Siapa tak tahu keranjang Takakura ? Pegiat bidang lingkungan,
khususnya sampah di Surabaya, Jakarta, Samarinda dan beberapa kota besar
di Indonesia, pasti telah mengenal Keranjang Takakura; Komposter skala
Rumah Tangga. Takakura Home Method dan keranjang Takakura
adalah salah satu hasil temuan Koji Takakura yang merupakan kerjasama
riset antara Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota)
Universitas Surabaya, Kitakyusu International Techno-cooperative
Association (KITA) Jepang, Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintahan kota Kitakyusu – Jepang.

Penemuan Takakura berawal dari konsepsi sederhana; mencari solusi
yang realistis untuk memecahkan masalah timbunan sampah. Penemuan ini
kemudian dikembangkan untuk masyarakat. Salah satu sasarannya adalah
meminimalisasi beban pengelolaan sampah di hilir. Yaitu mengurangi
timbunan sampah yang harus diangkut ke tempat pengolahan akhir (TPA). Penemuan ini akhirnya banyak dipakai di beberapa wilayah di Indonesia. Selain mengurangi pasokan sampah rumahtangga ke TPA,
komposnya dapat dijual oleh ibu-ibu di lingkungan Rukun Warga (RW) atau
kelurahan. Saat ini, banyak pihak yang mulai terbiasa memisahkan sampah
organik dan anorganik. Sampah organik, akan mereka olah menjadi kompos
(lihat box)
Keberhasilan itu diapresiasi oleh lembaga internasional IGES (Institute for Global Environment and Strategy). Pada bulan Februari 2007, IGES
mensponsori studi banding 10 kota dari 10 negara untuk melihat
pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya.
Kota-kota itu ingin mencontoh sistem pengomposan yang dikembangkan oleh
Surabaya dengan bantuan Takakura Composting System.

Keberhasilan Mr. Takakura itu, tidak saja memberikan sumbangsih bagi
teknologi penguraian sampah organik, tetapi juga menjadi inspirasi bagi
pengelolaan sampah berbasis komunitas. Penemuan Takakura ini telah
memperoleh Hak Cipta (Haki) No. P00200600206.

Siapakah sebenarnya Koji Takakura?


Tampilan Takakura memang khas orang Jepang. Matanya sipit, kulitnya
putih dan kalau bicara sangat santun. Sejak beberapa tahun lalu, dia
bersama Tetsuya Ishida, koleganya dari KITA, paling tidak dua bulan sekali, mondar-mandir Kitakyusu – Surabaya.

Kisah awal pada tahun 2001, keterlibatan Takakura untuk riset
komposting di Pusdakota cukup sederhana. Sehari-hari, dia bekerja di JPEC,
perusahaan yang bergerak di bidang pembangkitan listrik di Hyogo,
Jepang. Bidang khususnya adalah pemeliharaan dan penanggulangan polusi
udara dan mengupayakan air bersih.

Tetsuya Ishida, direktur divisi informasi global dari KITA Jepang mengajukan proposal ke JPEC berkaitan dengan tenaga ahli untuk kerjasama di Surabaya. JPEC
pun menunjuk Takakura. Takakura tak membayangkan kalau dirinya akan
sering ke Indonesia karena kerjasama dengan Pusdakota terus diperpanjang
hingga saat ini.

Kota yang bernama Surabaya pun baru ia dengar dari KITA.
Informasi tentang Indonesia pun, sedikit yang sampai kepadanya. Namun
ia mau menerima kontrak tersebut. ”Saya tidak begitu pemilih. Bekerja di
mana pun, yang penting adalah daya adaptasi. Kendati sebelumnya saya
memimpikan bisa menerapkan ilmu di Inggris, Jerman, atau Swedia pada
mulanya. Tapi Surabaya dan Indonesia membuat saya jatuh hati,” ujarnya.

Apa yang membuatnya jatuh hati ? Ternyata karena warga Indonesia
sangat antusias , kompak, dan hangat . ”Saya merasa aman, bagaikan di
negeri sendiri, saat berkunjung ke kampung-kampung di sini,” katanya.
Takakura menceritakan kali pertama sampai di Surabaya. Saat menginjakkan
kaki di sebuah hotel, dia melihat para security membawa pistol dan
senjata tajam. Yang ada dalam pikirannya adalah, Surabaya kota yang
berbahaya. Bahkan polisi pun dengan pistol yang tampak di pinggang,
awalnya, cukup mengkhawatirkannya.

Ia mondar-mandir Jepang-Indonesia. Selain Surabaya, dia juga ke
Semarang, Bali, bahkan Medan dan beberapa kota besar lain. ”Sekarang
saya sudah biasa berhubungan dengan orang Indonesia. Saya tidak lagi
grogi dengan cara berpikir, agama, bahkan makanan yang berbeda. Saya
kini bahkan sudah hapal semua sudut di Tunjungan Plaza Surabaya. Saya
tahu di mana restoran yang paling enak,” ujar Takakura.

Kendati bidang keilmuan yang dikuasainya cukup serius, namun sikap pria
yang semasa kecilnya bercita-cita jadi pembalap ini, jauh dari kesan
serius. Komunitas binaannya juga sangat terkesan dengan sikap hangatnya.
Sesekali ia berdua dengan Tetsuya Ishida datang ke kampung Rungkut,
tempat binaan Pusdakota. Dia melihat-lihat keranjang Takakura yang
dipakai warga.

Warga Rungkut Lor, dengan senang hati menerimanya. Para ibu,
khususnya, senantiasa ingin mengenal lebih dalam ahli kompos ini.
Kendati sudah tahu cara pemakaian keranjang Takakura, namun mereka masih
juga bertanya. Takakura dengan sabar menjawab, ”Begini cara pakainya.
Begini mengaduknya. Begini mencacahnya,” ujarnya sembari praktik dengan
para ibu. Takakura, bagi lingkungan dimana dia bekerjasama, memang tidak
hanya mewarnai untuk bidang riset. Sentuhan-sentuhan manusiawinya
sangat terasa.

Takakura memang piawai mengelola hubungan interpersonal dengan siapa
pun. Ternyata, lulusan Himeji Institute of Technology jurusan kimia
terapan ini memang gemar berorganisasi. Kini dia juga menggiatkan usaha
sukarela di bidang lingkungan hidup lewat kegiatan advisory-nya.
Sewaktu mahasiswa, ia juga dikenal sebagai aktivis kegiatan kampus.
Tugasnya sebagai aktivis mahasiswa, antara lain juga merancang
kegiatan-kegiatan kampus yang bersifat kemasyarakatan agar lebih
menarik.

Penyuka kopi pahit ini punya moto pribadi ”Rajin, sungguh-sungguh
mengerjakan, dan jujur” ini berharap, Indonesia semakin bersih. Ia juga
ingin Indonesia semakin tampil mantap untuk tampil dengan identitasnya
sendiri sebagai kota yang asri. ”Saya melihat, di Jepang sendiri spirit
tradisional telah banyak hilang. Apa yang telah dimiliki Indonesia,
semoga tetap dijaga,” kata penyuka batik ini menutup pembicaraan. (Indah)

(BOX)

Biodata :
Nama : Koji Takakura
Lahir : 27 April 1959
Istri : Rumi.
Anak : Azusa, Nanami
Pendidikan : Kimia Terapan, Himeji Institue of Technology-Jepang.
Bekerja di : JPeC, sebuah Perusahaan pengelolaan energi.
Takakura adalah expert JPeC pada riset untuk energy alternatif
Penemuannya di Indonesia : Keranjang Takakura

Deskripsi temuannya :

Keranjang Takakura adalah konsep pembuatan kompos yang ditemukan oleh Koji Takakura.

Pembuatannya sangat sederhana

Alat-alat yang harus disediakan:
Keranjang yang berlubang lengkap dengan penutupnya, Kardus bekas, Kain hitam, Kompos yang sudah jadi
Bubuk sekam ( dibungkus kain kassa) dan Limbah rumah organik (sisa
sayuran, nasi, kulit buah dll). Batu bata untuk penyangga keranjang.

Cara membuat :

Siapkan keranjang. Pasang kardus bekas di dinding dalam keranjang. Taruh
bata di ujung kanan kiri keranjang sebagai penyangga. Supaya udara
masuk dari bawah keranjang. Masukkan bantalan sekam pada bagian bawah
keranjang. Bantalan sekam berfungsi menyerap air, mengurangi bau dan
mengontrol udara agar mikroba berkembang dengan baik.

Di atas bantalan sekam, taruh kompos yang sudah jadi setebal 5 cm.
Lapisan kompos ini, berfungsi sebagai starter pengomposan. Di dalamnya,
mengandung banyak mikroba pengurai. Masukkan limbah rumah yang akan
dikomposkan. Limbah rumah ini harus dipotong kecil-kecil, ukuran 2 cm x 2
cm sebelum dimasukkan ke dalam keranjang. Semakin kecil ukuran akan
semakin cepat terurai. Jika terlalu basah, tambahkan sekam atau serbuk
kayu gergajian.

Bila limbah terlalu berminyak, sebaiknya dicuci dulu. Jangan memasukkan limbah yang terlalu keras, misalnya kulit salak.

Setiap hari, setiap habis makan, lakukanlah proses memasukkan
bahan-bahan yang akan dikomposkan seperti tahap sebelumnya. Demikian
seterusnya. Aduk-aduklah setiap selesai memasukkan bahan-bahan yang akan
dikomposkan. Bilamana perlu tambahkan lagi selapis kompos yang sudah
jadi.

Setiap selesai memasukkan bahan, tutup dengan kain hitam dan rapatkan dengan penutup tempat sampah tersebut.

Untuk memastikan proses pengomposan berjalan, letakkan tangan kita, 2
cm dari kompos. Bila terasa hangat, dipastikan proses pengomposan
bekerja dengan baik. Jika tidak, percikkan sedikit air untuk memicu
mikroorganisme bekerja. Bisa jadi kompos terlalu kering sehingga
memerlukan air. Lakukan kegiatan tersebut berulang-ulang. Keranjang ini
akan lama penuh, karena bahan-bahan tadi mengempis. Bila kompos sudah
berwarna coklat kehitaman dan suhu sama dengan suhu kamar, maka kompos
sudah dapat dimanfaatkan. Bahan yang telah menjadi kompos akan berwarna
hitam dan tidak becek.

Catatan: Khusus untuk lapisan awal limbah rumah,
upayakan agar bekas sayuran bersantan, daging dan bahan yang mengandung
protein tidak dimasukkan ke dalam keranjang. Mengingat starter-nya telah
menggunakan kompos yang sudah jadi, maka MOL
(mikroba loka) tidak digunakan. Sedang untuk lapisan ketiga dan
seterusnya, bisa dilakukan, asal sudah dicuci. Kita tak perlu membeli
pupuk lagi untuk tanaman kita

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36568

Untuk

melihat artikel Profil lainnya, Klik
di sini

Mohon
beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :