Dalam acara bedah buku karangannya yang berjudul Does ASEAN Matter? A View From Within, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa melontarkan kritik pada ASEAN yang dinilainya kehilangan taring dalam kancah diplomasi global. Ia lantas mencontohkan penanganan konflik di Rakhine (Myanmar) yang banyak memakan korban sipil dari kelompok etnis Rohingya. Pada pembahasan hasil temuan tim pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai kasus pembantaian Rohingya di Myanmar, nama ASEAN bahkan sama sekali tidak disebut saat forum debat di Dewan Keamanan (DK) PBB. Bercermin pada fenomena tersebut, diplomat kelahiran Bandung 55 tahun silam itu mengaku khawatir akan masa depan ASEAN yang kini dipandang sebelah mata atau bahkan tidak dianggap. Ia menekankan bahwa prinsip non-interference yang dianut oleh antarsesama negara anggota ASEAN sebaiknya tidak disamakan dengan no-action (berdiam diri), terutama saat ada gejolak dalam kawasan. Menurutnya, instrumen-instrumen diplomasi yang ada kurang dimanfaatkan sehingga negara-negara anggota tidak lagi mencerminkan ASEAN yang dapat diandalkan untuk melahirkan sebuah solusi diplomasi.

Meski demikian, Marty mendukung usaha ASEAN yang kini tengah merancang draf dokumen negosiasi tentang isu Laut China Selatan. Ia mendorong supaya ASEAN tidak sekedar mengomentari melainkan dapat lebih proaktif dalam usaha mencegah upaya perang dagang yang dimotori oleh Amerika Serikat belakangan. Alumni Universitas Cambridge ini juga menaruh harapan besar agar Indonesia dapat menggunakan platform kepemimpinan secara efektif dan mampu menjadi penggerak sentral saat secara resmi menjadi anggota tidak tetap DK PBB mulai tahun depan.

Sebelum menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2009-2014, Raden Mohammad Marty Natalegawa periode 2002-2005 merupakan Direktur Jenderal bidang Kerjasama di Departemen Luar Negeri ASEAN untuk Indonesia. Saat ini, ia merupakan salah satu anggota dalam bidang Mediasi Dewan Penasehat Tingkat Tinggi Sekretaris Jenderal PBB di Indonesia dan menjabat pula sebagai Penasehat Eksternal dari Tim Majelis Umum Presiden PBB.