KabariNews Ancaman terbesar yang tengah dihadapi oleh seluruh penduduk dunia saat ini adalah ancaman non-militer, yaitu air, energi dan pangan. Bertambahnya penduduk juga menandakan pengguna daya air, energi, dan pangan yang menimbulkan defisit sumber daya. Hal itu diungkapkan oleh Purnomo Yusgiantoro. Saat menjadi keynote speaker dalam seminar ketahanan energi dengan mengangkat tema “Dinamika Energi Global dan Ketahanan Energi: Pengembangan enegri Baru dan Terbarukan” di Auditorium A 302 Universitas Khatolik Widya Mandala Surabaya, Selasa (14/03).

“Dunia saat ini masih tergantung pada minyak bumi, sementara cadangan minyak bumi bisa habis kapan saja,” ungkap Purnomo Yusgiantoro.

Melalui dasar pikiran itulah, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), periode 2009 hingga 2014, mengajak pemerintah dan generasi penerus bangsa melalui dunia pendidikan untuk mengembangkan potensi energi baru dan terbarukan (EBT).

“Berbicara soal energi, berarti juga berbicara soal ketahanan nasional dan geopolitik Indonesia. Melalui ketahanan inilah negara harus merespon dinamika perubahan energi dan mampu untuk menjamin ketersediaan energi dengan harga yang wajar dan akan menghasilkan sebuah kemandirian energi,”kata Purnomo.

Kemandirian Energi, kata Purnomo Yusgiantoro adalah adanya jaminan pasokan energi fosil yang nantinya berkembang menjadi EBT. Kemudian, akses terhadap energi berdasarkan letak geografis Indonesia. Yang berikutnya, harga keekonomian energi yang diwujudkan melalui pemberian subsidi langsung dari pemerintah seperti subsidi LPG 3kg dan subsidi BBM jenis solar.

Purnomo menuturkan, harus bersedia memanfaatkan energi EBT yang nantinya akan dikembangkan menjadi energi pilihan terakhir, yaitu nuklir. Penggunaan energi nuklir menjadi implementasi perwujudan perubahan energi yang berkelanjutan.

Menurut Undang-Undang Nomor 30 tahun 2017, tentang energi, potensi penggunaan energi baru adalah berasal dari nuklir, hidrogen, coal bed methane (CBM), liquidfied coal, dan gasified coal. Sementara energi terbarukan berasal dari panas bumi, bioenergi, tenaga surya, dan hydro. EBT memang harus dikembangkan kedepannya.

“Jika dikembangkan, jelasnya maka investasi pemerintah itu penting. Karena jika EBT bersaing dengan non-EBT seperti bensin, batubara, ataupun pipa gas yang sudah jelas ada lebih dulu, pasti EBT kalau market EBT tidak jalan, maka harus ada investasi ekonomi seperti penerapan kebijakan harga instrumen yang ekektif dan non-ekonomi seperti pajak,” katanya.

Sementara itu, Dwi Harry Suryadi dari Dewan Energi Nasional mengatakan, saat ini masih sedikit potensi energi baru terbarukan yang dilirik, baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga pendidikan untuk digunakan. Padahal total energi yang dapat digunakan Pembangkit Listrik tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTM/H), tenaga surya, laut, angin, dan panas bumi yang dihasilkan sebesar 443.2 GW, namun hanya 8,80 GW saja yang dimanfaatkan. Jadi hanya 2% pemanfaatan energi yang ada.

Berbeda yang dikemukakan oleh Herman Daniel Ibrahim, Dewan Pakar METI dan pendiri ICESS, ia menyatakan bahwa kunci dari perkembangan Energi Terbarukan (ET) adalah tersedianya proyek siap bangun cukup serta regulasi yang menarik. Ini dikembangkan melalui strategi pengembangan sumber ET yang besar yang diintregrasikan dengan regulasi dan sinergikan dengan industri.

Disisi lain, Saleh Abdurrahman dari Kementerian ESDM mengatakan, jika pemerintah mempunyai rencana strategis untuk mengendalikan volume dan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), yaitu dengan peningkatan penegakan implementasi Peraturan Pemerintah ESDM No. 1 tahun 2013 tentang pengendalian penggunaan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. Dan meningkatkan konversi dari BBM ke gas. (Kabari 1003/foto&video:1003)