Sukses Operet Aku Anak Rusun tidak terlepas dari kerja keras seorang Dovieke Angsana dalam kapasitasnya sebagai produser dan direktur artistik. Sebelumnya, ia juga terlibat dalam produksi Operet Aku Anak Rusun pertama yang diselenggarakan dua tahum silam. Kolaborasi antara Veronica Tan dan Dovieke dalam projek kali ini tak lepas dari ketertarikan keduanya terhadap dunia musik. Dalam perbincangan mereka, sempat tercetus ide untuk membuat sebuah konser musik. Namun, seiring berjalannya waktu, ide tersebut berkembang menjadi sebuah operet. Selain kecocokan ide keduanya, alumni UCLA tersebut mengaku terdorong untuk terlibat karena keinginannya untuk memberi harapan dan membangun mimpi bagi anak-anak rusun yang kurang mampu.

Operet Anak Rusun kali ini bertajuk Selendang Arimbi. Menurut Dovieke, judul tersebut datang dari sang penulis skenario Vanda Parengkuan yang selama ini dikenal sebagai penulis majalah Bobo. “Inspirasi Selendang Arimbi tersebut diambil dari ide di mana selendangnya itu mewakili ibu-ibu rusun yang memang beraktifitas membuat selendang batik. Kalau Arimbi, diambil dari nama Dewi Arimbi,” ujarnya.

Melalui operet tersebut, Dovieke mengungkapkan bahwa pihaknya memaksimalkan penggunaan beragam lagu anak-anak, lagu daerah dan tak ketinggalan beberapa senandung Indonesia klasik di era Koes Plus. Adapun lagu-lagu tersebut disajikan dengan aransemen yang lebih moderen agar dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.

Saat disinggung mengenai proses audisi bagi anak-anak rusun tersebut, Dovieke mengungkapkan bahwa pihaknya bekerjasama dengan Gerakan Kepedulian Indonesia untuk menggelar audisi di 3 rusun yang terlibat dalam pementasan kali ini. Pihaknya sengaja tidak menetapkan standar audisi yang terlalu tinggi karena menyadari bahwa banyak dari anak-anak rusun tersebut belum pernah mendapatkan pelatihan vokal, tari, dan akting sebelumnya. “Untuk casting, kita audisi dari segi akting dan dari segi tari… Kualitas yang kita utamakan adalah musikalitas mereka, setidaknya tidak off-beat,” tambahnya. Setelah melalui proses audisi tersebut, wanita yang pernah mendalami Theater Production di AS ini mengaku takjub melihat banyaknya talenta-talenta tersembunyi yang dimiliki oleh anak-anak rusun.

Sebelum tampil, anak-anak rusun tersebut mengikuti serangkaian proses pelatihan dan masa persiapan selama 2 sampai 3 bulan. Ia menilai waktu tersebut tergolong sangat singkat mengingat mayoritas anak-anak rusun yang terlibat belum pernah mendapatkan pelatihan secara khusus sebelumnya untuk tampil di atas panggung yang bertaraf internasional, seperti Ciputra Artpreneur. Meski demikian, mereka mampu untuk tampil prima. Hal ini terbukti dari review hadirin yang memberi nilai memuaskan untuk penampilan mereka malam itu.

Pelatih-pelatih yang dilibatkan juga merupakan profesional di bidangnya masing-masing. Menurut Dovieke, salah satu tokoh yang berperan sentral dalam proses pelatihan dan masa persiapan operet tahun 2017 dan 2019 adalah sang sutradara sekaligus koreografer Rita Dewi Saleh. Bahkan, di tengah perjuangannya dalam melawan penyakit kanker yang dideritanya, wanita yang akrab disapa Bunda Rita itu tetap memaksakan diri untuk kuat demi melatih anak-anak rusun hingga ajal menjemputnya 2 minggu sebelum pementasan Operet Aku Anak Rusun 2.

Dari segi produksi, Dovieke menilai singkatnya waktu latihan menjadi kendala terbesar yang dihadapi oleh timnya. Kendala besar lainnya menyangkut pengurusan izin untuk mengikuti pelatihan dari orang tua dan sekolah-sekolah anak-anak rusun tersebut.

Melalui Operet Aku Anak Rusun ini, Dovieke berharap perhelatan tersebut dapat menjadi batu loncatan bagi anak-anak rusun yang terlibat dan agar bakat mereka dapat tersalurkan dengan baik. “Ini adalah satu step menuju ke apa yang ingin mereka capai. Semoga kami bisa bantu anak-anak rusun ini,” ungkapnya di penghujung wawancara dengan Kabari News.