Mutia Hatta putri Bung Hatta

Setiap tanggal 9 Desember, Hari Antikorupsi Internasional (HAKI) diperingati secara serentak di seluruh dunia. Peringatan HAKI di Indonesia sering dihubungkan dengan sosok Drs. Mohammad Hatta. Selain digunakan sebagai nama jalan dan objek vital negara di penjuru Tanah Air, nama tokoh yang akrab disapa Bung Hatta itu juga diabadikan sebagai nama penghargaan antikorupsi di Indonesia yakni Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA). Menurut keterangan yang dilansir di laman resmi BHACA, nama Bung Hatta dipilih lantaran dipandang sebagai sosok bapak bangsa yang berperilaku jujur, baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kurun waktu 14 tahun sejak didirikan pada tahun 2003, BHACA telah diberikan kepada beberapa tokoh yang menginspirasi terbangunnya upaya pemberantasan korupsi di lingkungannya. Beberapa di antaranya adalah Joko Widodo (saat menjabat sebagai Walikota Solo), Sri Mulyani Indrawati (saat menjabat sebagai Menteri Keuangan), dan Basuki Tjahaja Purnama (saat menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta).

Seperti diketahui, pada akhir tahun 1956, Bung Hatta merasa tidak sejalan lagi dengan Bung Karno. Per tanggal 1 Desember 1956, Bung Hatta secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Menurut putri sulung Bung Hatta, Meutia Hatta, dana pensiun yang diterima ayahandanya kala itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski demikian, Bung Hatta tidak pernah mengeluh. Untuk menjawab kekurangan tersebut, tokoh kelahiran Bukittinggi itu menyambung hidup dengan mengandalkan tambahan pendapatan dari honornya sebagai penulis.

Bung Hatta bersama Soekarno

Bung Hatta tidak sendiri dalam kesederhanaan dan perangnya melawan korupsi. Kesederhanaan dan kenegarawanan Bung Hatta tentu tidak terlepas dari komitmen dan dukungan sang istri, Rahmi Hatta. Menurut Meutia, ibundanya selalu memegang teguh prinsip hidup Bung Hatta dengan hidup sederhana dan rajin menabung. Demi menghemat pengeluaran, Rahmi bahkan tidak segan untuk menanam sendiri sayur dan buah untuk konsumsi keluarga. “Korupsi itu tidak baik dan kita malu kalau korupsi. Jadi perasaan malu itu yang ditekankan,” ujar Meutia mengingat wejangan ayahandanya.

Korupsi erat kaitanya dengan uang dan kekuasaan. Berkenaan dengan 2 godaan duniawi tersebut, Bung Hatta tidak banyak berpesan tetapi lebih banyak memberikan contoh bagi ketiga putrinya. Dari sekian banyak teladan yang diwariskan oleh ayahandanya, Meutia pun berkisah saat Bung Hatta harus pergi berobat ke Swedia. Sebagai mantan Wakil Presiden RI, pengobatan Bung Hatta sepenuhnya ditanggung oleh negara. Namun demikian, setibanya di Tanah Air, ayahandanya memutuskan untuk mengembalikan dana pengobatan yang telah diberikan kepadanya ke kas negara. “Bagi Bung Hatta, itu harus dikembalikan karena bagaimanapun itu punya negara,” ungkapnya.

Bung Hatta bersama istri dan ketiga putrinya

Meutia Hatta dilahirkan sebagai anak Wakil Presiden RI petahana. Sejak kecil, ia mengaku dibiasakan untuk menjaga nama baik keluarga besar Hatta. “Kita tidak boleh hidup terlalu mewah. Kita hidup secukupnya karena bagi kita yang penting adalah nama baik. Itulah yang harus kita jaga,” ujar Meutia menirukan nasehat ibundanya sepeninggal Bung Hatta.

Menurut Meutia, ayahandanya akan sangat marah jika melihat kian maraknya korupsi di Bumi Nusantara. Bagi Bung Hatta, korupsi merupakan penghambat kemajuan suatu negara, terutama karena tindakan tersebut akan merusak akhlak bangsa. (Kabari1007)