KabariNews – Sebelumnya tak ada yang istimewa dari sosok bocah bernama Muhammad Ponari yang berusia 10 tahun asal Megaluh, Jombang ini. Seperti anak lainnya, anak dari pasangan Kasim dan Mukoromah ini setiap hari pergi ke sekolah yang tak jauh dari desanya. Ponari duduk di kelas tiga SD, dan secara akademik, dia biasa-biasa saja. Ekonomi keluarga Ponari juga biasa-biasa saja kalau tidak dikatakan miskin.

Asal-Usul Batu Ajaib

Hidup Ponari berubah drastis sejak menemukan batu berwarna coklat kemerahan yang katanya ‘ajaib’. Ceritanya, suatu hari Ponari tengah bermain hujan-hujanan tak jauh dari rumahnya. Sebagaimana layaknya anak kecil, Ponari bermain riang dibawah guyuran hujan yang deras itu. Suatu ketika, kepala Ponari serasa dilempar sebuah benda keras bersamaan dengan gelegar petir yang menyambar-nyambar. Ponari juga merasakan hawa panas di tubuhnya. Sejurus kemudian, Ponari merasakan ada batu berada di bawah kakinya. Batu sebesar kepalan tangan tersebut mengeluarkan sinar warna merah. Karena penasaran, batu itu dibawa pulang dan diletakkan di meja.

Ponari1Menurut pengakuannya, batu itu seolah membisiki dirinya bahwa bisa menyembuhkan orang sakit. Suatu kali ada tetangganya yang menderita demam dan muntah-muntah. Tanpa ada yang menyuruhnya, Ponari memasukan batu miliknya kedalam segelas air putih, lalu diminumkan ke tetangga yang sakit. Kabarnya, si tetangga itu langsung sembuh.

Kabar ini sempat dianggap bualan oleh keluarga Ponari, Neneknya bahkan membuang batu itu. Tapi aneh, batu itu kembali lagi ke tempat semula. Kemudian giliran orangtuanya mencoba membuang batu itu. Lagi-lagi batu itu kembali ke tempat semula. Sejak itulah mulai timbul keyakinan, batu temuan Ponari itu memang ajaib.

Cerita lalu menyebar dari mulut ke mulut. Dalam tempo singkat puluhan pasien dengan segala macam penyakit datang ke rumah Ponari meminta disembuhkan. Awalnya hanya tetangga satu desa, kemudian dari desa-desa tetangga. Lama kelamaan banyak pasien yang datang dari pelosok Jombang.

Hari demi hari rumah Ponari disesaki ratusan bahkan hingga ribuan pasien yang ingin disembuhkan. Mereka datang dengan keluhan beragam, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Datang ke Ponari tentu saja berbeda jika datang ke seorang dokter, jangan bayangkan bocah kecil itu berbicara tentang penyakit yang dikeluhkan oleh pasien. Cara pengobatannya cukup sederhana. Pasien cukup berbaris rapi sambil menengadahkan segelas air, Ponari yang akan menghampiri satu persatu dan mencelupkan batu ajaib itu kedalam segelas air milik pasien. Lalu air bekas celupan batu ajaib tersebut diminumkan ke pasien.

Empat Orang Tewas

Praktek pengobatan ala Ponari terus tersebar dari mulut ke mulut. Kali ini pasien bukan saja dari kawasan Jombang tapi juga dari kota lain seperti Surabaya, Malang dan sebagainya. Setelah beberapa lama, praktek pengobatan klenik ala Ponari ini juga baru tercium media. Saat muncul liputan pertama kali di televisi bahkan, antrian pasien Ponari sudah mencapai 5 kilometer!

Ponari2

Praktek klenik dari bocah berusia 10 tahun ini tambah geger saat jatuh dua orang korban. Meski mereka tewas bukan akibat meminum air ‘kobokan’ batu ajaib Ponari melainkan karena kelelahan mengantri, tak pelak Polisi segera turun tangan menertibkan lokasi praktek. Praktek pun Ponari ditutup.

Tapi rupanya penutupan itu hanya sementara. Seminggu kemudian Ponari kembali membuka praktek. Warga pun berduyun-duyun datang lagi. Kali ini lebih dahsyat jumlahnya, setiap hari mulai dari pagi buta hingga dinihari, pasien terus berdatangan. Tak jarang mereka sampai menginap berhari-hari.

Dalam sebuah tayangan televisi, tampak masyarakat begitu antusias dan percaya kehebatan Ponari. Mereka bahkan mengais air dari sumur rumah keluarga Ponari yang berceceran, air yang bercampur dengan tanah dan lumpur itu diraup ramai-rami oleh warga menggunakan gelas atau benda apapun untuk menyeroknya.

Entah siapa yang mesti bertanggungjawab kemudian, seminggu setelah membuka kembali prakteknya, jatuh lagi dua korban jiwa. Hingga total korban jiwa akibat mengantri dan berdesak-desakan di tempat praktek Ponari itu menjadi empat orang dalam kurun tiga minggu saja. Polisi segera menutup tempat praktek Ponari, tapi juga tidak menyeret seroangpun ke pengadilan atas peristiwa tersebut.

Dipercaya sejak buka hingga sekarang ditutup, praktek pengobatan itu mengumpulkan uang sekitar 500 juta rupiah. Memang setiap pasien tak dikenakan tariff melainkan diminta memberikan sumbangan serelanya. Tapi dengan jumlah pasien yang mencapai ribuan, tentu uang yang terkumpul pun tak sedikit.

Keluarga Ponari beserta perangkat desa telah sepakat menggunakan sebagain uang itu Untuk kepentingan pembangunan jalan desa dan membangun berbagai fasilitas desa lainnya.

Kini setelah ditutup dan mendapat kecaman dari berbagai pihak termasuk dari Komnas Perlindungan Anak yang menganggap terjadi eksplioitasi terhadap Ponari yang masih bocah. Polisi menutup permanen praktek pengobatan Ponari dan Ponari yang meninggalkan bangku sekolah sejak dua bulan lalu, kini akan kembali bersekolah.