KabariNews, Perdagangan orang adalah kejahatan keji yang merendahkan martabat manusia serta menghambat orang untuk menikmati kehidupan yang damai dan sejahtera. Tidak ada negara yang terbebas sepenuhnya dari kejahatan perdagangan orang. Oleh karenanya semua negara di dunia harus menganggap serius kejahatan ini dan bersama-sama mengatasi secara komprehensif.

Berdasarkan laporan United NationsOffice on Drugs and Crime (UNODC) pada tahun 2013, perdagangan orang telah menghasilkan keuntungan 32 miliar Dolar Amerika Serikat per tahun. Ini adalah salah satu bisnis ilegal yang paling menguntungkan di dunia, ketiga terbesar setelah perdagangan obat terlarang dan barang palsu.

“Indonesia memandang perdagangan manusia sangatlah penting dengan menempatkannya dalam agenda teratas nasional,” kata Venneta, Deputi Menteri Perlindungan Hak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan danPerlindungan Anak (KemenPPPA) saat menyampaikan pernyataan delegasi Indonesia dalam Konfrensi Para Pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Kejahatan Terorganisir Transnasional di Wina, Austria yang berlangsung sejak 15 -19 Oktober 2018.

Kami percaya lanjut Venneta, bahwa masalah ini harus ditangani secara komprehensif melalui pencegahan, perlindungan, dan penuntutan. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas perdagangan orang melalui kerjasama internasional yang solid sesuai dengan Protokol palermo sebagai landasannya.

Dalam kegiatan ini, Delegasi Indonesia berkesempatan untuk berbagi pengalaman dan praktik-praktik terbaik dalam memberantas perdagangan orang. Terkait dengan pencegahan, pada tahun 2017 Pemerintah Indonesia telah membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO) di 32 Provinsi dan 192 Kabupaten/Kota dan telah menyiapkan mekanisme pemantauan untuk mengawasi agen-agen perekrutan dan pelatihan tenaga kerja serta pusat-pusat rehabilitasi.

Masih dengan Venneta, Mengenai masalah penegakan hukum, Indonesia sangat menghargai upaya tanpa henti yang dilakukan oleh para petugas penegak hukum dengan kompetensi dan tekad yang kuat untuk kriminalisasi perdagangan orang serta mengejar proses hukumnya. Hal tersebut dibuktikan pada tahun 2017 pemerintah Indonesia telah menyelesaikan 14 kasus, sementara 7 lainnya masih dalam penyelidikan, dan 50 kasus berada di pengadilan menunggu persidangan. Jumlah ini termasuk kasus yang melibatkan pelaku individu dan perusahaan.

Mengenai masalah perlindungan, pada tahun 2017 Perwakilan Indonesia di luar negeri telah menyelamatkan 314 orang dan diberi perlindungan di rumah aman yang disediakan oleh pemerintah Indonesia. Tercatat sebayak 281 orang telah dipulangkan dan dirawat oleh Departemen Sosial di pusat-pusat rehabilitasi.

Selain itu, dalam upaya mendukung proses hukum perdagangan orang sebanyak 220 saksi, yang sebagian besar merupakan korban perdagangan, berada di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Indonesia juga berperan aktif dalam forum-forum terkait perdagangan manusia, di antaranya melalui ASEAN dan Bali Process. Kemudian melalui mekanisme ASEAN, Indonesia telah meratifikasi ASEAN convention Against Trafficking in Persons (ACTIP) atau Konvensi ASEAN menentang perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak.

“Meskipun upaya-upaya telah dilakukan untuk memberantas perdagangan orang secara menyeluruh, namun beberapa tantangan tetap ada karena para mafia atau jaringan kriminal perdagangan orang terus mengembangkan metode dan modus operandinya,” tutur Venneta.

Melalui Venneta, Indonesia berharap sepenuhnya sejalan dengan semangat kerjasama internasional untuk mewujudkan dunia yang bebas dari perdagangan orang.