KabariNews – 22 tahun membangun Tiara Handycraft membuat karya Titik Winarti dihargai dunia. Tak salah apabila Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2004 mengundang Titi mewakili pengusaha mikro Indonesia untuk berpidato di markas besar PBB di New York , Amerika Serikat (AS).

Apresiasi yang didapatkan Titik tidak membuatnya sombong. Ia terus membagi ilmu bagi kaum miskin dan kaum disabilitas.

Baginya, membagi ilmu kepada sesama merupakan suatu keharusan. Tanpa mereka, usaha yang ia jalani tidak sebesar saat ini. Sebagian besar produk yang dihasilkan Tiara Handycraft merupakan karya dari tangan-tangan terampil kaum disabilitas.

Diceritakan  Titik, awalnya terjun di dunia usaha karena keinginan untuk meringankan beban sang suami. Apalagi ibu dari lima orang ini memang gemar membuat kerajinan tangan.

Tahun 1995, ia memulai usaha dengan mendaur ulang toples bekas menjadi wadah cantik. Tak dinyana produk yang dibuat diterima masyarakat.

“Dari situlah usaha yang saya jalani terus berkembang. Kemudian saya mencoba memanfaatkan kain perca yang saya utak-atik menjadi sebuah tas wanita,” kata Titik saat ditemui KabariNews di galeri Tiara Handycraft di Jalan Sidosermo II/5 Surabaya, Jawa Timur, Senin (24/01).

Tanpa terasa usaha Titik semakin berkembang. Ia pun memperluas usahanya dengan memanfaatkan tekstil untuk membuat aneka kerajinan. Dengan semakin berkembangnya usaha Titik, berarti semakin banyak pula permintaan dari konsumen. Hal itu pula, yang menyebabkan Titik harus memutar otak untuk memenuhi target permintaan dari konsumennya. Karena secara otomatis hal itu mempengaruhi terhadap tenaga kerja yang dibutuhkan.

“Langkah yang saya ambil untuk memenuhi target permintaan dengan melatih ibu-ibu di sekitar sini untuk menjadi tenaga terampil yang kemudian menjadi mitra kerja saya,” tutur Titik.

Tidak hanya sekadar mencari keuntungan semata, wanita berusia 50 tahun ini, kemudian merencanakan sebuah misi sosial. Ia bertekad untuk melatih dan membina tenaga kerja dari penyandang cacat, dengan tujuan agar penyandang cacat dapat mandiri tanpa harus meminta belas kasihan orang lain. Keinginan Titik ini mendaapat dukungan suami dan anak-anak. Satu-persatu, Titik mulai melatih dan membina penyandang cacat agar terampil membuat kerajinan tangan.

“Mereka saya gaji yang sesuai. Soal makan dan tidur, saya tidak memperhitungkan. Karena mereka saya anggap sebagai bagian dari keluarga,” ungkapnya.

Namun, tujuan mulia Titik dianggap hanya memanfaatkan penyandang cacat. Padahal Titik, melatih dan membina mereka untuk menjadi tenaga terampil.

Karena mendayagunakan kaum disabilitas sebagai tenaga kerja, Titik memutuskan mendirikan Yayasan Bina karya Tiara. Tujuannya agar mendapat perhatian dan kontrol pemerintah, sekaligus menepis omongan bahwa dirinya hanya memanfaatkan tenaga penyandang cacat.

Banyak respon positif dari masyarakat yang kemudian mendorong Titik untuk terus mengembangkan usahanya bersama para penyandang cacat.

Saat ini, Tiara Handycraft telah memproduksi beraneka ragam produk. Mulai dari tas wanita, dompet, dan aneka pakaian. Berbagai produk buatannya dijual dari harga Rp 100 ribu hingga jutaan Rupiah. Aneka produknya menembus pasar Singapura, Brasil, Amerika Serikat, Sapanyol, dan Belanda.

Menurutnya, para penyandang disabilitas tidak membutuhkan belas kasihan, namun mereka hanya membutuhkan kesempatan untuk berkarya. Menghargai penyandang disabilitas tidak hanya sekadar membeli karyanya, tapi suatu pengakuan bahwa karya mereka layak untuk diakui sebagai produk berkualitas.

“Saya mengharapkan konsumen saat membeli produk kami bukan karena rasa kasihan, namun betul-betul karena kualitas. Karena saya mendidik mereka untuk tidak dikasihani, tapi untuk berkarya yang berkualitas hingga akhirnya mereka dapat mandiri dan berkarya serta memiliki kualitas. Jika itu terjadi, mereka tidak akan menjadi beban pemerintah atau pun bagi orang lain,” kata Titik.

Saat ditanya, bagai mana peran dan perhatian pemerintah saat ini terkait dengan penyandang cacat? Titik menjawab,

Saat KabariNews berkunjung ke rumahnya yang sekaligus menjadi tempat produksinya, Titik bersama beberapa karyawan penyandang cacat sedang mengerjakan pesanan berupa tempat sedotan (straw) yang terbuat dari kain batik. Tempat straw yang ramah lingkungan ini, nantinya akan di kirim ke AS. Tempat sedotan didesain sedemikian rupa agar straw yang terbuat dari tempered glass bisa terlindungi dengan aman dan praktis dibawa kemana-mana.

Menurut Titik, pemesannya sengaja memesan dengan spesifikasi yang seperti itu dan meminta dirinya untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Tidak hanya tempat sedotan dan straw saja yang ramah lingkungan, tapi juga sikat pembersih sedotan juga diminta harus terbuat dari bahan-bahan alami. (Kabari1003/foto dan video: 1003 dan TH)