Persoalan buruh migran merupakan salah satu masalah yang banyak
ditemui di negara-negara berkembang. Tingginya minat bekerja ke luar
negeri ini biasanya didasari oleh faktor kurangnya lapangan pekerjaan di
negara asal, ataupun karena besarnya gaji bekerja di luar negeri yang
sangat menggiurkan.

Indonesia juga merupakan salah satu negara di mana penduduknya banyak
menjadi buruh migran. Negara-negara yang biasanya dijadikan tempat
tujuan bekerja ke luar negeri oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI)
tersebut di antaranya adalah Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Taiwan, Jepang, Hongkong dan negara-negara di kawasan Timur Tengah.

Selain itu, sejumlah negara besar seperti Australia, Eropa dan
termasuk “Negara Paman Sam”, Amerika Serikat, juga menjadi salah satu
tujuan utama para TKI yang tinggi peminatnya.

Kurangnya pengetahuan tentang sistem kerja, hukum ketenagakerjaan dan informasi akan negara tujuan penempatan TKI tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya kasus perdagangan manusia (human trafficking).

Kasus human trafficking itu, sekarang telah dikategorikan
sebagai bentuk dari perbudakan modern yang terjadi saat ini. Dan
Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sering kali
menjadi korban kasus perdagangan manusia.

Berdasarkan catatan Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F)
yang diutarakan oleh Sr. Eustochia, Ssps, dalam diskusi terbatas yang
digelar oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan),bahwa kasus peredagangan manusia di Indonesia jumlahnya terus
meningkat setiap tahun.

Mulai dari tahun 2000-2010, TRUK-F mencatat sebanyak 250 kasus human trafficking terjadi di wilayah Flores. Dan 70 persen dari angka tersebut, atau sekitar 173 kasus diantaranya menimpa kaum perempuan.

Bahkan, humantrafficking.org dalam situsnya menuliskan, menurut data Badan dari PBB (UNICEF)
sekitar 100.000 perempuan dan anak-anak setiap tahunnya menjadi korban
perdagangan manusia, termasuk di Indonesia dan luar negeri.

Menetap dan Bekerja dengan menggunakan Visa T

Kasus perdagangan manusia ini telah menjadi persoalan bagi seluruh
negara-negara besar, termasuk di Amerika Serikat. Untuk membantu para
korban human trafficking ini, pemerintah A.S.telah mengeluarkan The T Nonimmigrant Status atau yang lebih dikenal dengan sebutan Visa T.

Pemerintah A.S. memperkirakan, sekitar 50.000 orang setiap tahunnya diperdagangkan secara illegal
ke wilayah Amerika. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka para korban
perdagangan manusia ini dapat mengajukan Visa T yang selanjutnnya
memungkinkan mereka untuk dapat tetap tinggal dan bekerja di Amerika.

Jason Lie, seorang pengacara imigrasi di A.S.yang pernah membantu menangani kasus human trafficking
mengungkapkan, bahwa kasus perdagangan manusia, khususnya mereka yang
dipekerjakan di A.S. sangat jarang terungkap. Hal ini disebabkan
korbannya takut untuk melaporkan hal yang menimpa mereka kepada pihak
kepolisian.

Pekerjaan di sektor perkebunan, pabrik ataupun restoran biasanya
merupakan sektor pekerjaan yang banyak dipilih oleh para pekerja migran,
termasuk para pekerja dari Indonesia yang datang ke Amerika Serikat.
Meski tidak jarang pekerjaan di sektor rumah tangga juga dipilih mereka.

Bagi mereka yang bekerja di sektor rumah tangga, biasanya para
majikan menahan paspor para pekerjanya dengan tujuan agar si pekerja
tidak dapat keluar atau melarikan diri ke negara asal. Hal inilah yang
membuat banyak terjadi kasus kekerasaan terhadap buruh migran. Karena
mereka tidak dapat keluar rumah atau kembali ke negara asal dan
melaporkan kejadian yang mereka alami.

Kategori Human Trafficking

Kasus human trafficking memiliki banyak kategori,
diantaranya seperti dipekerjakan secara paksa tanpa mendapat gaji. Di
A.S.,kasus yang sering ditemui di antaranya adalah, mereka yang datang
secara illegal dan bekerja tidak menurut ketentuan atau undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.

“Seseorang yang didatangkan secara illegal ke A.S. dan
dipekerjakan dengan upah yang sangat kecil dibandingkan dengan gaji
minimum , atau bekerja melebihi jam kerja tanpa diberi uang lembur,
dapat dimasukkan ke dalam kategori kasus human trafficking. Mereka itu bisa melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib dan memungkinkan untuk memperoleh Visa T,” jelas Jason Lie.

Siapa yang Layak mendapat Visa T?

Jason Lie memaparkan, bahwa untuk mendapatkan Visa T, seseorang harus
masuk dalam beberapa kriteria, di antaranya adalah sebagai berikut;

1. Harus merupakan korban perdagangan manusia
2. Korban berada di Amerika Serikat
3. Korban mau bekerjasama dengan polisi mengungkap kasus human trafficking

“Pertama, dia harus dianggap sebagai korban perdagangan atau
penyeludupan manusia. Baik dari segi seks atau perbudakan. Biasanya para
korban harus menceritakan bagaimana dia dipaksa atau ditipu untuk
datang ke Amerika. Kedua, untuk korban yang pernah mengalami kasus
perdagangan manusia ini namun telah kembali ke negara asal, korban
tidak dapat mengajukan Visa T ke Kedutaan Besar A.S. . Dan ketiga, salah
satu alasan pemerintah A.S. mengeluarkan Visa T adalah, untuk dapat
menangkap dan menghukum para pelaku human trafficking. Jadi,
korban yang akan mengajukan Visa T harus mau bekerjasama dengan polisi
agar dapat menangkap siapa pelaku kejahatan yang menimpanya, “ papar
Jason Lie.

“Pemerintah A.S.menyediakan 5.000 Visa T setiap tahunnya. Namun sejak
tahun 2000, baru sekitar 600 Visa T yang telah digunakan. Kurangnya
promosi dan pengetahuan serta tidak adanya kemauan para korban untuk
melapor, membuat jumlah pengguna Visa T ini tidak banyak,” ucap Jason.
(arip)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37044

Untuk melihat artikel imigrasi Amerika lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :