KabariNews – Belakangan isu vonis hukuman mati jadi berita terhangat di Tanah Air. Hal ini mengiringi kondisi Indonesia yang darurat narkoba. Langkah tegas Presiden Joko Widodo menolak grasi untuk terpidana mati kasus narkoba berbuah pro dan kontra.

Awal 2015 Kejaksaan Agung mengeksekusi enam terpidana kasus narkoba. Dari enam terpidana yang dieksekusi itu, lima di antaranya merupakan warga negara asing: Namaona Denis, Marco Archer Cadoso Moreira, Daniel Enemuo, Tran Thi Bich Hanh, Ang Kiem Soei atau Tommi Wijaya. Sedangkan WNI yang dieksekusi adalah Rani Andriani.

Para terpidana itu dieksekusi di dua tempat berbeda, yaitu di Lapas Nusakambangan, Cilacap dan Boyolali, Jawa Tengah pada 18 Januari 2015 lalu. Eksekusi terhadap enam terpidana kasus narkoba tersebut menjadi pesan tegas pemerintah yang tidak kompromi dalam memberantas narkoba. Selanjutnya eksekusi tahap dua akan segera dilaksanakan.

Tersisa 11 terpidana mati yang grasinya juga ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Dari mereka, delapan di antaranya merupakan terpidana mati kasus narkotika dan tiga orang lainnya tersangkut kasus pembunuhan berencana. Dari delapan terpidana narkotika, satu di antaranya adalah WNI. Delapan nama terpidana mati yang masuk daftar tunggu eksekusi mati tahap dua adalah warga negara Brasil, Rodrigo Gularte. Dua dari Australia, Andrew Chan dan Myran Sukmaran alias Mark, sedangkan warga Prancis, Serge Areski Atlaoui. Martin Anderson dari Ghana, Raheem Agbaje dari Nigeria, dan Mary Jane dari Filipina, sedangkan warga Indonesia, Zainal Abidin.

Ada dua nama yang menarik perhatian publik, yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, anggota sindikat penyelundup heroin yang dikenal dengan Duo Bali Nine. Mereka dua dari 9 orang Australia yang berusaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dan ditangkap pada April 2005 di Bali.

Pemberitaan tentang vonis hukuman mati _Duo Bali Nine_ ini tak hanya mendapat perhatian nasional tapi juga dunia. Pemerintah Australia bahkan telah melayangkan surat protes menolak dua warganya dihukum mati. Perdana Menteri Australia, Tony Abbott tercatat telah berulang kali meminta Indonesia untuk membatalkan eksekusi warganya.

Namun, pemerintahan Jokowi-JK tetap dengan keputusan untuk melaksanakan eksekusi mati tersebut. Tak hanya Australia, pemerintah Brasil merasa keberatan warga negaranya di Indonesia akan dihukum mati.

Pro dan Kontra

Indonesia Darurat NarkobaEksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba di Indonesia menuai protes dari masyarakat dari berbagai kalangan dan juga dunia. Masyarakat internasional menyoroti langkah hukuman mati yang diterapkan di Indonesia merupakan pelanggaran serius atas hak asasi manusia.

Indonesia, termasuk negara yang masih mempertahankan pidana mati dalam sistem hukum positifnya. Mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau di luar KUHP (undang-undang khusus). Hukuman mati masih berlaku bagi tindak pidana narkotika dan psikotropika (UU Nomor 31 Tahun 1999). Pemerintah memiliki alasan tersendiri masih memberlakukan hukuman tersebut, meski mendapat kritikan dari sejumlah negara dan aktivis HAM.

Munculnya beragam reaksi keras dari sejumlah negara hingga Sekjen PBB yang terus menekan Indonesia untuk membatalkan kebijakan hukuman mati tidak membuat pemerintah khawatir. Seperti disampaikan Presiden Jokowi, Indonesia tidak perlu gentar dengan sejumlah ancaman. Menurut Presiden, semua kebijakan pasti ada risiko, karena itu pemerintah tetap dalam pendirian untuk tegas tidak memberi pengampunan. Presiden menambahkan, saat ini Indonesia berada dalam status darurat narkoba, karena itu tidak ada maaf bagi pelaku narkoba di negeri ini.

Pencitraan Presiden?

Kepastian waktu eksekusi 11 terpidana mati kasus narkoba di LP Nusakambangan masih menggantung. Belum ada kepastian pelaksanaan eksekusi tersebut, sehingga memancing bermacam kritik. Salah satunya, menganggap isu hukuman mati itu mengangkat citra Presiden Jokowi sebagai pimpinan eksekutif yang konsisten menegakkan kedaulatan hukum.

Seperti dikutip Sindonews, mantan Juru Bicara Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi, bahwa menggantungnya rencana eksekusi hukuman mati itu karena tekanan dari pemerintah Australia yang meminta agar duo Bali Nine tidak dieksekusi. Adhie menduga, ada kesalahan dalam perintah eksekusi yang dianggap sebagai salah satu faktor menggantungnya proses eksekusi. Kondisi tersebut oleh Adhie dituding sebagai ajang pencitraan presiden.

“Pencitraan terhadap nyawa orang itu fatal, sudah bar-bar,” kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu.
Penundaan pelaksanaan eksekusi mati bukan tanpa alasan, jelas Jaksa Agung HM Prasetyo, melainkan karena ada gugatan hukum tidak lazim yang dilakukan sejumlah terpidana mati ke PTUN.

“Masih ada proses hukum baru yang masih harus kita tunggu,” ungkap Prasetyo. Ia pun belum bisa memprediksi berapa lama waktu penundaan tersebut berlangsung. Harapannya, proses eksekusi yang sudah mencapai 95 persen itu dapat segera terlaksana. “Kita harapkan secepatnya akan segera tuntas proses hukumnya.”

Prasetyo pun menampik penundaan tersebut disebabkan karena banyaknya tekanan dari pihak asing. Adapun yang terjadi, kata dia, pemerintah tetap melaksanakan kedaulatan hukum bangsa Indonesia. ”Tidak ada tekanan. Ditekan pun, kita tetap jalan terus,” tegasnya.

Di Indonesia, 50 orang meninggal setiap hari karena narkoba. Jumlah tersebut berlipat hingga 12.044 jiwa per tahun. Tahun 2014 yang lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat ada 4,5 juta jiwa yang mengonsumsi narkoba. Negara pun harus menanggung kerugian sebesar Rp 50 triliun per tahun akibat hancurnya generasi muda akibat penggunaan narkoba.

Hukuman mati memang bukan satu-satunya vonis yang bisa ditimpakan pada terdakwa kasus narkoba. Bagi para pengguna narkoba, konsekuensi hukum yang dihadapi bisa berupa rehabilitasi dan juga hukuman penjara.

Namun bagi kurir, bandar dan sindikat narkoba internasional, hukuman mati diharapkan mampu membuat mereka berpikir ulang untuk mengedarkan barang haram itu di Indonesia. (1001)

Pelaksanaan Hukuman mati 10 tahun terakhir

2015
Rani Andriani
Namaona Denis (Malawi)
Ang Kim Soe (Belanda)
Marco Archer Cardoso (Brazil)
M. Adami Walson (Malawi)
Tran Thi Bich Hanh (Vietnam)

2013
Muhamad Abdul Hafeez (Pakistan) Narkoba
Suryadi Swabuana (Pembunuhan berencana)
Jurit Abidin Abdulah (pembunuhan berencana)
Ibrahim bin Ujang (pembunuhan berencana)
Daniel Enemo (Nigeria) Narkoba

2008
Amrozi (teroris)
Imam Samudera (teroris)
Muklas (teroris)
Rio Alex Bullo (pembunuhan berencana)
Usep alias TB Yusuf Maulana (pembunuhan berencana)
Sumiarsih (pembunuhan berencana)
Sugeng (pembunuhan berencana)
Ahmad Suraji alias Dukun AS (pembunuhan berencana)
Samuel Iwuchukuwu Okoye (Nigeria) narkoba
Hansen Anthony Nwaliosa (Nigeria) narkoba

2007
Ayub Bulubili (pembunuhan berencana)
Fabianus Tibo (pembunuhan berencana)
Martinus Riwu (pembunuhan berencana)
Dominggus Dasilva (pembunuhan berencana)

2005
Astini (pembunuhan berencana)
Turmudi (pembunuhan berencana)
Ayodya Prasad Chaubey (India) Narkoba
Saelow Prasad (India) narkoba
Namsong Sirilak (Thailand) narkoba.

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/76179

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

jason_yau_lie

 

 

 

 

kabari store pic 1