Namanya Luluk Sumiarso. Seperti orang Jawa kebanyakan, pria jebolan University of Pennsylvania USA jurusan Energy Management and Policy ini murah senyum dan berpembawaaan tenang. Dalam dirinya melekat dua identitas, sebagai birokrat dan seniman.

Sebagai
birokrat, Luluk bukan pegawai sembarangan, dia pernah menduduki
posisi-posisi penting. Seperti Direktur Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi, Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi dan terakhir
menjadi Komisaris PT. Pusri Palembang, sebuah perusahaan pupuk milik
pemerintah.

Yang menarik, ditengah kesibukannya yang
padat, Luluk Sumiarso tak penah lupa untuk berkesenian, terutama
ketoprak. Ketoprak adalah sejenis pertunjukan tradisional yang berasal
dan tubuh subur di tanah Jawa.

Sampai saat ini Luluk
dengan Paguyuban Puspo Budoyo, yang dibina bersama beberapa sahabat
dekat dan diketuai istrinya, Lies, telah mementaskan sedikitnya 33
pergelaran, terdiri atas 26 ketoprak, 4 ludruk, 2 wayang orang, dan
sekali lenong.

Menurut Luluk, komitmennya pada seni budaya
tradisional itu lahir dari keprihatinan, bahwa seni tradisi semakin
kehilangan daya tarik. Menonton saja enggan, apalagi menjadi pemain
atau membiayai pagelaran.

Mengajak Para Tokoh

Di
tengah keprihatinan itu, pada tahun 2005, saat Luluk menjadi Sekjen
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, datanglah Aries Mukadi,
mantan anggota grup Ketoprak Humor yang disutradarai alm. Timbul. Ia
menyampaikan bahwa setelah ketoprak humor berhenti tayang di sebuah
televisi swasta, kelompok itu tak punya penghasilan.

Luluk
kemudian mau menolong tapi dengan caranya sendiri, yakni tetap
menggunakan pendekatan humor tapi dengan mengajak para tokoh main
ketoprak. Mereka yang pernah ikut antara lain Ketua Mahkamah
Konstitusi, beberapa menteri dan mantan menteri, deputi gubernur BI,
gubernur, dirjen, komisaris, dirut, serta para direksi Badan usaha
Milik Negara (BUMN). Pernah pula dia mengajak rektor, guru besar, para
eksekutif perusahaan swasta, kalangan media, bahkan ekspatriat untuk
bermain ketoprak.

Sebetulnya persoalan pentingnya bukan
pada keberhasilan Luluk mengajak para tokoh bermain ketoprak. Tetapi
dengan apa yang tampaknya dilakukan dalam suasana pertemanan itu,
sesungguhnya Luluk berhasil mengatasi beberapa tantangan, terutama
menyangkut dana dan penonton.

Dengan mengajak dan
melibatkan para tokoh ikut bermain dalam pertunjukannya, perusahaan
atau kolega tokoh itu pun mau diajak mensponsori atau membiayai
pergelaran, baik melalui dana corporate social responsibility (CSR) maupun dari kocek sendiri.

Lalu,
kolega dan keluarga mereka juga ikut menonton. Dengan cara ini, selain
penontonnya ada, tontonan yang semula dicitrakan untuk kalangan
menengah ke bawah secara bertahap diubah menjadi tontonan menengah ke
atas.

Cara ini terbukti ampuh. Kesenian tradisi seperti
mendapatkan ruangnya kembali untuk hidup. Pun bagi para tokoh yang
diajak Luluk, mereka bukan saja senang bisa ikut-ikutan ‘ngetop’ di
panggung ketoprak, tetapi juga secara langsung maupun tidak membuat
mereka menyadari pentingnya arti mencintai kesenian tradisi.

Mengapa
memilih Ketoprak humor, Luluk sepertinya punya alasan sendiri. Tapi
yang jelas bagi Luluk, “Ketoprak humor lebih pas dan sampai kepada
penonton.” ujarnya.

Dengan mengusung humor, memang dialog
lebih mengalir lancar, karena lebih banyak mengandalkan improvisasi
pemain. Apalagi mereka notebene tokoh atau pejabat, banyak yang jarang
mengikuti latihan secara intens mengingat kesibukan mereka. Maka
dialog-dialog ‘tak terduga’ dari mulut mereka menjadi hiburan yang
alami, dan ini ternyata disukai penonton.

Dari segi honor,
para pemain ‘cabutan’ ini justru tak dibayar. Bahkan sempat muncul
canda, ”Kalau seniman profesional setelah main dibayar, tapi kalau para
tokoh setelah main malah membayar.” kata Luluk.

Luluk juga
melihat, para tokoh yang biasanya tampak formal ternyata bisa lepas dan
‘mbanyol’ di panggung. Banyak pula dari mereka yang justru bangga
dengan kostum kebesaran ketoprak atau wayang, lalu membuat foto dengan
kostum tersebut untuk dipasang di kantor atau facebook.

Apa
yang dilakukan Luluk Sumiarso, sungguh menjadi inspirasi bagi banyak
orang. Bahwa berkesenian adalah bagian penting dalam kehidupan
seseorang, tak peduli betapapun tinggi jabatannya. (yayat)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33120

Untuk melihat Berita Indonesia / Profil lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket