

Sedangkan perjanjian mungkin dapat memberikan waktu setahun atau dua tahun bagi orang Indonesia, tambahnya, kecuali jika ditemukan alasan untuk membuka kembali kasus mereka atau Kongres mengganti undang-undang keimigrasian, maka mereka dapat masuk ke daftar orang yang harus naik ke dalam pesawat.

Menurut Melinda Basaran, salah satu pengacara yang ikut berpartisi sekaligus ketua dari Asosiasi Pengacara Imigrasi Amerika  di New Jersey, para imigran ini tidak memiliki jaminan. Tapi banyak para istri dari orang Indonesia yang tidak mendaftar setelah 9/11, dapat hidup di sini selama 10 tahun dan berhak untuk mengajukan permohonan Green Card selama mereka berkelakuan baik.

“Pertanyaan yang lebih mendesak adalah siapa yang akan ikut serta mengawasi pembebasan ini,” tanya Joan Pinnock, salah satu pengacara yang terlibat. Berita dari mulut ke mulut telah menimbulkan panggilan dari Washington State, Pennsylvania dan New Hampshire, di mana banyak orang Indonesia yang melarikan diri setelah serangan di New Jersey, tempat penahanan dan deportasi. Tapi imigrasi Newark imigrasi telah mereka untuk kembali ke New Jersey.

“Saya senang menyampaikan berita ini untuk klien saya dari Jamaika,” kata Ms Pinnock, sembari memberitahu hal ini pada kelompok yang berbeda, seperti kelompok umat Muslim yang diharuskan melakukan pendaftaran khusus.

Pada Rabu malam, di ruang pertemuan gereja tergantung kain dari empat generasi tua, Pendeta kemudian mengembalikannya kepada masing-masing keluarga, berterima kasih kepada Tuhan dan para jemaat.

“Saya bangga dengan gereja saya,” ucap Mr. Pangemanan. “Tidak hanya dengan para pendetanya, tetapi keseluruhan gereja.”

Untuk share artikel ini, Klikwww.KabariNews.com/?34259

Untuk melihat artikel imigrasi Amerika lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

jason_yau_lie