Sebuah kisah keluarga

Sampai detik ini Aku belum mendapatkan keadilan untuk keluargaku …

Namaku Michael Patrick Donnely, berasal dari Los Angeles, Amerika Serikat. Aku gemar traveling,
salah satu tujuan favoritku adalah Bali. Aku pertama ke Bali tahun
1978. Di Pulau Dewata itu aku berkenalan dengan seorang gadis Bali yang
memikat hatiku.

Seperti dalam dongeng romantis, ternyata dia juga mencintaiku dan
bersedia menjadi istriku. Kami akhirnya menikah di Los Angeles pada
1985. Dua tahun di Los Angeles, kami memutuskan pindah ke Bali tahun
1987 untuk memulai hidup baru.

Di Bali kami membangun perusahaan bersama, aku merasa beruntung
memiliki istri yang pandai, sehingga perusahaan berjalan lancar dan
menghasilkan untung yang lumayan. Kebahagiaan kami bertambah sempurna
ketika dua anak lelaki yang lucu lahir. Semuanya tampak begitu indah
dan sempurna.

Tapi itu hanya tampak di luarnya saja, kebahagiaan yang aku dapatkan
hanyalah kebahagiaan semu. Karena ternyata istriku telah menyiapkan
skenario yang akan menghancurkan mahligai perkawinan kami sendiri.
Bahkan sejak anak-anak kami belum lahir pun, dia diam-diam membuat
dokumen palsu terkait statusnya dan status rumah tangga kami. Dia
menjalankan hidup ganda sebagai wanita yang berdomisili di kota
Tabanan, kota satu jam naik mobil dari rumah kami di Sanur, sekaligus
tinggal bersamaku sebagai ibu dari anak-anakku.

Aku sendiri tak mengerti mengapa dia setega itu terhadapku, lelaki
yang telah mendampinginya selama bertahun-tahun. Tanpa alasan jelas,
dia menggugat cerai dengan memakai dokumen dan identitas ganda itu di
Bali pada 2005. Dalam dokumen itu disebutkan kami menikah di Tabanan
pada tahun 1996. Padahal kami menikah di Los Angeles.

Sampai akhirnya aku tahu bahwa ternyata dia memiliki pria idaman
lain, yang menurut pengamatanku, ini semua akibat dipengaruhi olehnya.
Dia ingin mencampakan diriku lalu merebut harta dan anak-anakku.

Dengan upaya yang telah direkayasa, antara pengadilan, saksi, dan
pengacaraku sendiri, dia mendapatkan surat cerai berdasarkan dokumen
palsu. Putusan cerai itu memperkuat perkawinan pada 1996, dan implikasi
hukumnya anak-anak menjadi terlahir di luar ikatan perkawinan. Sehingga
aku kehilangan hak ayah, anak-anak kehilangan kewarganegaraan AS
mereka, dan semua aset keluarga kami menjadi miliknya karena seolah
harta sebelum kawin.

Padahal menurut perkawinan resmi tahun 1985 di Los Angeles
seharusnya harta gono-gini dibagi dua. Belakangan baru kuketahui,
rupanya hal seperti sering terjadi di Bali. Puluhan investor asing
setiap tahun pulang ke negara asalnya setelah ditipu mentah-mentah,
seperti diriku.

Dengan harta yang tersisa, aku mencoba melawan, mereka juga menekan
saya untuk meninggalkan Indonesia. Tapi aku tak ingin meninggalkan
anak-anak. Aku lalu menyewa pengacara baru, dan melakukan banding ke
Pengadilan Tinggi lalu ke Mahkamah Agung. Aku juga melaporkan kejahatan
penipuan, sumpah palsu dan dokumen palsu kepada penyidik di Polda Bali.

Polda Bali berhasil menguak kasus pemalsuan dokumen yang dilakukan
istriku. Berkasnya lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi untuk
penuntutan. Tetapi rupanya dia dan pendukungnya mendapat kembali
kontrol aparat hukum di Bali. Kejaksaan menolak berkas tanpa alasan
jelas, dan kasus ini dioper kesana-kemari antara Kejaksaan dan Polda
Bali. Aku catat sedikitnya 13 kali selama satu tahun, kasus ini
diping-pong. Sampai akhirnya Polda Bali menghentikannya sama sekali.

Selama dua tahun aku berjuang di Bali dengan hati yang remuk. Harta
habis dan anak-anak terlantar. Orang-orang suruhan mantan istriku juga
mulai melancarkan ancaman pembunuhan kepadaku. Mereka ingin aku segera
pergi dari Indonesia.

Bukannya aku tak ingin bertahan dan terus berjuang, tapi demi
keselamatan dua anakku, akhirnya kami harus meninggalkan Bali. Dalam
suatu kesempatan, kami bertiga berhasil meinggalkan Bali dan mengungsi
ke Los Angeles pada tahun 2007. Waktu itu kami nyaris tak membawa
harta. Dalam benakku, harta bisa dicari kemudian, yang penting
anak-anak selamat.

Selama sembilan bulan setelah kami mengungsi ke California, istriku
sama sekali menolak permintaanku untuk merunding atau berkomunikasi.
Dia sudah ambil semuanya, perusahaan, harta keluarga dan rekening bank
kami.

Bersambung…

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34601

Untuk
melihat Berita Indonesia / Kisah lainnya, Klik
disini

Klik disini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar
di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported
by :