Gaung film ROMA telah terdengar sejak film tersebut diputar di beberapa festival film internasional, terutama setelah berhasil meraih penghargaan utama Golden Lion Award di Venice Film Festival. Perkembangan terakhir bahkan menunjukkan bahwa karya layar lebar yang disutradarai oleh Alfonso Cuaron ini mampu menembus nominasi Golden Globes and Piala Oscar 2019 untuk kategori Film Bahasa Asing Terbaik.

Alfonso Cuaron (dok. getty Images)

Belum lama ini, tim Netflix mengundang para praktisi Hollywood untuk menghadiri acara ROMA Experience Day. Dalam acara tersebut, hadirin diajak untuk mendengar presentasi Alfonso Cuaron dan timnya sekaligus mengunjungi pameran set film tersebut. Berikut beberapa fakta menarik mengenai ROMA sebagaimana dipaparkan oleh Alfonso pada kesempatan tersebut:

Italia Meksiko 

Judul film tersebut diambil dari nama distrik Colonia Roma di Kota Meksiko, sebuah daerah di mana seorang Alfonso Cuaron berasal. Mengambil latar awal tahun 1970an, karya layar lebar tersebut tidak lain merupakan sebuah semi-autobiografi Alfonso Cuaron.

Untuk Libo

Alfonso mendedikasikan ROMA untuk seorang wanita bernama Libo, seorang penjaga anak dan pembantu rumah tangga yang menginspirasi sosok Cleo dalam film ini,. Oleh karena itu, film tersebut mengikuti kehidupan Cleo selain juga menampilkan perjalanan Alfonso kecil yang tumbuh dewasa di sebuah keluarga kelas menengah dalam komunitas Kota Meksiko.

Projek Impian

Keinginan Alfonso untuk memproyeksikan idenya tentang ROMA pada sebuah layar lebar telah tercetus sejak 16 tahun silam. Namun demikian, ia terpaksa harus mengubur keinginannya tersebut hingga ia meraih sukses sebagai sutradara kenamaan Hollywood melalui film Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, Children of Men, dan Gravity. Ia bahkan berhasil membawa pulang Piala Oscar pada tahun 2014 dan menjadi sutradara Latin pertama yang meraih penghargaan tersebut.

Multi Peran

Begitu spesialnya projek ini, sampai-sampai seorang legenda Hollywood yang bernama Alfonso Cuaron rela turun gunung sebagai produser, sutradara, penulis, editor, sekaligus sinematografer film tersebut.

Hitam Putih

Berbeda dengan film-filmnya yang terdahulu, ROMA tampil dalam format hitam putih. Dalam presentasinya pada perhelatan ROMA Experience Day di LA baru-baru ini, Alfonso mengungkapkan bahwa ia menyajikan film hitam putih kontemporer dengan tujuan membuat film moderen tentang sebuah kisah masa lalu.

Tanpa Skenario

Sebelum memulai proses syuting, Alfonso mengambil sebuah keputusan yang tidak lumrah yaitu tidak membagikan naskah skenario kepada siapa pun, termasuk para pemeran dan kru. Sebagai gantinya, ia hanya memberi memo untuk dialog para pemeran dan instruksi verbal untuk memberi konteks pada setiap adegan. Melalui pendekatan tersebut, Alfonso mengaku ingin mendapatkan reaksi autentik dari para pemeran dan melihat sebuah keindahan dalam kekacauan (beauty in chaos).

Tanpa Konsultasi

Selama 25 tahun terakhir, Alfonso selalu memulai projeknya dengan sebuah ritual, yakni berdiskusi dengan 2 sahabat dekatnya, sesama sutradara Guillermo del Toro dan Alejandro Gonzalez Inarritu. Namun, ia tidak melakukan ritual itu saat menyempurnakan visi untuk film ROMA karena ia tidak mau ada pihak manapun yang mencoba untuk menebak naluri bawah sadarnya dan mengalihkan perhatiannya dari esensi film tersebut.

Tantangan Terbesar

Menurut Alfonso, tantangan terbesar yang dihadapinya dalam proses syuting yang memakan waktu selama 108 hari tersebut justru muncul pada adegan yang terlihat sederhana. Ia lantas mencontohkan betapa rumitnya persiapan syuting adegan di mana Cleo tampak mematikan lampu di berbagai sudut rumah. Pihaknya mengaku harus mempersiapkan 45 posisi kamera yang berbeda demi mendapatkan gambar yang sempurna dan tidak terkesan sepotong-sepotong.

Foto Cover Poster film ROMA (dok. Netflix)