Anda sering marah-marah jika meminta anak untuk membereskan
mainannya usai mereka bermain. Tidak mudah memang mengarahkan anak
untuk disiplin, tapi dengan pendekatan lembut anak pun bisa ‘nurut’
tanpa harus membuang energi dengan marah dan mengancamnya.

Bersikap marah memang dianggap ampuh untuk menakuti anak agar
menuruti setiap arahan orangtua. Namun Anda perlu tahu dampak yang akan
dialami anak nanti, jadi ada baiknya jangan menciptakan hal-hal yang
dapat menakuti atau mengancam. Mengajar anak supaya displin untuk masa
depannya adalah hal yang baik, tapi tanpa marah pun anak bisa diajar
untuk hidup disiplin.

Berikut ini cara pendekatan dari ‘hati ke hati’ untuk mengajarkan anak disiplin :

Kenalkan arti Konsekuensi

Memberi pengertian pada anak tidak dengan cara menakut-nakuti, tapi
mengajarkan konsekuensi dari sudut negatif juga positifnya. Figur
seorang ibu sangat dibutuhkan untuk tumbuh perkembangan anak. Apa
jadinya jika sejak kecil ia merasa terancam dan punya perasaan tidak
enak pada orang tua? Memberi pilihan saat anak susah makan, misalnya
“Kalau kamu makannya habis, nanti mama akan temani kamu main, tapi kalau
tidak habis, kamu main sendiri ya?”. Dengan perkataan seperti itu anak
bisa mulai belajar memilih negatif dan positifnya suatu ‘perintah’,
sehingga anak pun bisa belajar mengikuti peraturan tanpa harus takut dan
terancaman dengan figur tertentu.


Didik anak dengan konsisten


Menerapkan ucapan dengan tindakan harus konsisten. Jadi, apabila Anda
mulai memberi perintah, Anda pun harus berpegang dengan perintah yang
Anda buat. Misalkan, si anak tidak mau membersihkan mainannya, Anda pun
boleh menghukumnya dengan tidak mengizinkan anak menonton film kartun
favoritnya. Anda harus konsisten dengan tidak menyalakan televisi
selama masa hukuman anak berlaku, jangan merasa iba lantas luluh dengan
tangisan atau rengekan anak. Jika Anda luluh, anak pun bisa berpikiran
Anda marah hanya sebentar saja, dan akhirnya rencana mendisplinkan anak
pun gagal. Setelah selesai masa hukuman, jangan lupa untuk menjelaskan
kepada anak, kenapa ia dihukum, sehingga bisa menjadi pelajaran untuknya
di esok hari.


Beri hadiah dan pujian, tapi?


Memberikan sesuatu pada anak bukan bermaksud untuk memanjakannya.
Setiap pujian atau hadiah yang Anda berikan setelah anak menuruti
perintah orang tua. Tidak selalu berupa barang, kebiasaan yang disukai
anak pun bisa dijadikan sebagai hadiah bagi si anak. Bebas main di luar
rumah, dapat cokelat, 1 jam ekstra nonton televisi pun bisa dianggap
spesial bagi si anak. Tapi hadiah itu bisa kapan saja dicabut jika
tidak menurut. Cara ini untuk memberikan efek jera, sehingga saat anak
tidak berbuat kesalahan atau tidak mengulanginya lagi.

Harus kompak


Kekompakan kedua orangtua jadi jembatan paling utama untuk
mendisiplinkan anak. Jangan sampai si ibu misalnya bertindak sebagai
‘satpam’ yang tidak lelah memberi aturan dan teguran, ternyata sang ayah
malah jadi pelindung yang selalu membela si anak. Cara ini salah,
karena saat anak mendapat teguran, ia akan segera mencari benteng
perlindungan untuk menangkal aturan dan hukuman.
Bicarakan masalah bersama pasangan, agar tercipta kekompakan untuk
mendisiplinkan anak. Bila ada perbedaan pendapat, sebaiknya jangan
dibicarakan di depan anak.

(pipit)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37258

Untuk melihat artikel parenting lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :