KabariNews – Ditengah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi dunia, Otoritas Jasa keuangan (OJK) diharapkan mampu bisa menjawab tantangan perekonomian yang saat ini sedang tak menentu. Dengan demikian OJK sebagai salah satu motor penggerak perekonomian di sektor jasa keuangan dapat menyikapi kondisi perekonomian dunia dengan penguatan dan stabilitas pertumbuhan perekonomian nasional, terutama di sektor industri jasa keuangan. Terkait dengan itu, OJK telah menyiapkan 4 kebijakan untuk menjaga stabilitas industri jasa keuangan.

OJK memfokuskan pada upaya penguatan pengawasan terintregrasi, penyempurnaan menajemen, dan peningkatan kapasitas industri jasa keuangan nasional. Hal ini terungkap saat pertemuan tahunan pelaku industri jasa keuangan yang diselenggarakan oleh OJK Regional 4 Jawa Timur di Hotel JW Marriot Surabaya, Selasa (17/01).

Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Esekutif Pengawasan Perbankan, Nelson Tampubolon, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Soekamto, Kepala Bang Indonesia Jawa Timur berserta pimpinan Perbankan se-Jawa Timur dan tamu undangan lainnya.

Pertemuan tahunan tersebut, sebagai salah satu wujud kepedulian OJK Regional 4 Jawa Timur untuk turut serta mengembangkan ekonomi Provensi Jawa Timur dan mengambil tema “Menjaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan  dan Membangun Optimisme Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat”.

Dalam Pidatonya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan, Nelson Tampubolon menyampaikan arahan bagi industri jasa keuangan yang ada di wilayah kerja kantor OJK regional 4 dan secara umum tingkat lembaga jasa keuangan, juga masih dalam kondisi terjaga dengan didukung tingkat permodalan yang tinggi serta likuidasi yang memadai.

Nelson juga menyampaikan bahwa OJK mengeluarkan kebijakan dimaksudkan perlu adanya stabilitas sistem keuangan demi keyakinan terhadap perekonomian dan juga mengurangi daya saing investasi didalam negeri.

“Hal itu perlu untuk meningkatkan kepercayaan terhadap prospek fundamental ekonomi Indonesia. Selain itu, sebagai penyeimbang antara kontribusi dan dengan ketahanan stabilitas sektor keuangan,” kata Nelson.

Nelson juga menjelaskan, tahun ini, OJK akan menerbitkan ketentuan mengenai pengelolaan resiko likuiditas konglomerasi, manajemen kongmelarasi, dan intra-group transaction exposure.

“Kebijakan pertama dari 4 kebijakan yang akan dikeluarkan OJK, merupakan penyempurnaan kerangka pengaturan dan pengawasan konglomerasi keuangan. Ini sangat penting, karena ketangguhan dan daya tahan jasa keuangan dipengaruhi oleh kondisi konglomerasi keuangan yang saat ini menguasai tiga perempat pangsa pasar Indonesia,” ungkap Nelson.

Yang kedua, kata Nelson, merupakan upaya untuk menyediakan likuiditas yang cukup dalam pembiayaan pembangunan serta sebagai monitoringnya akan ditempuh melalui beberapa upaya seperti mengoptimalkan Global Master Repo Agreement (GMRA) oleh lembaga jasa keuangan.

“Dalam hal ini, OJK mempunyai harapan di tahun ini Electronic Trading Platform, surat utang sudah dapat diimplementasikan untuk meningkatkan pengawasan dan intergritas pasar, salah satunya adalah price discoveri,” jelasnya.

Selanjutnya yang ketiga, terkait dengan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Sistim Krisis keuangan (UU-PPSKK) di tahun ini, OJK akan menerbitkan beberapa peraturan yang terkait, khususnya mengenai rencana aksi (recoveri plan) bagi bank sistemik. Ketentuan ini akan memperjelas konsep bail-in yang selaras di Indonesia. Selain itu, sebagai implikasi terhadap penyusunan mekanisme resulusi perbankan, termasuk Program Rekontruksi Perbankan (PRP). Untuk melengkapi peraturan ini, juga akan diterbitkan peraturan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) dan pendirian bank perantara (bridge bank).

“Dan yang keempat, sebagai upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, maka perlu pula disiapkan ketentuan bisnin non-bank dalam lingkup industri jasa keuangan dan berkelanjutan dan tumbuh sehat,” tuturnya.

Terkait dengan 35 emiten, Nelson mengakui bahwa ke-35 emiten itu gagal. Namun itu menjadi dasar untuk mencari rumusan dan konsep, agar kedepannya tidak terulang lagi.

Sementara itu, menurut data statistik Kantor OJK Regional 4 Jawa Timur tingkat kepercayaan Masyarakat Jawa Timur terhadap perbankan syariah mengalami peningkatan, hal ini tercermin dari pertumbuhan DPN pada tahun 2016 yang mencapai sebesar 10,69% di bandingkan pada tahun 2015 yang hanya mencapai 4,03%. Namun, disisi pertumbuhan pembiayaan cenderung melambat akibat pengaruh dari perlambatan ekonomi global, dimana pada tahun 2016, pembiayaan perbankan syariah tercatat hanya tumbuh sebesar 1,62%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pembiayaan pada tahun 2015 yang mencapai 10,13%.

Sedangkan perkembangan kinerja perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank (IKNB) selama satu tahun terakhir, tercatat 1.015 jumlah industri jasa keuangan kantor jaringan perbankan, 1.265 jumlah industri jasa keuangan jaringan kantor non-perbankan, dan 42 anggota bursa. Selama tahun 2016, OJK Regional 4 telah menerima sebanyak 192 permohonan ijin pengembangan jaringan kantor dan 56 pengajuan proses fit and proper test (FPT) di sektor perbankan.

Market share volume usaha perbankan di Jawa Timur pada tahun 2016 mencapai 7,89% dari volume usaha perbankan nasional dengan pertumbuhan total aset, DPK, dan Kredit masing-masing sebesar 7,35%, 6,03%, dan 4,39%,” kata Soekamto, Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur.

ojk1Lebih lanjut, Soekamto menjelaskan, petumbuhan kredit tersebut lebih rendah dibandingkan perbankan nasional yang tercatat sebesar 5,21%. Lambatnya pertumbuhan kredit disebabkan kecenderungan perbankan di Jawa Timur yang lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit, sehingga rasio NPL Jawa Timur sebesar 2,86% dan tercatat lebih baik dibanding nasional yang mencapai 3,24%. Perlambatan penyaluran kredit ini bersifat sementara mengingat bank masih cenderung wait and see terhadap perkembangan kondisi ekonomi.

Dalam kinerja pasar modal di Jawa Timur, menunjukan adanya pertumbuhan yang tercermin dari peningkatan jumlah investor sebanyak 10.998 orang atau 20,41%. Disis lain, kinerja perusahaan pembiayaan, dana pensiun, dan modal ventura, juga menunjukan peningkatan volume usaha masing-masing sebesar 7,38%, 26,54%, dan 42,99%.

ojk2Terkait dengan penawaran investasi yang tidak bertanggungjawab diberbagai wilayah di Jawa Timur, Soekamto menjelaskan, data berdasarkan laporan konsumen yang diterima oleh kantor OJK Regional 4 menyebutkan, pada tahun 2016 terdapat 735 pengaduan konsumen, baik melalui surat dan laporan kehadiran langsung. Komposisi pengaduan yang diterima terdiri dari 492 pengaduan konsumen di sektor perbankan, 124 pengaduan konsumen disektor perasuransian, 99 pengaduan disektor lembaga pembiayaan, 12 pengaduan disektor modal, 4 pengaduan di sektor dana pensiun, dan 4 pengaduan terkait dengan lembaga lainnya.

“Berdasarkan data tersebut, ada 85 permintaan informasi yang berkaitan dan/atau pertanyaan terhadap legalitas penawaran investasi ilegal seputar penawaran investasi di bidang tanaman, komoditas, perkebunan serta surat pelunasan hutang bank yang dikeluarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Ada juga pengaduan  terkait investasi keuangan, seperti investasi haji, umroh, MTN, dan forex,” tutur Soekamto.

OJK berharap, ditahun 2017 industri jasa keuangan semakin adaptis dalam merespon perkembangan teknologi informasi yang telah mendorong terciptanya berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, antara lain dalam memperoleh akses keuangan. Oleh karena itu, akses keuangan secara menyeluruh secepatnya perlu memperhatikan aspek pemanfaatan teknologi informasi dengan tujuan yang lebih luas, antara lain kepada perusahaan start up melalui fasilitas investor untuk bertransaksi langsung dengan pelaku UMKM dan para wirausahawan masa depan Indonesia. Itu dapat dilakukan melalui pengembangan financial technology (FinTech) yang menawarkan kemudahan akses kecepatan proses bisnis bagi UMKM dan pengusaha. (Kabari1003/foto &video:1003)