KabariNews – Jauh dari Tanah Air bukan berarti tidak peduli, kecintaannya pada bumi kelahirannya, Indonesia dibuktikannya dengan cara berbeda. Melalui bakat dan talenta yang dimiliki, Vanny menebarkan cinta produk Indonesia melalui karya.
Menetap lama di Negeri Paman Sam, tidak membuat Vanny Tousignant melupakan akar budaya tanah kelahirannya Indonesia. Logat dan bahasa Indonesia nya masih sangat fasih, bahkan wanita berambut pendek ini pun mengaku masih menggunakan produk-produk asli Indonesia. Tak hanya dipakai sendiri, jari-jari lentik Vanny pandai menyulap kain dan produk dari Indonesia menjadi busana mewah yang tak kalah dengan produk internasional.
Menggeluti fashion sejak 2,5 tahun lalu, Vanny mengaku cukup beruntung karyanya diterima dan diminati pasar global. Faktor keberuntungan itu juga yang mengantar Vanny menembus acara-acara fashion show yang digelar di New York. Karya-karyanya mendapat apreasiasi dalam banyak acara, seperti Indonesia Expo di New York City, New York Countoure Fashion Week 2016 yang digelar di Crowne Hotel, Times Square, New York. Bersama Promotor New York City karya Vanny juga tampil di Rooftop The Attic for Spring Fashion Show, Times Square New York City. Tak berselang lama, dirinya pun diangkat menjadi salah satu desainer untuk John Jay Collage di New York City dan menggelar 9 karyanya untuk Summer Design. Pada April dan Mei 2016 lalu karya pun tampil pada acara ASC Production, Lokal New York City Fashion Show dan mengikuti Fashion on the Water di New York City lokal dengan membawakan 15 desain untuk Summer 2016. Kendati jadwal dan pesanan padat, Vanny tak merasa repot dan terbebani. Semua dijalaninya dengan senang hati. “Repot, ngga sih semua saya jalani dengan happy” tukasnya. Dibantu 1 penjahit lokal dan 3 penjahit dari Indonesia, ibu dua anak ini mengaku bisa merampungkan persiapan fashion show sekaligus pesanan sesuai jadwal.
Yang membuat dirinya senang bukan hanya karena namanya dikenal sebagai desainer asal Indonesia yang menetap New York, tapi lebih dari itu, membawa nama besar Indonesia merupakan suatu kebanggannya. “Saya bangga bisa membawa nama Indonesia, memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia melalui fashion” kata Vanny pada Kabari. Lika-liku perjalanan mencapai hasil yang diterima tentu tidak semulus bayangan, Vanny mengaku menemui
banyak kendala, namun ia enggan bercerita karena semua kerikil yang dilewatinya adalah jalan menuju harapan. Tekadnya kuat untuk terus maju menyalurkan bakatnya dengan berkarya. Memang dasarnya wanita asal Maluku ini ceria dam ulet, karena itu dia dapat melewati semua kendala tanpa mengeluh, sampai akhirnya ia pun bisa eksis hingga saat ini. “Semua kesuksesan perlu perjuangan dan saya cukup lucky karena dalam waktu 2,5 tahun saya bisa masuk ke New York Countoure Fashion Week pada Februari tahun ini” paparnya.
BAKAT TERPENDAM
Ketertarikannya dengan dunia fashion sebenarnya sudah ada sejak ia masih belia, namun saat itu memang belum terpikir untuk menekuninya sebagai karir. Tahun 1987, keluarganya memutuskan untuk pindah dan menetap di AS. Menjalani hari-hari seperti pada umumnya, dan karena kesibukannya sebagai ibu dua anak ia pun memendam hobinya, sampai akhirnya dia mulai menemukan kembali passionnya dan membuka label vanyofashion. “Saya baru terpikir kembali menggeluti fashion setelah saya 21 tahun tinggal di Amerika, dan seperti menemukan dunia saya. Passion saya sebagai desainer, dan sampai saat ini” kata wanita yang pernah bekerja sebagai sekertaris di salah satu perusahaan di Jakarta itu. Sebenarnya bakat Vanny mulai tersalur pada 2006, tangannya terampil mendesain Jewelry namun dirinya mengaku belum percaya diri karenanya ia hanya menawarkan pada orang-orang terdekat.
Tahun 2013 menjadi awal dari karirnya, berselang setelah musibah kebakaran menimpa restoran tempatnya bekerja, Vanny memutuskan untuk bangkit dan mandiri. Hobi yang dulu ditinggalkannya mulai ditekuni. “Restoran yang saya managed terbakar, dari situlah awalnya saya ingin mandiri dan berdirilah Vanyo Fashion pada
pertengahan 2013. Mulai dengan Jewelry dan berlanjut dengan design baju batik”.
Kenapa batik? Alasannya sederhana, karena tidak semua masyarakat Amerika mengenal budaya Indonesia. “Saya kelahiran Ambon, besar di Jakarta dan ingin memperkenalkan budaya Indonesia untuk masyarakat Amerika” paparnya. Vanny mulai fokus membuat gaun batik lebih glamor, elegan dan berkelas. Hingga saat ini Vanny mengaku sudah merancang ratusan gaun dan busana dibawah label Vanyo Fashion.
Tak menunggu lama, Vanyo Fashion langsung melejit. Gaun-gaun batik hingga kebaya rancangannya pun diminati, tak hanya oleh sesama orang Indonesia warga lokal pun mengaku terkesan dan puas dengan busana rancangannya. “Sungguh tidak terduga, ternyata banyak yang suka dengan hasil rancangan saya. Pelanggan ngga hanya wilayah AS saja, dari Eropa pun banyak”. Melihat peluang besar, ia pun yakin akan pilihannya mendalami fashion sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia di Amerika.
Melibatkan banyak pengrajin dan seniman Tanah Air menjadi salah satu visi Vanny membawa nama Indonesia berkibar di internasional. Istri dari Edward Tousignant ini bahkan tak ragu untuk menghubungi langsung pengrajin untuk memesan bahan sesuai keinginannya. Meski tak melihat langsung, karena Vanny berada di New York sementara pengrajin di Indonesia, ia sangat teliti dan tahu betul barang berkualitas. “Semua saya pesan dari Indonesia, langsung ke pengrajin dan semua via online. Mereka buat sesuai dengan permintaan saya” paparnya.
Etnik, unik, glamor dan elegan menjadi ciri khas racangannya, balutan batik yang dikolaborasikan dengan gaya modern tidak menghilangkan nilai yang terkandung dalam batik tulis, tenun atau ulos yang memang memiliki filosofi. Beberapa rancangannya juga melibatkan seniman lukis Yogyakarta, itu juga jadi alasan kenapa stok rancangannya terbatas, selain permintaan pelanggan, Vanny sengaja ingin menonjolkan seni dengan melibatkan seniman.
Mudah saja untuk pemesanannya, bisa lewat online melalui facebook pribadi Vanny Tousignant, website: vanyofashion.com, atau bisa datang langsung ke studio mininya yang beralamat di 45 Street, New York, NY 10016. Produk Vanyo Fashion dibandrol dengan harga relatif terjangkau dan tentunya sesuai dengan hasil karya seni, harganya berkisar mulai $50 – $350. Selain menyediakan ready stok, Vanny juga menerima pemesanan usai fashion show.
Beberapa persen dari hasil penjualan disisihkan untuk membantu WNI yang kurang beruntung di AS. Cara ini anggap sebagai bentuk syukur atas karuniaNya, karena itu ia ingin menebar kasih untuk saudara-saudara yang membutuhkan.
Tali kasih untuk WNI
Puluhan tahun tinggal di Negeri Paman Sam, ibu dari Teo Vanyo dan Yosef Evert ini sama sekali tidak merubahnya, kepeduliannya terhadap sesama patut diacungi jempol. Hatinya tergerak membantu WNI yang kurang beruntung di AS. Empatinya mulai tergugah berawal dari postingan wall salah satu kenalannya di laman Facebook. Tak pikir dua kali, Vanny pun melanjutkan postingan dan ikut membantu. Bersama dengan sahabatnya Dita Nasroel Chas, Jeany Desjardin, dan Olla Filiataurant, mereka bergandengan tangan menebar kasih untuk sesama WNI di AS yang kurang beruntung.
Yang unik jalinan ini, satu sama lain justru tidak saling mengenal secara langsung, mereka dipertemukan melalui jaringan pertemanan sosial media, dan pertemuan diaspora. “Kami beda tempat tinggal, dan hubungan terjalin via FB, kita punya visi dan misi yang sama, karena itu kami sepakat membuka kotak donasi yang nantinya disalurkan kepada yang membutuhkan” ungkapnya.
Sejak Oktober 2015, bantuan dana sudah tersalur 6 orang penerima donasi, salah satunya adalah Wati, WNI yang tinggal di Philadelphia. Wati hidup sebatang kara tanpa suami dan anak, naasnya Wati menderita bejolan pada leher yang menutup jalur pernapasannya, sehingga terpaksa harus dioperasi. Sudah menjalani dua kali operasi, namun kondisinya belum pulih dan masih mengandalkan alat bantu untuk bernapas. Saat ini Wati masih dirawat di RS. Navi Scipio, meski tak punya sanak saudara, ia tak sendirian, beberapa teman di Philadelphia membantu menjaga dan mengurus keperluan selama di RS. “Wati Tidak pernah meminta uang dari kami, hanya kesepakatan kami sebagai sesama Indonesia yang mau menolong dengan cara menggalang dana dari seluruh warga Indonesia yang berada di USA, Kanada dan Eropa” papar Vanny.
Satu lagi Regina, yang mengalami lumpuh total karena kecelakaan akibat mengangkat benda berat. Karena keterbatasan biaya, pengobatan Regina sempat dihentikan. Merasa iba dengan kondisi saudara WNI, dukungan dan upaya penggalangan dana untuk meringankan beban sesama WNI pun dilakukan. Regina masih memiliki semangat hidup yang kuat, keinginannya untuk sembuh dan kembali bisa beraktivitas sangat luar biasa. namun karena keterbatasan biaya, pengobatan dihentikan. Bagi teman-teman yang ingin membantu meringankan beban Regina, bisa mengirimkan donasi melalui Paypal atau menghubungi salah satu dari kami untuk menyalurkan donasi’, petikan kalimat tersebut tertulis di laman facebook lengkap dengan potret masing-masing penerima donasi. Tali kasih ini mejadi sebuah bukti bahwa cinta kasih sesama WNI terjalin harmonis, meski tidak saling mengenal secara langsung. Terbukti donasi diterima tidak hanya dari Amerika saja, dana juga mengalir dari teman-teman Indonesia dan Eropa.
“Kami tergerak dan peduli membantu sesama WNI, tanggapan masyarakat Indonesia di Amerika sangat positif dan terjadilah penyaluran dana. Jika waktu memungkinkan, salah satu dari kami mengunjungi langsung untuk menyalurkan donasi sekaligus melihat kondisinya” papar Vanny.
Tak hanya menebar kasih untuk WNI yang ada di Amerika, beberapa kali dana donasi juga disalurkan ke Tanah Air. Melalui Gerakan Semanggi di Surabaya, Jaeny Desjardin menjembatani donasi dan menyalurkan bantuan sosial kepada ke Ponorogo, Jawa Timur. “Donasi untuk manula (lanjut usia), bantuan dalam bentuk uang dan keperluan sehari-hari. Semua keterangan donasi dari mana dan akan disalurkan untuk siapa, semua lengkap disertakan. Kita juga buat laporan pertanggungjawaban, jadi yang mau donasi bisa tahu berapa perolehan dan digunakan untuk apa, semua lengkap ada di FB” tutupnya. (1001)