stasiun bandung 2KabariNews – Ada sebuah lagu anak-anak Indonesia yang berjudul “Naik Kereta Api”. Judul lagu itu mengingatkan kita pada sebuah alat transportasi umum, yaitu kereta api. Pada masa perkembangannya, perkeretaapian di Indonesia pada era tahun 60-an hingga tahun 90-an boleh di bilang lambat. Namun saat ini, wajah perkeretaapian di Indonesia sudah berubah menjadi lebih modern.

Sedikit mengutip dari syair lagu Naik kereta Api,  “ke Bandung….Surabaya….”. Maksudnya bisa menuju ke Bandung atau ke Surabaya dengan menggunakan kereta api. Tentunya yang dimaksud ke Bandung atau Surabaya, adalah dengan terlebih dahulu turun di stasiun kereta api. Salah satunya turun di stasiun Bandung. Tapi tahukah Anda sejarah stasiun Bandung? Nah, kali ini Kabari akan mengupas sejarah stasiun Bandung dengan menghimpun literatur dari berbagai sumber dan dari observasi langsung Kabari.

Suatu hari, pada dekade awal abad ke-19, Gubernur Jenderal kebangsaan Belanda Herman William Daendels atau tepatnya pada tahun 1808-1811, memantau langsung proses pembangunan jalan raya pos di sebuah dusun kecil yang dibelah oleh sungai Cikapundung. Saat itu,  jembatan Cikapundung (kini jalan Asia-Afrika) baru saja rampung dibangun. Disana ia berjalan beberapa puluh meter ke arah Timur dan menancapkan sebuah tongkat, lalu mengucapkan kalimat “Zorg dat als ik terug kom hier een stad is gebeuwd”, yang artinya dalam bahasa Indonesia “Usahakan ketika aku kembali, tempat ini telah dibangun menjadi sebuah kota”. Dan lokasi penancapan tongkat (ada pada halaman kantor Dinas Bina Marga Provensi Jawa Barat), dijadikan sebagai kilometer nol.

stasiun bandung 3Perlahan, namun pasti. Ucapan sang Marsekal terbukti. Dusun kecil itu semakin ramai didatangi orang. Mereka tidak hanya menjadikan dusun itu sebagai tempat untuk bermukim, tetapi juga untuk menjalankan bisnisnya. Terbukti pada tahun 1870, sejumlah pengusaha dari Belanda memutuskan untuk membuka lahan perkebunan. Untuk memperlancar usahanya dan mempercepat arus barang, munculah ide untuk membangun sarana transportasi kereta api. Meskipun demikian, baru pada tanggal 17 Mei 1884, stasiun Bandung diresmikan, pada masa kepemimpinan Bupati Raden Adipati Kusumahdilaga (1874-1893). Kala itu, surat kabar Belanda, Javabode. Melaporkan, ketika stasiun Bandung diresmikan 17 Mei 1884, masyarakat menggelar perayaan dua hari berturut-turut.

Dalam waktu singkat, dibukalah jalur-jalur kereta api ke berbagai tempat., seperti jalur kereta api Bandung-Cicalengka (tanggal 10 September 1884), Cicalengka-Garut (tanggal 15 Agustus 1889), dan Batavia-Surabaya via Bogor-Bandung-Jogjakarta dan Solo (tanggal 1November 1894).

Pada masa itu, tuan tanah atau preangerplanters menggunakan kereta api untuk mengirimkan hasil perkebunan ke Batavia (Jakarta) dengan lebih cepat dan aman. Sebelum adanya sarana kereta api, perjalanan dari Bandung ke Batavia hanya dilakukan menggunakan sado, kahar balon atau kereta pos dengan waktu tempuh selama sekitar 4 hari, ongkos lebih besar, dan keamanan kurang terjamin.

Seiring dengan pengoperasian kereta api, banyak dibangun gudang-gudang untuk menyimpan hasil perkebunan. Gudang-gudang itu tersebar di berbagai tempat, seperti di Cikudapateuh, Kosambi, Kiaracondong, Braga, Pasir Kaliki, Ciroyom, dan Andir.

Pada tahun 1918, dibangun jalur yang menghubungkan stasiun Bandung dengan Rancaekek, Jatinangor, Tanjungsari, hingga Citali. Sementara itu, untuk jalur ke perkebunan dibangun jalur dari Bandung ke Kopo. Setahun kemudian, dibangun pula jalur menuju Citeureup (Dayeuhkolot), Majalaya. Dari Citeureup diteruskan ke Banjaran dan Pengalengan. Pada tahun itu pula, jalur dari Kopo diteruskan ke Ciwedey. Sejak saat itu, Bandung kian ramai.

stasiun bandung 5Ada sedikit catatan, keberadaan jaringan kereta api memicu perkembangan perekonomian dengan pesat. Hal itulah yang menjadi sebab stasiun Bandung memperoleh penghargaan dari pemerintah kota, berupa monumen yang berada tepat di depan stasiun, yaitu di peron Selatan (jalan stasiun Selatan). Saat itu, tugu sebagai monumennya diterangi oleh 1.000 lentera rancangan Ir. EH Dee Roo. Kini, momumen tersebut telah digantikan oleh replika lokomotif uap seri TC 1008 yang dulu digunakan di jalur Batavia-Bandung. Monumen tersebut diberi nama Purwa Aswa Purba.

Pada tahun 1909, bangunan stasiun Bandung diperluas dengan menggunakan jasa arsitek berkebangsaan Belanda, FJA Cousin. Bangunan tersebut bergaya Art Deko, dengan hiasan khas berupa kaca patri. Pada tahun 1990, dibangun peron utara (jalan Kebon Kawung) yang akhirnya saat ini dijadikan sebagai wajah stasiun Bandung. (Yan-Jatim)