Indonesia patut berbangga. Empat mahasiswa pencinta alam Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di atap dunia, Puncak Everest, bulan lalu. Mereka pun menjadi tim mahasiswa pertama Tanah Air yang menginjakkan kaki di puncak gunung tertinggi di dunia itu.

Baliho berukuran sekitar 5 x 3 meter bertuliskan ”Merah Putih telah berkibar di Puncak Everest 8.848 mdpl” terbentang di gerbang utama Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) di Jalan Ciumbuleuiet 94, Bandung . Di bagian bawahnya, terpampang foto empat orang berjaket tebal berwarna oranye yang tersenyum. Ya, empat sosok dalam foto itu adalah para mahasiswa Unpar yang pada 20 Mei 2011 lalu berhasil mengibarkan sang Merah Putih di Puncak Everest atau yang biasa dijuluki atap dunia tersebut.

Empat mahasiswa itu adalah Sofyan Arief Fesa (28), mahasiswa magister manajemen; Xaverius Frans (24), mahasiswa S-1 jurusan akuntansi; Broery Andrew Sihombing (22), mahasiswa S-1 jurusan fisika fakultas informasi dan sains; serta Janatan Ginting (22), mahasiswa S-1 jurusan akuntansi. Mereka tergabung sebagai anggota unit kegiatan mahasiwa Mahitala (Mahasiswa Parahyangan Pencinta Alam). ”Kami adalah mahasiswa pertama Indonesia yang pernah ke puncak Everest,” tutur Broery.

Dia menceritakan bahwa puncak Everest merupakan puncak keenam gunung tertinggi di dunia yang berhasil mereka taklukkan dalam rangkaian Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) 2009–2012. Menjadi tim mahasiswa pertama yang berhasil menjejakkan kaki di Everest tak membuat empat orang itu besar kepala.

Penampilan mereka jauh dari penampilan kebayakan mahasiswa pencinta alam yang biasa menenteng peralatan mendaki gunung di tubuh. ”Itu semua berkat doa pihak yang mendukung kami,” ungkap Broery, merendah. Mahasiswa kelahiran Pematang Siantar tersebut menyatakan tidak pernah menduga bahwa dirinya bisa mencapai puncak Everest. Sebab, rencana ekspedisi tersebut bisa dikatakan dadakan. Semua itu berawal dari ekspedisi Sudirman yang menarget puncak Carstensz Pyramid di Pegunungan Jayawijaya, Papua. Kegiatan tersebut dihelat Mahitala pada Februari 2009.

Selain membutuhkan waktu serta persiapan mental dan tenaga, ISSEMU 2009–2012 memerlukan biaya yang luar biasa besar. ”Untuk seluruh ekspedisi, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 6 miliar,” tutur Sofyan Arief Fesa. Sofyan menerangkan, mayoritas uang tersebut dialokasikan untuk biaya perjalanan dan pembayaran jasa pemandu. Memang tidak mungkin semua biaya dibebankan kepada empat mahasiswa yang masih sibuk menempuh studi tersebut. Menurut Sofyan, sebagian besar biaya itu ditanggung beberapa alumni Mahitala.

Berkorban secara Akademis

Persiapan ke Puncak Everest menurut tim Mahitala memerlukan waktu sekitar 2,5 tahun. Artinya mereka lebih focus ke latihan fisik dan persiapan lainnya. Beberapa orangtua mereka yang tergabung dalam tim ekspedisi awalnya merasa keberatan dengan rencana itu. Karena segala persiapan itu akan menyita waktu kuliah dan belajar. “ Orang tua beberapa teman sampai menangis ketika mendengar anaknya mau naik gunung lagi”, kata Sofyan. Namun pihak universitas sangat membantu kondisi itu. “Universitas mengadakan ujian mendahului ujian regular, dengan menyesuaikan jadwal mendaki kami,” kata Sofyan. Dengan begitu secara akademis mereka juga tidak ketinggalan.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36885

Untuk melihat artikel Hobi lainnya, Klik di sini

Mohon Beri Nilai dan Komentar di bawah Artikel ini

______________________________________________________

Supported by :