Nimas-1KabariNews – Jarak dan perbedaan kultur tak mampu mengalihkan kekuatan cinta. Cinta bersemi dan tumbuh seiring komitmen meski berbeda negara. Bagi sebagian pasangan, justru perbedaan semakin menyatukan kedua insan untuk saling melengkapi dan saling belajar memahami. Berawal dari perkenalan yang tak disengaja, berteman lalu menjadi lebih dekat dan akhirnya memutuskan untuk membangun bahtera rumah tangga. Seperti Nita Mulyasari, wanita asal Gresik yang kini menambatkan hatinya pada pria asal Amerika Serikat. Tanpa ragu, dengan kekuatan cinta yang pupuknya selama 4 tahun menjalin kasih, akhirnya Nita bersedia dipersunting Jeffrey Thomas Menzies.

Nimas, begitu biasa ia disapa pasti tahu salah satu konsekuensi menikah dengan pria warga negara asing yaitu, ikut sang suami kemana pun dia ditugaskan. Kebetulan Jeffrey bekerja sebagai staf security department state Washington DC yang kala itu bertugas di Konsulat Jenderal Amerika di Surabaya. Tentu keberadaan Jeffrey di Indonesia dalam masa tugas, dan sudah pasti akan pindah (ditugaskan) ke berbagai negara lain atau kembali ke AS. Namun jarak bukan masalah, rasa sayang pada Jeffrey semakin tumbuh dan akhirnya keduanya resmi menikah di Gresik pada 2014.

“Awalnya takut diboyong ke negara asalnya karena pastikan jauh dari keluarga. Tapi berjalannya waktu aku yakin. Aku pun jelasin ke orang tua tentang dia (Jeffrey) orang baik dan kami pun direstui” kata Nimas pada Kabari.

Cinta datang dari mata turun lalu ke hati, pepatah itu pas dengan kisah cinta Nimas. Bicara soal cinta tak pernah ada habisnya, memang cinta itu sesuatu hal yang sangat unik, sesuatu yang katanya adalah perasaan. Suatu perasaan yang membuat orang melayang dan tersipu malu. Sejak petemuan tak sengaja ditempatnya bekerja di salah satu beauty center di Surabaya, Nimas sudah menyadari bahwa Jeffrey menaruh hati padanya. “Awal ketemu sih biasa aja, tapi kok setiap weekend datang, trus ngajak dinner, nonton. Wah jangan-jangan suka nih mas bule” papar Nimas.

Nimas-3Bertemu pada 2010, kala itu Jeffrey mengunjungi beauty center untuk mendapatkan perawatan laser punggung. “Dia costumer di tempatku kerja, datang mau perawatan laser punggung untuk hilangin bulu-bulu halus karena dia mau tato di punggung katanya. Dari situ aku kenal. Ngga sengaja awalnya” ungkapnya lagi. Menyadari Jeffrey punya perasaan, Nimas pun menyambut, meski diakuinya saat pacaran dulu suaminya tidak pernah mengungkapkan perasaan padanya. Semua mengalir begitu saja, sampai akhirnya ia harus rela ditinggal pindah tugas dan menjalani hubungan jarak jauh. Empat tahun bukan waktu yang singkat untuk saling mengenal, meski jarak dan waktu membatasi keduanya. Beruntung teknologi semakin canggih, komunikasi dua benua pun tetap terjalin. “Kita tetep komunikasi, by whatApp, skype, cerita tentang keseharian, lepas kangen juga. Zaman kan udah canggih jadi jarak bukan masalah serius buat kami” kenangnya.

Di mata Nimas, Jeffrey adalah pria yang bertanggung jawab, perhatian dan sangat perduli, mulai dari masa pacaran sampai kehidupan menikah sekarang ini sikap Jeffrey terhadapnya tidak berubah. “Kalau orang Jawa bilang ‘ngemong’ (penyayang, red). Dia juga bertanggung jawab, itu yang paling aku suka” Dalam perbincangan singkat dengan Kabari, Nimas tak bisa menggambarkan bagaimana rasa cintanya karena saking berbunga-bunga, sesekali ia tertawa kecil saat mengingat masa-masa indah dulu bertemu sang suami. “Aku dilamar kaya di film-film mbak, seperti mimpi. Suasana romantis di sebuah restoran, sambil berlutut dia bilang ‘would you merry me?’, haduh kalau inget masih deg-degan sampai sekarang” ujarnya tersipu malu.

Keseriusan cinta Jeffrey bersambut, keluarga pun mendukung. Tahun 2014 keduanya melangsungkan pernikahan agama di Gresik, Indonesia, menyusul 1,5 tahun kemudian keduanya mencatatkan pernikahan resmi mereka di negara asal Jeffrey, Amerika Serikat. Nimas mengaku butuh kesabaran ekstra untuk mendaftarkan pernikahan mereka di AS, proses administrasi dan visa tidak mudah karena semua dokumen wajib diverifikasi, pasalnya Jeffrey bekerja sebagai salah satu staf security di Departement State Washington DC. “Prosesnya agak lama memang, tapi sekarang udah beres semua, dan aku sekarang tinggal di Manassas, Virginia, AS sudah 1,5 tahun”.

NimasKehadiran buah hati Thomas Putra Menzies menambah kehangatan keluarga kecil. Meski jauh dari Tanah Air, sebisa mungkin Nimas mengenalkan tentang Indonesia melalui bahasa. dan bahasa pada putra semata wayangnya. “Oh iya, saya pakai 3 bahasa, bahasa indonesia, bahasa inggris dan bahasa Jawa, hahahaha… Bagaimana juga dia juga keturunan Indonesia harus tahu negara asal ibunya” kata wanita yang hobi masak itu. Tak hanya itu saja, ia pun mengenalkan putranya dengan masakan khas Indonesia. “Masakan juga, dia suka masakan indonesia, aku sering masakan buat anakku. Bagaimana juga orang Indonesia pasti suka gurih, manis. Untuk bapaknya saya masakin beda lagi he he he” imbuhnya.

Saat ini kesibukannya tidak hanya mengurus anak, Nimas yang sejak dulu menyukai seni mengisi waktu luangnya dengan membuka bisnis yang diberi nama Nimas Galleria. Pikirnya tidak salah memulai bisnis dari hobi, dan ternyata peluang usaha ini cukup menjanjikan. Bisnis yang awalnya cobacoba kini ditekuninya. “Aku suka. Lihat suami juga suka sekali benda-benda etnik, seperti topeng, wayang, ukir-ukiran, dan ternyata kebanyakan warga lokal sini juga suka yang etnik untuk pajangan rumahnya, dari situ aku mulai melihat pangsa. Alhamdulillah pasarnya bagus” katanya.

Nimas-GalleriaNimas Galleria memang baru dirintis. Meski belum genap satu bulan dipromosikan secara online, wanita penyuka traveling ini sudah menerima banyak pesanan. Tak ingin berorentasi pada bisnis saja, usahanya ini menjadi salah cara bagi dirinya untuk mengenalkan budaya Indonesia di Amerika, sekaligus memberdayakan para pengrajin. “Nimas Galleria aku buat karena kecintaanku pada Indonesia, seni dan budaya yang sudah seharusnya dibanggakan dan kenalkan” katanya.

Nimas Galleria menawarkan aneka busana batik, tas, topeng, wayang, kalung-kalung etnik, pajangan dari ukiran kayu. Semua kerajinan tersebut diklaim berasal dari Indonesia. “Semua 100 persen handmade, orang sini (warga lokal AS) sangat suka”. Tak ingin muluk-muluk Nimas berharap, usahanya ini dapat diterima dan mengangkat seni budaya Indonesia. “Semoga usaha ini juga bisa mensejahterakan para pengerajin di Tanah Air” pungkasnya. (1001)