Sebuah gapura bergaya ukiran Sunda dengan tulisan “Gedung Pertunjukan Miss Tjitjih” berdiri tegak di pinggir Jalan Jenderal Soeprapto, Jakarta Pusat. Gapura itu menjadi semacam ‘ucapan selamat datang’ bagi para penggemar pertunjukan Miss Tjitjih. Siapa sebenarnya Miss Tjitjih?

Nyi Tjitjih adalah pemain sandiwara Sunda biasa yang lahir di Sumedang.Meski multi talenta yakni bisa berakting, nyiden dan jaipong sekaligus,secara keseluruhan permainan Nyi Tjitjih di pentas tergolong biasa saja. Grup sandiwara Sunda tempat ia bergabung pun bukan grup terkenal tapi grup biasa saja.

Perjalanan hidup Nyi Tjitjih mulai berubah saat rombongan sandiwara keliling Opera Valencia pimpinan Abu Bakar Bafaqih bertemu dengan kelompok sandiwara Sundanya Tjitjih.Bafaqih, seniman tonil keturunan Arab kelahiran Bangil Jawa Timur, amat terpesona dengan permainan Nyi Tjitjih ketika itu. Ia lalu mengajak Nyi Tjitjih bergabung dengannya.
Sejak bergabung dengan Opera Valencia karier Tjitjih mulai berkibar, bahkan namanya menjadi lebih terkenal ketimbang nama grupnya sendiri. Akhirnya, opera Valencia berubah menjadi “Miss Tjitjih Toneel Gezelschap” atau Miss Tjitjih saja. Sejak ganti nama, grup sandiwara ini semakin terkenal saja. Setiap kali kali mereka pentas pasti penonton membludak.
Sejak tahun 1928,perkumpulan Miss Tjitjih menetap di Batavia tepatnya di sebelah bioskop Rivoli, Kramat Raya. Mereka juga memiliki jadwal tetap untuk mengadakan pertunjukan di Pasar Baru hingga Pasar ini tutup tahun 1936.
Nyi Tjitjih meninggal dunia pada usia 28 tahun pada tahun 1936. Grup sandiwara Miss Tjitjih sangat terpukul atas kepergiannya, tapi Bafaqih dan teman-temannya meneruskan perjuangannnya dalam melestarikan kesenian Sunda. Setelah itu mereka pindah ke daerah Muara Angke.Sekitar 15 belas tahun kemudian mereka pindah lagi ke daerah Cempaka Baru hingga sekarang. Pada tahun 1997 gedung ini sempat habis terbakar tapi kemudian dibangun kembali lebih bagus dan diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri.

Nyi Tjitjih memang membawa andil besar dalam grup ini. Dialah yang berinisiatif mengganti dialog pertunjukan Miss Tjitjih menjadi bahasa Sunda dari sebelumnya bahasa Melayu. Kini, bahasa dialog yang dipakai mengalami pergeseran kembali menjadi campuran bahasa Sunda-Betawi. Ini semua dilakukan hanya agar Miss Tjitjih dapat diterima semua kalangan, karena bahasa Betawi relatif sama dengan bahasa Melayu.

Kini Miss Tjijih hanya berpentas dua kali dalam sebulan, yakni setiap Sabtu malam minggu pertama dan ketiga setiap bulannya. “Kita tidak menutup mata, bahwa sekarang penonton Miss Tjitjih sudah sangat jauh berkurang, saat ini jika hanya mengandalkan label tradisi saja tidak cukup, Miss Tjitjih perlu dikemas sedemikian rupa sesuai tuntutan jaman tapi tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur tradisi Sunda demi menghidupi kesenian itu sendiri, tapi saya sendiri tidak tahu bagaimana caranya” kata Mang Esek, salah satu pemain senior di Miss Tjitjih.
Sejak dua puluh tahun terakhir, pertunjukan Miss Tjitjih banyak mengambil tema-tema horor. Tengok saja judul-judul yang sangat sering mereka mainkan ini, Kuntilanak Warung Doyong, Si Manis Jembatan Ancol dan Beranak Dalam Kubur.

Pertunjukan Miss Tjitjih dimulai pukul delapan malam dengan tiket seharga sepuluh ribu rupiah. Gedung pertunjukannya dijamin mirip bioskop, berpendingin udara dan bangkunya empuk. Mang Esek kemudian berpromosi, “Pokoknya meski tema yang kami bawakan horor, dijamin deh isinya enggak melulu horor tapi malah lucu-lucuan, makanya ayo nonton Miss Tjitjih”. Iya deh Mang (Yayat)

Untuk Share Artikel ini, Silakan Klik www.KabariNews.com/?31270

Klik Disini untuk Baca Artikel ini di Majalah Kabari Mei 2008 ( E-Magazine )

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

AGM capital hires