KabariNews – Tumbuhan dan hewan di Indonesia semakin langka dan terancam punah. Alam dan lingkungan dirusaki manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk mengetahui seberapa parahnya kondisi kerusakan lingkungan di Indonesia, Kabari berbincang dengan Annisa Rahmawati,  Juru Kampanye GreenPeace di kantornya di kawasan Kuningan Jakarta Selatan.

KESERAKAHAN MANUSIA

Menurut Annisa, saat ini kondisi lingkungan di Indonesia sangat memprihatinkan karena banyak terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan keserakahan manusia. Apalagi dengan adanya kebijakan penggundulan hutan atau deforestasi yang menambah kerusakan hutan di Indonesia. “Cukup parah karena saya bekerja di isu-isu hutan. Misalnya dengan adanya deforestasi di Indonesia yang cukup memprihatinkan. Laju deforestasi tahun 2012 saja mencapai sekitar 800 ribu hektar, ini dia melebihi laju deforestasi Brasil,” ujar Annisa yang telah bergabung dengan
Greenpeace pada tahun 2006.

Indonesia memiliki hutan tropis terbesar kedua di dunia yang merupakan paru-paru dunia untuk menyokong kehidupan di dunia ini. Karenanya Indonesia dan negara-negara pemilik hutan tropis merupakan garda terakhir dari hutan tropis di dunia.

“Laju ini menjadi ancaman serius bagi kami. Misalnya industri-industri perkebunan itu melakukan ekspansi ke hutan dan itu merusak gambut di Indonesia. Untuk memproduksi produk-produk yang ada di pasaran, mereka merusaknya dengan cara mengeringkan gambut yang mana menimbulkan emisi sehingga mempengaruhi perubahan iklim di seluruh dunia. Emisi yang disebabkan oleh gambut sekitar 20 kali lipat apabila dibandingkan dengan emisi yang disebabkan oleh deforestasi. Selain itu kebakaran hutan adalah bencana alam yang disebabkan oleh manusia. Jadi dia tidak serta merta tapi itu karena terjadi gambut. Gambut yang kering karena mereka melakukan pengeringan gambut, yang kering itu akan menciptakan situasi dimana gambut itu akan mudah sekali terbakar walaupun dia hanya titik api kecil seperti puntung rokok itu sangat mengkhawatirkan,” papar wanita Surabaya 8 Januari 1976.

Wanita asal Surabaya ini mengatakan laporan terakhir dari Universitas Harvard dan Universitas Columbia Amerika Serikat memperkirakan bahwa terjadi kematian dini pada sekitar 100 ribu lebih orang di seluruh Asia Tenggara yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan.

Dampak kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kelangkaan terhadap satwa-satwa ikonik. Selain itu mengancam kehidupan orang-orang yang bergantung pada hutan.

“Kalau Orang Utan itu sudah tidak ada, kita tidak bisa lagi ngomong Orang Utan itu dari Indonesia, kita tidak bisa ngomong lagi kalau harimau Sumatera itu dari Indonesia. Kita hanya bisa bilang pernah ada. Itu sangat memprihatinkan,” ujarnya tersenyum.

GAYA HIDUP

Dijelaskan Annisa, gaya hidup masyarakat Indonesia merupakan penyumbang kerusakan lingkungan terutama lingkungan laut. Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup berperan besar menentukan kelestarian hidup.

“Perlu kita tekankan bahwa gaya hidup kita adalah penyumbang kerusakan dan bencana lingkungan yang ada,” tegas Annisa.

Pemerintah telah melakukan upaya untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dengan plastik berbayar namun tidak akan efektif jika tidak didukung oleh para penyuplai plastik.

“Pemerintah sudah memberikan plastik berbayar cukup efektif apabila dari masyarakat sendiri dan industri masih mensuplai plastik-plastik tersebut. Karena kadang-kadang konsumen tidak ada pilihan lain,” ujar Annisa.

Untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan sampah plastik, Annisa mengharapkan masyarakat, perusahaan dan pemerintah bekerjasama menguranginya. “Gaya hidup secara personal dan bagaimana industri ini juga mengalihkan produk-produk yang inovatif yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan polusi di laut,” paparnya.

Selain sampah plastik, handphone yang sering kali digunakan adalah salah satu stimuli penyumbang kesusakan lingkungan. “Jadi bagaimana model dari industri-industri yang didasarkan dari keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan keinginan manusia sehingga dia memproduksi dengan berbagai fitur yang sebenarnya nggak beda-beda amat jadi selalu melakukan launching baru dan push-nya adalah market. Tetapi mereka tidak melihat yang dijual itu akan kemana, jadi recycle-nya mau kemana. Terus bagaimana nasib-nasib handphone yang sudah tidak dipakai lagi dan tidak digunakan lagi oleh konsumen,” ucap Annisa.

Wanita asal Surabaya ini mengharapkan agar masyarakat segera sadar bahwa gaya hidup berganti-ganti handphone dapat merusak lingkungan hidup. “Konsumen harus sadar bahwa lifestyle dari mereka itu bisa merusak lingkungan secara disadari atau tidak. Industri dan pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa hak-hak untuk masyarakat yang lebih sehat bisa terpenuhi,” katanya.

Tak hanya masyarakat, Annisa juga menegaskan agar industri dan pemerintah wajib memenuhi hak warga negara terhadap lingkungan yang sehat. “Tanggung jawab dari perusahaan bahwa strategi bisnisnya tidak melakukan eksploitasi terhadap lingkungan,” kata wanita yang menyelesaikan studi S1 jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

CARA MELESTARIKAN

Lebih lanjut Annisa mengimbau kepada seluruh masyarakat agar memahami nilai hutan agar tetap terjaga kelestariannya dengan melakukan aksi melalui profesi kita.

“Ketika kita bicara hutan adalah pemahaman tentang nilai hutan itu sendiri. Bahwa hutan itu sangat bernilai walaupun hutan itu jauh di Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi. Hutan itu berdampak bagi kehidupan kita dan generasi kita,” pungkas Annisa.