ungkrung 2KabariNews – Berapa waktu yang lalu Kabari menyempatkan diri berkunjung ke Yogjakarta untuk bertemu dengan beberapa teman-teman wartawan sebagai obat rindu setelah sekian lama tidak bertemu. Suasana pertemuan menjadi hangat, ketika salah satu teman wartawan membawa toples makanan berisi Ungkrung (sejenis kepompong ulat pohon jati) yang telah digoreng. Kabari mencicipi Ungkrung goreng dan topik pembicaraan saat itu beralih ke Ungkrung. Ternyata saat dimakan tidak seekstim tampilannya, rasanya gurih dan enak.

Tertarik dengan kuliner Ungkrung, Kabari mencoba menggali kuliner khas Gunung Kidul yang sejak lama menjadi makanan favorit masyarakat setempat. Keesokan harinya, Kabari diantar oleh dua teman wartawan responden Yogjakarta menuju Gunung Kidul untuk menggali lebih dalam tentang kuliner ini. Namun sayang, saat berkunjung ke Gunung Kidul, Ungkrung yang dimaksud tidak banyak dijumpai karena belum musimnya. Puncak musim Ungkrung antara diakhir bulan Desember hingga awal bulan Januari.

Inilah kuliner musiman yang boleh dikatagorikan makanan tak lazim atau ektrim. Ungkrung atau kepompong ulat pohon jati diolah masyarakat setempat sebagai camilan, bisa untuk lauk makan.  Masyarakat yang mendiami wilayah sekitar hutan jati seperti Blora, Saradan, Bojonegoro, Ngawi, Curuban dan terutama masyarakat Gunung Kidul meyakini ungkrung kaya akan protein. Entah siapa yang memulai mengolah dan memperkenalkan kuliner ini secara luas, sampai saat ini belum bisa dipastikan. Namun masyarakat luas mengenal Ungkrung sebagai makanan khas Gunung Kidul.

Umumnya ungkrung diambil dari ulat jati yang sudah dewasa, pasalnya ulat jati yang masih berusia muda belum bisa dikonsumsi karena masih banyak mengandung tinta yang keluar lewat air liurnya, konon rasanya juga kurang enak. Ulat ini memiliki fase atau siklus. Setelah dewasa dan memiliki tubuh lebih besar, biasanya pada pagi hari, ulat jati akan turun menggunakan tali rami atau sejenis serat yang diproduksi air liurnya, yang dipergunakan untuk turun atau mencapai tujuannya. Sesampainya di tanah, ulat jati akan mencari tempat yang tepat untuk merubah bentuk menjadi ungkrung, seperti di lipatan daun yang berserakan di sekitar pohon jati atau tempat-tempat yang dianggap memenuhi syarat untuk membangun kepompongnya.

ungkrung 3Bagi sebagaian warga Desa Kerdonmiri dan Desa Semugih, Kecamatan Rongkop, Gunung kidul, Ungkrung menjadi mata pencaharian mereka. Disamping permintaan akan Ungkrung yang sangat tinggi, harganya pun boleh dikatakan fantastis. Untuk per satu kilogram ungkrung yang masih bulat dihargai Rp 60 ribu, sementara ungkrung yang sudah jadi kepompong harganya lebih mahal, sekitar Rp 70 ribu – Rp 80 ribu per satu kilo. Ungkrung cukup diminati, karena itu banyak warga desa setempat berburu ulat jati saat mengalami fase turun ke tanah atau ketika ulat-ulat itu akan membangun kepompongnya. Ungkrung menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat karena cukup membantu perekonomian warga.

Sugino (55), warga desa Semugih mengatakan, dalam sehari ia bisa mendapatkan buruan ungkrang 1 – 2 kg ungkrung. Dan jika Ungkrang di sekitar desanya sudah mulai berkurang, ia akan memperluas radius target buruannya hingga ke Desa Nglipar disekitar Wonosari yang banyak hutan jatinya.

Niku berkah. Kulo mboten ngopeni uler lan mboten nandur jati. Uler niku dugi tiembek. Setunggal ndinten kulo saged pikantuk yotro kaliatusewu”, tutur Sugino dengan bahasa Jawanya (Ini berkah. Saya tidak merawat ulat dan saya tidak menanam jati. Ulat itu datang sendiri. Dalam satu hari saya bisa mendapatkan uang duaratus ribu)

Proses memasak ungkrung

Proses memasaknya terbilang sangat sederhana, jika masih berbentuk ulat perlu proses terlebih dahulu dengan menghilangkan getah dan air liurnya. Kemudian setelah itu, ulat-ulat itu di cuci dan direbus dan ditiriskan.

Godoge mboten dangu-dangu, namung tuyone sampe mateng supadhos ulere mboten ancur lan teksih empuk sak mangke digoreng”, jelas Warsinah warga Desa Semugih, (Merebusnya tidak lama-lama, hanya sampai air mendidih supaya ulatnya tidak hancur dan masih empuk setelah digoreng).

Bumbunya hanya bawang putih dan garam. Jika ingin rasa lebih, bisa ditambahkan ketumbar. Bumbu-bumbu tersebut kemudian dihaluskan dan kemudian ditumis dengan sedikit minyak goreng. Masukkan ulat jati yang telah direbus. Goreng sambil terus diaduk hingga merata selama lima menit. Setelah itu, goreng ulat hingga matang dan siap disajikan.

Proses serupa juga dilakukan untuk menu Ungkrung. Terlebih dahulu ungkrung dicuci cukup sekali, kemudian direbus sebentar dan tiriskan. Bumbunya hanya bawang putih dan garam dengan sedikit air. Masukan Ungkrung yang telah ditiriskan ke dalam wadah yang berisi bumbu yang telah dihaluskan. Kemudian aduk-aduk hingga merata dan selanjutnya goreng Ungkrung hingga matang.

Gorengan ulat dan ungrung yang gurih ditemani nasi liwet yang masih hangat dan sedikit colekan sambal terasi, sungguh menggugah selera makan. Namun perlu diperhatikan, kuliner Ungkrung yang kaya akan protein bisa mengakibatkan alergi bagi yang mengkonsumsi. Mereka yang tidak tahan, biasanya akan gatal-gatal. Kandungan protein yang tinggi diperkirakan menjadi penyebab alergi di samping ada yang merasa jijik atau geli. Berani mencoba? Datang ke Jogja dan mampir ke Gunung Kidul, sekaligus untuk liburan akhir tahun. (Yan-Jatim)