Hafiza Bersama Ibu-ibu pekerjaKabariNews – Ketika banyak orang menjauhi mantan penderita kusta karena dianggap menular, Hafiza dan empat rekannya justru merangkul dengan memberdayakan OYPMK serta merubah suduh pandang mereka untuk hidup secara mandiri dengan tidak mengandalkan pemberian dan belas kasihan orang lain.

Berawal dari tugas kampus, perempuan bernama lengkap Hafiza Elvia Nofitariani tergerak untuk memberdayakan mantan penderita kusta di sebuah perkampungan di Tangerang bernama Sitanala. Fiza, sapaan akrabnya, tak sekadar ingin mencari pengalaman dari tugas kampusnya, tapi dia bersama lima rekannya juga ingin terjun langsung memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung dan dianggap tersisih karena pernah menderita kusta.

Mereka yang lazim disebut sebagai ‘Orang Yang Pernah Mengalami Kusta’ (OYPMK) merasa malu berkumpul lagi bersama keluarganya, sehingga mereka memutuskan tinggal di sekitar rumah sakit. Pekerjaan serabutan pun menjadi pilihan. Tak jarang OYPMK ditolak dan sulit mendapat pekerjaan, karena dianggap dapat menularkan penyakit. Pekerjaan serabutan mereka, ada yang jadi pemulung, tukang sapu jalan atau bahkan mengemis. Berangkat dari kondisi tersebut, lima mahasiswa lulusan Universitas Indonesia itu terpanggil untuk mengubah sudut pandang mereka agar hidup mandiri, tidak mengandalkan pada pemberian dan belas kasihan orang lain.

“Awalnya sulit,” tutur Fiza kepada KABARI. “Butuh sekitar tiga bulan untuk melakukan pendekatan dengan OPYMK, sekaligus memberikan motivasi kalau mereka bisa mandiri dan dihargai. Banyak dari mereka yang ragu, tapi kami terus dan serius meyakinkan mereka hingga akhirnya setuju diberi pelatihan.”

Setiap minggu Fiza dan rekan-rekannya mengunjungi Kampung Sitanala, di mana tempat tersebut banyak dihuni komunitas OYPMK. Di bawah naungan Nalacity Fondation, Fiza sukses membekali ibu-ibu mantan penderita kusta dengan ilmu jahit manik-manik pada jilbab. Mereka diberi bahan langsung dari Nalacity, kemudian mendapat upah yang layak bagi setiap pengerjaan yang mereka lakukan.

Nalacity berawal dari proyek sosial di akhir 2010 yang didirikan oleh lima mahasiswa berprestasi UI. Proyek sosial ini salah satu produk dari Indonesia Leadership Development Program (ILDP), sebuah wadah pelatihan bagi mahasiswa berprestasi UI. Para pendiri Nalacity adalah Alfi Syahriyani, Andrean Senjaya, Arryadhul Qolbi, Hafiza Nofitriani dan Yovita Salysa Aulia.

“Bermula dari hasil pengamatan salah satu rekan kami yang tinggal di Tangerang. Dia melihat banyak mantan penderita kusta di sana, kemudian lahirlah ide untuk membuat pemberdayaan masalah sosial. Kami ingin meningkatkan taraf hidup mereka melalui peningkatan penghasilan, serta meningkatkan rasa percaya diri mereka yang kian menghilang seiring dengan beredar paradigma negatif OYPMK di masyarakat,” paparnya.

Founders of Nalacity

Founders of Nalacity

Berbagai survei pun dilakukan untuk mengetahui latar belakang komunitas OYPMK. “Kondisi mereka yang dianggap ‘menjijikan’ dan tidak bisa bekerja tidaklah tepat! Mereka bisa sama seperti kita meski ada keterbatasan dan kekurangan fisik karena pernah mengidap penyakit kusta. Tapi mereka telah sembuh. Mereka bisa melakukan pekerjaan layaknya orang normal,” tandasnya lagi.

Beberapa kendala pernah dialami. Putri pertama pasangan Anasri dan Noflida.bercerita sedikit tentang kesulitannya saat pendekatan dengan OYPMK.

“Yang paling susah adalah mengubah mind set warga yang akan diberdayakan. Mereka dulu sangat mengandalkan pemberian orang lain, sehingga tidak optimis kalau mereka sebenarnya mampu menata masa depan, khususnya mandiri secara ekonomi.”

Namun, seiring berjalannya dan bukti ketulusan, mereka percaya dan bergabung. Karena keahlian mereka kebanyakan menjahit, makanya mereka pilih untuk membuat produk muslimah, salah satunya jilbab.

Kebutuhan jilbab untuk kalangan muslimah cukup menjanjikan. Jilbab-jilbab Nalacity punya ciri khas berbeda dari produk di pasaran. “Polanya dibuat unik, dihiasi manik untuk memberi kesan elegan, sehingga siapa saja bisa memakainya,” aku Fiza gembira.

Kegiatan sosial mulai berjalan pada 2011. Fiza terus membantu dalam proses pengemasan dan pemasaran. Gadis lulusan Sarjana Keperawatan Universitas Indonesia itu memanfaatkan media online seperti website, twitter, facebook dan instagram untuk memasarkan produk-produk. Siapa menyangka, hasil karya jilbab manik-manik punya nilai jual dan laris di pasaran.

Hafiza bersama Nalacity Foundation meraup omzet lumayan, namun hal yang terpenting bagi Nalacity adalah bisa mengembalikan kepercayaan diri ibu-ibu OPYMK untuk termotivasi dan mandiri. “Kami juga sering ikut bazar. Banyak yang tertarik membeli. Bukan karena kasihan, tapi kualitas jilbabnya memang bagus,” katanya.

Pelatihan yang diberikan bukan hanya memayet hijab, bros dan pakaian saja, melainkan juga membekali warga Sitanala dengan kemampuan merencanakan keuangan agar mampu mengatur keuangan. Keterampilan ini mendapat apresiasi positif dari warga, dan mereka merasa sangat terbantu.

“Sambutan mereka cukup baik. Mereka cukup terbantu dalam mengatur pemasukan dan pengeluaran keuangan,” papar gadis yang mengenakan setelan hijab ungu itu.

Aksi Sosial & Kampanye Kusta

Jilbab kreasi ibu-ibu di Sitanala

Jilbab kreasi ibu-ibu di Sitanala

Saat ini Nalacity telah memberdayakan 20 wanita yang secara aktif diberi pelatihan cara memayet jilbab. Pembagian kerja dilakukan berdasarkan kategori tingkat kesulitan menjahit yang kemudian disesuaikan dengan kemampuan mereka. Ibu-Ibu OYPMK tidak dipungut biaya modal usaha. Sebaliknya mereka malah diberi upah untuk setiap pembuatan jilbab. Sekali produksi dapat menyelesaikan 4-6 jilbab sesuai kemampuan masing-masing.

“Awalnya lama, satu minggu cuma selesai satu jilbab, tapi semua kami sesuaikan dengan kemampuan si ibu. Tidak bisa menargetkan, karena kami mengerti keterbatasan mereka. Tapi sekarang sudah ada peningkatan dan Alhamdulillah produksinya terus bertambah,” ungkap gadis kelahiran 22 September 1990 itu.

Membahas mengenai kusta atau lepra, penyakit ini tergolong menular yang paling sulit ditularkan. Kusta disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan luka penderita kusta. Namun, stigma negatif dan diskriminatif pun tak terelakkan sehingga membuat mereka (OYPMK) tak percaya diri untuk bersosialisasi dengan sekitarnya.

Tak dipungkiri Fiza, dia pun pernah merasa takut dengan penyakit kusta. Namun perasaan takut itu segera ditepis, karena pada kenyataannya penyakit kusta tidak seperti anggapan banyak orang. Berbekal ilmu keperawatan yang dimilikinya, ia menelusuri informasi tentang kusta dan penularannya.

“Penyakit ini menular tapi tidak secara langsung, kecuali kontak luka dengan penderita. Dan inilah yang sebenarnya ingin kami kampanyekan pada masyarakat. Masih banyak masyarakat yang menganggap, bahkan memegang atau menggunakan produk yang dibuat OYPMK dianggap menular, tapi pada kenyataannya tidak,” paparnya.

Hadirnya Nalacity Foundation tak hanya memberdayakan para OYPMK di Kampung Sitanala, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Nalacity juga mengadakan kegiatan sosial tahunan seperti pengobatan gratis, pembagian parsel Idul Fitri, penyediaan hewan qurban, pembangunan masjid dan kegiatan sosial hasil kerjasama dengan LSM. Nalacity Foundation punya tujuan besar, yaitu memberdayakan masyarakat marjinal penyandang difabel untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan mandiri.

Proyek sosial ini membuahkan hasil. Beberapa penghargaan telah diraih oleh Nalacity, di antaranya untuk kategori empat terbaik proyek sosial di Indonesia Leadership Camp 2010, juara dua Fatigon Aksi Semangat Indonesia, dan juara dua Mandiri Bersama Mandiri (MBM) Challenge 2012, dan peserta UI Young and Smart Enterpreneur Program (UIYSEP) 2013. (1001)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/78298

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

intero

 

 

 

 

Kabaristore150x100-2