Meski berbeda propinsi, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) sangat penting bagi Jakarta. Kota Bogor, Depok, Bekasi yang masuk Provinsi Jawa Barat dan Tangerang di Provinsi Banten adalah kota satelit atau kota penyangga bagi Jakarta.

Diperkirakan hampir setengah dari pekerja Ibukota tinggal di kota-kota yang mengelilingi Jakarta mulai dari arah timur, selatan dan barat itu (lihat peta). Mereka terpaksa tinggal di pinggiran kota karena lahan di Jakarta sudah sesak dan mahal.

Mereka disebut penglaju (commuter), atau orang yang setiap hari pulang-pergi ke luar dan ke dalam kota menggunakan bermacam transportasi.

Ironisnya, Jakarta belum memiliki sarana tranportasi massal memadai. Kereta api Commuter line miliki PT KAI adalah satu-satunya angkutan massal yang ada. Tapi kondisinya belum memuaskan.

Untuk kelas Ekonomi AC seharga Rp 6.500/orang, penuh sesak dan jadwalnya sering terlambat, apalagi yang kelas Ekonomi non AC (tiket Rp 1.500), jauh dari nyaman. Tapi apa hendak dikata, mau tidak mau ya mesti naik, daripada jalan kaki.

Ada juga yang memilih naik sepeda motor. Alasannya lebih irit waktu dan ongkos. Dari Bekasi Timur misalnya, paling lama satu jam sudah sampai di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Bensinnya? 2,5 liter atau sekitar Rp 10.000 sudah cukup untuk bolak-balik. Tidak heran, pagi dan sore suasana jalanan di Jakarta sesak oleh sepeda motor.

*Keliling Jakarta lewat JORR*

Untuk akses kendaraan, Jakarta sudah punya Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR). JORR merupakan rangkaian jalan tol yang melingkari bagian luar kota Jakarta (lihat peta).

Tujuan pembangunan JORR ini untuk membagi kepadatan lalu lintas jalan tol di dalam kota. Sebelum ada JORR, kendaraan dari arah timur (Bekasi) yang ingin menuju barat (Tangerang) harus menembus jalan tengah kota. Sekarang tidak lagi, mereka melingkari bagian luar kota.

Tepat pukul sepuluh pagi staf redaksi’ Kabari’ berangkat menggunakan mobil mencicipi rute JORR. Rute pertama yang dipilih adalah jalur JORR Cilincing-Rorotan di Jakarta Utara dan masuk dari Tanjung Priok. Mobil kami terus mengikuti JORR lewat Cakung Utara-Cakung Selatan-Bintara sampai daerah Kalimalang di Jakarta Timur.

Dari Kalimalang kita bisa keluar tol menuju Bekasi. Sebelumnya di Cakung atau di Bintara bisa juga keluar ke Bekasi, tapi kendaraan yang bakal ditemui di sana relatif besar-besar seperti truk tronton, karena dekat daerah kawasan industri. Jadi lebih baik keluar di Kalimalang.

Dari Kalimalang kami menyusuri kota Bekasi. Bekasi Timur lalu ke Bekasi Barat. Kami hanya berputar ke ke pusat Kota Bekasi dimana terdapat Mesjid Agung Al Barkah yang terkenal dengan Kubah berwarna birunya.

Di Bekasi banyak terdapat perumahan. Mulai dari kelas premium, menengah, hingga rumah BTN sederhana dengan luas rumah minimal 60 meter persegi.

Dari bekasi kami kembali ke Kalimalang dan mengisi perut di rumah makan Pecel Lele Lela. Selesai makan, kami masuk JORR lagi di Kalimalang melalui Cikunir.

Rutenya adalah Cikunir-Jatiasih-Jatiwarna (masih daerah Bekasi). Di ruas ini, kita bisa melanjutkan perjalanan ke luar kota. Yaitu masuk ke tol Cikampek menuju Karawang, Cirebon atau Bandung. Jalur ini dikenal dengan jalur utara.

Tetapi kami melaju ke arah Bambu Apus-Pasar Rebo-Kampung Rambutan yang sudah masuk wilayah Jakarta Timur. Dari Tol Kampung Rambutan ini kita juga bisa menuju ke tol Jagorawi (singkatan Jakarta Bogor Ciawi) yang tembusnya ke Ciawi, Puncak, Bogor atau Sukabumi.Inilah yang disebut jalur selatan.

Selanjutnya kami melewati ruas JORR Kampung Rambutan-Lenteng Agung. Lewat tol kami menyusuri Jalan Margonda Raya Depok yang merupakan jalan utama kota Depok dan bisa tembus ke Bogor.

Di jalan inilah terdapat kampus Universitas Indonesia (UI) yang luasnya 300 hektar dan didalamnya terdapat enam danau buatan yang luas. Di kanan kiri jalan, banyak terdapat restoran, factory outlet, bengkel, sampai internet rental dan rumah indekost.

Depok tergolong kota kecil, namun pembangunannya sungguh pesat. Bermacam _mall_ megah berdiri di sini, ada DETOS (Depok Town Square), Margo City, atau ITC Depok.

Awalnya Depok merupakan sebuah dusun terpencil ditengah hutan belantara dan semak belukar. Pada 18 Mei 1696 seorang pejabat tinggi VOC(Verenigde Oostindische Compagnie – Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) Cornelis Chastelein, membeli tanah yang meliputi daerah Depok serta sedikit wilayah Jakarta Selatan, Ratujaya dan Bojonggede.

Chastelein membuka kebun di sini. Selain itu ia juga menyebarluaskan agama Kristen kepada para pekerjanya, lewat sebuah Padepokan Kristiani. Padepokan ini bernama De Eerste Protestante Organisatie van Christenen_(Organisasi Pertama Kristen Protestan) disingkat DEPOC atau DEPOK.

Dari Depok kami berencana terus ke arah Parung hingga tembus ke kota Bogor. Kemudian kami kembali masuk tol Lenteng Agung dan selanjutnya terus ke Pondok Indah, Ciputat dan keluar di Veteran.

Berhubung tol Ulujami-Puri Indah yang dikenal dengan nama JORR West-2 Utara belum selesai, dari Veteran kami ke Tanah Kusir-Rempoa menuju Meruya. Tujuan kami adalah Tangerang yang terletak di barat kota Jakarta.

Tol Meruya atau Tomang merupakan tol dalam kota yang terhubung ke arah Lippo Karawaci Tangerang. Jika terus akan tembus ke Cilegon, Merak dan Labuhan, Propinsi Banten. Kami memilih masuk jalur dalam kota melalui Jalan Daan Mogot-Cengkareng.

Jalan ini merupakan salah satu akses ke Bandara Internasional Soekarno Hatta selain tol. Pengendara motor yang ingin masuk ke bandara biasanya lewat disini.

Setelah kira-kira 45 menit menyusuri jalan tersebut, kami masuk ke kota Tangerang. Batas Tangerang dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang (daerah tingkat II) dan merupakan kota terbesar di Propinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan perkotaan Jabodetabek setelah Jakarta.

Tangerang memiliki jumlah komunitas Tionghoa yang cukup besar. Di sini juga terletak perkampungan Cina Benteng. Dulu Tangerang merupakan salah satu wilayah perkebunan yang berawa-rawa, tapi sekarang telah dikembangkan menjadi kawasan sub-urban seperti Lippo Village.

Dulu Tangerang termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Banten namun dikuasai Belanda pada jaman kolonial. Tangerang dikenal juga dengan Kota Benteng. Saat ini terdapat Museum Benteng yang masih terawat di Jalan Cilame No.20, Pasar Lama, Tangerang. Arsitekturnya tradisional Tionghoa, dibangun sekitar pertengahan abad ke-17 dan merupakan salah satu bangunan tertua di kota ini.

Di lokasi Benteng inilah zero pointnya kota Tangerang, karena disinilah cikal bakal membentuk pusat kota Tangerang yang dulu disebut Kota Benteng.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Setelah menikmati bubur ayam dan segelas teh manis di depan alun-alun kota Tangerang, kami pun putar balik ke Jakarta lewat Jl.Daan Mogot.

Sepanjang perjalanan pulang, semakin terekam jelas bagaimana kota-kota satelit yang baru saja kami kunjungi itu, mendenyutkan nadi kota Jakarta. ( RVD )