Pertengahan Januari 2025, Kabari mendapat kesempatan khusus berbincang dengan Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D selaku Kepala BPOM.
Taruna Ikrar menceritakan perasaan terkait amanah dan tanggungjawab sebagai Kepala BPOM. ”Sebagai ilmuwan yang lebih dari 30 tahun mencari ilmu dan sekaligus menuntut ilmu bahkan melakukan riset dan penelitian tiga benua. Tentu kepercayaan sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Lembaga ini terbentuk sejak hampir 70 tahun yang lalu kemudian secara mandiri sekitar 24 tahun yang lalu. Tahun ini kita akan memperingati tahun ke 24 dalam konteks langsung bertanggung jawab kepada Presiden,” ungkapnya.
BPOM berdasarkan UU No. 17 tahun 2023 tentang kesehatan, juga berdasarkan peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2024 dan dipertegas tentang struktur organisasinya oleh Peraturan Presiden nomor 80 tahun 2017 yang memiliki kewenangan yang sangat penting, langsung berhubungan dengan masyarakat luas. Karena lembaga ini yang menjamin atas keamanan, kemanfaatan, dan kualitas dari produk – produk, baik itu obat, makanan, minuman dan semua hal yang langsung bersentuhan dengan tubuh kita. Seperti kosmetik, suplemen, sabun dan obat tradsional. Tentu juga tugasnya yang lain adalah menjadi pengayom masyarakat luas yaitu 282 juta penduduk Indonesia. ”Wewenang yang begitu besar, memiliki tanggung jawab, mulai dari hulu di bagian riset dan development yaitu produk, kemudian bagimana peraturan untuk mengeluarkan ijin memproduksi yang kita sebut dengan sertifikat. Juga kaitan dengan ijin edar, distribusinya, sampai pada tahap terakhir penindakan kalau terjadi masalah yaitu penarikan, penyitaan, termasuk di dalamnya kalau mau diekspor yaitu surat keterangan ekspor, demikian juga kalau ada yang mengimpor disebut surat keterangan impor,” terang Taruna Ikrar.
”Jadi dengan demikian, BPOM memiliki wewenang, tugas pokok, fungsi yang sangat besar dalam hal pengawasan obat dan makanan di Republik Indonesia ini, sehingga tugas ini adalah tugas yang sangat mulia, tugas berat, dan tugas yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar,” sambungnya.
Taruna Ikrar menyebut, sebagai ilmuwan merasa terhormat, merasa termuliakan atas kepercayaan langsung dari Presiden Repiblik Indonesia. ”Jadi kalau ditanyakan bagaimana perasaan, bagaimana manivestasi yang saya rasakan sekarang, saya merasa ini tugas yang sangat mulia, selain mulia sangat terhormat dan juga sangat berat, karena kita membutuhkan dukungan dan kerjasama dari semua stakeholder,” ucapnya.
Lalu sebagai Kepala BPOM, apa tantangan terbesar yang dihadapinya? ”Sebagai Kepala Badan POM RI, tantangannya tentu sangat besar. Pertama, harga obat di negeri kita cukup mahal dibanding di negara tetangga. Tantangan yang lain adalah lebih dari 90% bahan baku obat di Indonesia itu adalah impor. Kemudian yang ketiga, tantangannya adalah Badan POM RI masih berada pada maturitas yang ketiga, artinya belum berada pada posisi yang setingkat dengan FDA di Amerika. Tantangan keempat adalah banyak obat – obat baru, obat – obat inovasi yang di produksi di berbagai negara yang sangat dibutuhkan di negeri kita, itu belum bisa masuk ke Indonesia. Tantangan ke lima adalah teknologi semakin berkembang tetapi regulasi yang kita ciptakan masih belum bisa mengikuti perkembangan teknologi tadi. Keenam adalah di era digital ini, banyak kejahatan – kejahatan yang bersifat ilegal secara online maupun offline. Ketujuh, kita melihat peluang untuk meningkatkan industri ini khususnya industry UMKM. Sebagai Kepala Badan POM akan mengikuti Asta Cita atau program utamanya Presiden Republik Indonesia,” jelasnya.
Dikatakan Taruna Ikrar, terkait tantangan yang pertama adalah harga obat. ”Kita mencoba mencari jalan dengan cara meningkatkan produksi di dalam negeri dan mengharuskan harga eceran tertinggi. Jadi kalau sudah produksi obat meningkat, tentu harganya turun. Di market juga kita mau potong persoalan apa yang kita sebut dengan biaya – biaya yang tak terduga, misalnya biaya iklan dan sebagainya. Selama 4 bulan kepemimpinan saya, kelihatannya harga obat sudah mulai terkontrol di negeri ini,” ucapnya.
Tantangan yang kedua terkait dengan inovasi, inovasi ini menjadi hal yang sangat penting, karena kita tahu inovasi sangat berkembang sekarang, mulai dari produk obat, produk makanan, obat – obat tradisional dan sebagainya. ”Terus bagaimana cara kami menanganinya dalam konteks kepemimpinan saya, saya akan mengembangkan kerjasama dengan kampus – kampus, karena di kampus kita punya banyak ahli, jadi saya menggandeng kampus sekarang ini. Sudah ada 185 kampus di Indonesia yang sudah bekerjasama dengan kami, ini kan potensi, kemudian kita menghubungkan dengan industri. Maka pemikiran inovatif di kampus bisa tersosialisasikan oleh industri sehingga terjadi hilirisasi sehingga produk inovasi semakin banyak,” terang Taruna Ikrar.
Tantangan ketiga terkait status kita yang maturitas masih di level 3. ”Tahun ini kita bertekad BPOM sudah selevel dengan Badan POM nya Amerika atau US FDA. Caranya dengan kita termasuk dalam WHO List Otority, kami sekarang lagi bekerja keras untuk itu. Insya Allah tahun ini kita sudah selevel dengan FDA nya Amerika. Harus diingat, ada 186 negara yang punya FDA atau Food Drug Otority. Tapi cuma ada 30 negara yang sekarang terlist (WHO). Kita yakin (bisa) masuk di grup 30 negara yang hebat, itu persoalan reputasi kita,” tegas Taruna Ikrar.
Selanjutnya tantangan keempat, Taruna Ikrar akan banyak melakukan revisi peraturan untuk mengikuti perkembangan jaman ini.
Kemudian tantangan kelima, hubungannya dengan obat – obat yang sudah di produksi di luar negeri, yaitu produk inovasi tetapi belum sampai ke Indonesia. ”Saya juga akan melakukan sebuah reformasi di lembaga ini, dulunya mendapatkan obat – obat inovasi itu butuh waktu 300 hari kerja berarti sekitar 1,5 tahun baru dapat nomor ijin edarnya. Periode saya, saya ingin dipotong cukup 90 hari kerja saja. Nah, itu akan mempercepat obat-obat inovasi yang sudah disahkan di luar negeri bisa masuk ke dalam negeri kita dan bisa dinikmati oleh masyarakat kita,” cetus Taruna Ikrar.
Poin selajutnya yang berhubungan dengan pengembangan teknologi, khususnya hubungannya dengan pangan. BPOM sedang bekerja sama dengan IPB juga para ahli–ahi pangan untuk bahan kemasan untuk inovasinya termasuk regulasi yang perlu diperbaiki.
Kemudian yang juga paling penting, karena kita di era digital, batas-batas negara sudah tidak jelas lagi sehingga banyak produk – produk ilegal yang masuk ke negeri kita, baik itu kosmetik, obat, pangan, hingga suplemenn. Hal ini merugikan negara kita. ”Oleh karena itu, saya bertindak tegas, dibawah kepemimpinan saya sangat banyak kita tindakin, apakah itu mafia obat, mafia pangan kita babat, itu tekad kami. Kemudian dalam konteks UMKM, kita punya target akan terjadi peningkatan lebih 100% di periode kami. Itu sebuah tekad karena kita ingin meningkatkan bagaimana organisasi kita, bagaimana masyarakat kita naik tingkatannya,” kata Taruna Ikrar.
Dan yang lebih penting lagi sebagai Kepala Badan POM, Taruna Ikrar ingin membawa lembaga ini, bukan hanya memiliki kapasitas reputasi di tingkat regional tetapi di tingkat dunia. ”Di tingkat global, kita yakin bisa gapai karena semua potensi itu yang dimiliki, tinggal diatur dengan baik. Nah, kalau semua itu sudah tergapai, juga dalam konteks organisasi, saya ingin melihat kita akan melakukan modernisasi organisasi yang lebih baik, reformasi organisasi BPOM secara struktur dan kelembagaan bisa semakin meningkat di masa depan. Mohon doanya dengan kerja sama semua pihak, saya yakin cita – cita ini dalam rangka menjalankan Asta Cita Bapak Presiden, kita bisa jalankan dengan baik di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,” ungkapnya.
Taruna Ikrar mengakui bahwa ada ketergantungan bahan baku impor dalam pembuatan obat di Indonesia. ”Kita tahu ada 240 dari perusahaan besar farmasi di Indonesia dan memproduksi ribuan jenis obat. Bahan baku di Indonesia itu, baru 15% dari ribuan tadi, jadi dengan demikian masih ada lebih dari 90% bahan baku itu kita impor. Nah, masalahnya kenapa kita impor? Pertama, kita harus buat srategi yang tepat sehingga perusahaan di dalam negeri ini bisa juga secara mandiri bisa memproduksi bahan bakunya. Caranya tentu kerja sama, karena kita paham, bahan baku obat beda dengan bahan baku pangan. Bahan baku obat itu ada hak patennya, ada hak intelektual property-nya. Bagi obat-obatan yang sudah lewat masa patennya, tentu kita bisa produksi generik itu lebih mudah, tetapi bagi yang belum habis masa patennya, kita perlu bekerja sama dengan penemu itu yang pertama. Jadi kita kembangkan kerja sama dengan perusahaan–perusahaan obat internasional untuk berinvestasi di negeri kita. Sekarang sedang progres dari India, China, dan Amerika Serikat untuk berinvestasi di sini,” ucapnya.
Kedua, kita menginginkan ada transfer teknologi pada saat perusahaan asing berinvestasi di Indonesia. ”Misalnya 5 tahun setelah dia sampai ke Indonesia membangun pabriknya, setelah 5 tahun dia harus buka bahan bakunya di sini, jadi ini long journey,” terangnya.
Ketiga, produsen bahan baku obat bukan hanya satu negara tapi beberapa negara. Melalui jaringan yang dibangun, kita bisa mencari harga yang paling murah sehingga itu bisa berpengaruh dengan harga obat.
Keempat, mempermudah regulasinya sehingga memberikan ruang yang nyaman bagi para produsen – produsen obat ini untuk berinvestasi di negeri kita.
Kelima, tidak boleh selamanya bergantung pada negara lain. Karena itu,BPOM gandeng kampus, hingga riset center, agar bisa memproduksi bahan baku obat di dalam negeri. ”Kita tahu obat asli Indonesia, ada 17 ribu lebih, obat asli Indonesia ini bisa naik tingkat jadi obat herbal terstandar,” jelasnya.
”Dengan lima strategi yang saya pikirkan untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku tersebut sehingga kita harus mengimpor untuk jangka menengah dan jangka panjang kita akan lakukan strategi yang tepat untuk membuat kemandirian obat. Kita ingin Indonesia memiliki kemandirian obat, karena kemandirian obat adalah ketahanan nasional kita,” tukasnya.
Obat asli Indonesia jumlahnya sekitar 17.200 jenis natur spesies dari seluruh Indonesia. Di Nusantara ini sangat kaya dengan rempah-rempah. Dari ribuan jenis obat tersebut, yang jadi obat berstandar baru hanya 97. Kemudian dari 97 itu, yang naik kelas menjadi vito farmaka atau obat yang bisa diresepkan, baru 21 jenis. Ini berarti sangat besar potensi kita untuk mengembangkan obat-obat herbal khas Indonesia. ”Dibawah kepemimpinan saya, Badan POM akan saya kejar, akan saya dukung semangat kemandirian nasional ini, supaya produsen – produsen dalam negeri kita berkembang. Saya kira salah satu kekuatan kita tadi tentang obat asli Indonesia, kemudian hal yang lain, kita adalah jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, jadi dari potensi pasar yang besar. Dari sisi badan POM akan memberikan regulasi – regulasi yang mempermudah tetapi standar tidak bisa kita tinggalkan, kita harus mengikuti standar nasional, standar internasional, kenapa? Karena kita adalah lembaga penjamin, menjamin kualitas, menjamin keamanan, menjamin kemanfaatan, dan dengan konteks itu maka saya sadar ini pekerjaan berat tetapi saya yakin produsen – produsen dalam negeri kita bisa menjadi raja di negeri sendiri. Contohnya kosmetik, kosmetik sangat besar revenue-nya. Nah, kita ingin membuat strategi khusus sehingga produk – produk dalam negeri kita, kosmetik dalam negeri kita, suplemen dalam negeri kita, pangan dalam negeri kita, obat – obat asli Indonesia dan sebagainya bisa lebih berkembang dengan baik. Jadi intinya Badan POM akan memberikan dukungan, dan memastikan kita menjadi tuan di negeri sendiri karena baik obat maupun pangan, karena kemandirian pangan merupakan bagian dari ketahanan nasional kita,” ucapnya.
Dalam masa kepemimpinannya, Taruna Ikrar ingin membawa BPOM menjadi sama dengan FDA di negara maju. Pengalamannya sebagai Direktur Konsil Dokter Sedunia atau Direktur Konsil Dokter International (IAMRA : International Association of Medical Regulatory Authorities) menjadi nilai tambah bagi Taruna Ikrar membawa terobosan bagi BPOM. ”Pengalaman saya bisa terapkan di Badan POM, menjadikan Badan POM setingkat levelnya dengan Amerika. Caranya bagaimana, kita ada daftar persyaratannya, ada aspek penilainnya. Misalnya penilaian cara pelayanan, kepastian hukum, kepastian produk, digitalisasi, teknologi, kemudian keamanan, menghindari obat – obat palsu, memperjelas strukturnya juga bagaimana networking-nya. Untuk sampai ke batas itu, sekarang kita masih batas maturitas level 3, maturitas tertinggi itu di level 4. Sejak saya diangkat 4 bulan yang lalu, saya sudah mengejar posisi ini bahwa Indonesia harus selevel dengan US FDA setingkat dengan level Europan Medical Agency atau yang kita sebut dengan Europan FDA. Kita akan sampai ke sana dan saya yakin setelah kita kordinasi dengan assesment-nya. Sekarang Badan POM sedang dalam assesment pada bulan Februari nanti dan kemungkinan akan diputuskan sekitar bulan Juni 2025. Saya yakin bahwa kita dalam evaluasi tahapannya, kita sudah masuk dalam fase akhir, evaluasi ini kita mampu setara dengan FDA Amerika maupun Eropa. Kalau itu kita dapatkan di tahun ini, level Badan POM naik setingkat mereka, maka produk – produk kita dalam negeri kalau kita mau pasarkan ke negara – negara tersebut tidak perlu lagi mereka datang ke sini mengecek, karena kita sudah setingkat. Karena stempelnya Badan POM sudah diakui, reputasinya sudah diakui, jadi manifetasinya ini membuka pasar di luar negeri sehingga dalam negeri bisa memproduksi lebih banyak. Nah, kalau itu terjadi kita punya kebanggaan bahwa Badan POM RI sudah selevel dengan mereka.
Lalu apa saja target dari BPOM yang ingin dicapai di tahun 2025?
Di tahun 2025 ini, ada beberapa target yang kita mau capai. Pertama, secara organisasi Badan POM akan semakin solid peran fungsi dan wewenangnya, semakin berkembang maju sistem digitalisasi, sistem networking dari sistem organisasi. Lembaga ini semakin modern, itu ditandai dengan terjadinya peningkatan kelembagaan kita menjadi lembaga yang diakui secara global. Kita juga sadar bahwa Badan POM ini merupakan lembaga yang memiliki keterbukaan informasi yang tertinggi di negeri ini. Jadi kita sangat berharap di tahun ini, saya juga semakin transparan secara organisasi, kemudian tentu kita berdasarkan fungsi tadi, kita semakin memastikan peran kita sebagai penjamin keamanan khasiat dan kemanfaatan serta kualitas obat ataupun makanan yang di konsumsi oleh masyarakat kita semakin baik. Keempat, Badan POM akan semakin menggalang UMKM karena yang jumlahnya jutaan tadi, kita berharap semuanya teregistrasi dan terlayani oleh Badan POM. Kelima, akan banyak produk – produk inovasi baik obat asli ataupun pangan, kemudian regulasi kita akan perbaiki, itu ditandai dengan adanya banyak peraturan – peraturan yang merupakan reformasi dari peraturan sebelumnya, kemudian kita semakin memastikan, kita melawan semua mafia, melawan semua kejahatan – kejahatan yang hubungannya dengan pangan dan obat – obatan, dan lebih penting lagi tentu kita targetnya mengikuti Asta Cita dan misi dari Bapak Presiden dan Wakil Presiden Prabowo – Gibran. Terakhir, kita optimis tahun ini Badan POM akan setaraf dengan US FDA, Europe FDA, Jepang FDA karena kita negara besar dan kita on progress untuk itu. Mohon doa dan restunya semoga reputasi di tahun 2025 ini, Badan POM diakui sebagai maturitas yang ke 4, diakui selevel dengan Badan – Badan POM di negara – negara maju. Saya yakin itu bisa tercapai atas support doa dari semua pihak. Kami berharap di tahun ini Badan POM RI semakin jelas, semakin maksimal dalam pelayanannya terhadap seluruh rakyat Indonesia,” ungkapnya.
Mengakhiri pembicaraan dengan Kabari, Taruna Ikrar menjelaskan peran Presiden Prabowo Subianto sehingga terpilih sebagai Kepala BPOM. ”Intinya saya jadi Kepala Badan POM RI atas rekomendasi dan dukungan Bapak Presiden Prabowo. Itu dibuktikan dengan surat rekomendasi beliau pada 28 Maret 2024, persis 12 hari atau hampir 2 minggu setelah beliau ditetapkan sebagai Presiden RI terpilih. Alasan kenapa? Tentu yang paing tahu adalah Bapak Presiden Prabowo, namun salah satu pertimbangannya yang sampai ke saya bahwa saya adalah ahli Farmakologi. Lalu yang kedua, karena saya dulunya pegawai Badan POM. Kemudian Vsaya sudah berkarir sebagai Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, dengan cara itu maka pertimbangannya sangat solid disamping beliau juga melihat saya adalah seorang ilmuwan global. Akhirnya saya menjadi bagian dari pemerintahan ini sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, dan saya dilantik pada 19 Agustus 2024 di Istana Negara oleh Presiden Jokowi atas rekomendasi Bapak Presiden Prabowo,” pungkasnya.
Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 209
Simak wawancara Kabari bersama Prof. dr. TARUNA IKRAR, M.Biomed., MD., Ph.D, Kepala BPOM dibawah ini.