Namanya berkesan tegas, Taruna
Ikrar. Dokter yang satu ini memang lahir di daerah pesisir, tipikal
tempat lahirnya orang-orang keras dan tegas. Pria kelahiran 15 April
1969 ini lahir dan besar di Makassar. Di umurnya yang ke 40 ini ia
telah memegang bergelar MD. dan PhD. Ikrar lahir 15 April 1969 dan
besar di Makassar. Namun kenyataan jauh dari apa yang terbayang. Dr.
Taruna Ikrar ternyata adalah sosok yang lembut dan sederhana.

Sedari
kecil, orang tua Ikrar yang bekerja sebagai guru selalu memberi
motivasi akan penting dan besarnya arti pendidikan. Bahkan sebelum SD,
mereka telah ditanamkan ilmu pengetahuan alam, matematika, serta
bagaimana berinteraksi dengan sesama. Aspek pendidikan inilah yang
akhirnya membentuk karakter Ikrar dan saudara-saudaranya menjadi haus
akan ilmu pengetahuan.

Anak ke-5 dari 10 bersaudara ini
berupaya mengejar cita-citanya. Sejak kecil ia bercita-cita ingin
menjadi dokter. “Waktu itu saya bertemu seorang dokter yang sangat baik
hati. Dari situlah saya termotivasi untuk menjadi dokter yang baik,
yang senantiasa menolong orang yang menderita tanpa pamrih,” ungkap
Ikrar.

Sejak remaja, Ikrar gemar berorganisasi, menulis,
dan berpidato yang akhirnya mengantarnya menjuarai lomba Minat Baca
Tulis tingkat Provinsi Sulawesi Selatan. Tulisannya juga sering tampil
di surat kabar Harian Kompas, Detik.com, Harian Fajar dan Harian
Pedoman Rakyat.

Walaupun sempat bercita-cita menjadi tentara, namun setelah lulus SMA
ia telah mantap berkeinginan menjadi dokter. Ikrar mengecap ilmu
kedokteran di Universitas Hasanuddin, Makassar. Setelah itu ia
melanjutkan pendidikan Master Farmakologi (M. Pharm) di Universitas
Indonesia. Karena kemauan kerasnya untuk meraih cita-cita, ia diganjar
dengan beasiswa dari pemerintahan Jepang (Mombukagakusho) untuk
meneruskan pendidikan PhD dengan spesialisasi penyakit jantung di
Universitas Niigata, Jepang.

Namun Ikrar tidak sepenuhnya
belajar saja. Setelah memperoleh gelar Master di UI, ia menikah dengan
Elfi Wardaningsih, rekan sesama dokter yang kebetulan bertemu di
perpustakaan UI saat mencari referensi untuk tesisnya. Cinta pada
pandangan pertama, itulah yang diakui oleh Ikrar. Kini Ikrar telah
dikaruniai dua anak, yaitu Agilla Safazia Ikrar dan Athallah Razandhia
Ikrar.

Saat kuliah, hobi berorganisasinya juga tak berhenti. Ia sempat menjabat Ketua MPA ISMKI (Majelis Pertimbangan Agung Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) tahun 1994-1996, Ketua PB HMI (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam) 1997-1999 dan Wakil Ketua PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia) periode 2000-2003.

Sedangkan aktivitasnya secara internasional antara lain berperan aktif di CFIS (Center For Interregional Study), KAPPIJA-21 (Alumni of Friendships Program 21ts the Japan International Cooperation Agency), APHRS (Asia Pacific Heart Rhythm Society), ISHR (International Society for Heart Research), IHTP (International Health Training Program), PUCA (Postdoctoral University of California Association), IMSA (International Moslem Society of America) dan Group Luar Negeri Berdiskusi.

Selain itu pada tahun 2000-2003 ia menjabat sebagai Kepala Puskesmas Kel. Jatinegara, padahal saat itu statusnya adalah sebagai PTT (Pegawai
Tidak Tetap). Selama tiga tahun ia mengabdikan diri untuk masyarakat.
Sewaktu jadi Kepala Puskesmas, ia mengembangkan sistem Posyandu (Pusat
Pelayanan Kesehatan Terpadu) yang menjadi percontohan nasional. Bahkan
memenangkan lomba posyandu tingkat nasional dan mendapat penghargaan
dari Presiden Republik Indonesia pada saat itu.

“Konsep
Posyandu yang saya kembangkan berupa konsep yang Membumi, Mengakar dan
Menjulang, yaitu: Fungsi Pendidikan dan pengkaderan, Fungsi
Kebersamaan, dan Fungsi Pencegahan Penyakit dan Kekurangan Gizi. Ketiga
fungsi utama diatas diramu dalam konteks kerja nyata di tengah-tengah
masyarakat Ibukota, yang sudah mulai pupus perasaan kebersamaannya. Dan
ternyata konsep tersebut masih berjalan sampai sekarang. Saya sangat
gembira mendengarnya,” paparnya.

Menjadi dokter adalah
anugerah untuknya. Baginya membantu orang banyak untuk keluar dari
penderitaan dengan keterampilan yang ia miliki adalah suatu kepuasan
yang tidak dapat dibeli.

Lalu pada tahun 2008, ia
memutuskan ke Amerika untuk memperdalam keahlian yang telah ia terima
dari pendidikannya di Jepang. Ia mengikuti Postdoctoral Scholar di
Inter Departemental of Neurosciences, University of California,
Amerika. Ikrar mendapatkan beasiswa ini menyisihkan sekitar 170 PhD
yang juga mengajukan beasiswa ini. Ia tidak henti-hentinya menuntut
ilmu. Kini ia meneliti mengenai pemetaan otak dan berhasil mematenkan
hasil penemuannya.

Ikrar mengaku idolanya adalah BJ Habibie
dan Muh. Hatta. Menurutnya kedua tokoh tersebut mempunyai wawasan yang
luas baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dalam konteks birokrasi
kenegaraan. Selain itu keduanya mempunyai rasa cinta terhadap tanah air
yang begitu besar.

Ketika ditanyakan niatnya untuk kembali
ke Indonesia, Ikrar tentu ingin kembali ke tanah air. “Saya akan
kembali setelah semua tugas-tugas di sini selesai, dan tentunya jika
ada undangan khusus dari pemerintah Indonesia untuk mengabadikan ilmu
keterampilan yang saya miliki.” (chika)

Nama: Taruna Ikrar, MD., PhD
Istri: Dr. Elfi Wardaningsih
Lahir: Makassar, 15 April 1969
Anak: Agilla Safazia Ikrar, Athallah Razandhia Ikrar.
Pendidikan:
– Sarjana Kedokteran, Universitas Hassanudin, Makassar
– Master Farmakologi, Universitas Indonesia, Jakarta
– PhD, University of Niigata, Jepang

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?33821

Untuk melihat Berita Amerika / Amerika / Profiles lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :