KabariNews – Pada bulan Maret lalu Pemerintah mengeluarkan paket-paket kebijakan untuk mengatasi permasalahan defisit neraca transaksi berjalan yang menjadi salah satu pemicu utama melemahnya nilai tukar Rupiah akhir-akhir ini. Di antara paket kebijakan tersebut adalah kebijakan bebas visa bagi 30 negara untuk kunjungan singkat/wisata ke Indonesia. Kebijakan ini diharapkan akan dapat menarik lebih banyak jumlah wisatawan dari negara-negara tersebut untuk berkunjung ke Indonesia, sehingga dapat mendongkrak penerimaan devisa negara.

CORE Indonesia dalam siaran persnya, Senin, (20/4), berpendapat bahwa kebijakan ini merupakan satu langkah penting, tidak hanya untuk meredam pelemahan nilai tukar Rupiah, tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor pariwisata yang selama ini masih cenderung tumbuh linier dan tertinggal dari banyak negara lain termasuk negara- negara tetangga di ASEAN.

Pariwisata memang telah ditetapkan sebagai sektor prioritas pendorong ekonomi oleh Pemerintahan Jokowi-JK. Di dalam RPJMN 2015-2019 pun pemerintah telah menetapkan target kunjungan wisatawan mancanegara hingga 20 juta pada tahun 2019. Namun sayangnya, hingga saat ini belum ada suatu peta jalan (roadmap) yang jelas terkait strategi pengembangan sektor pariwisata dalam lima tahun ke depan untuk mencapai target tersebut. Oleh karenanya, CORE perlu memberikan beberapa catatan yang sangat penting untuk dapat meningkatkan kinerja sektor pariwisata dalam lima tahun ke depan.

PERTAMA, percepatan pertumbuhan sektor pariwisata akan dapat mengatasi defisit neraca jasa yang menjadi salah pemicu defisit neraca transaksi berjalan Indonesia selama ini. Namun, untuk dapat meredam defisit pada neraca jasa, pertumbuhan sektor pariwisata harus didorong lebih cepat, tidak sekedar mengikuti tren pertumbuhan linier seperti yang terjadi selama ini.

Potensi besar sektor pariwisata dalam mengatasi defisit neraca jasa telah dibuktikan oleh Thailand, yang pada 2013 lalu berhasil mencapai surplus neraca jasa akibat percepatan pertumbuhan jasa perjalanan sejak tahun 2012. Padahal sebelumnya Thailand, sebagaimana juga Indonesia, selalu mengalami defisit neraca jasa yang dipicu oleh besarnya defisit pada jasa transportasi. Hingga saat ini jasa transportasi Thailand sebenarnya masih terus mengalami defisit yang sangat besar, bahkan lebih besar daripada defisit yang dialami Indonesia, akibat tingginya ketergantungan terhadap jasa pengangkutan asing untuk menunjang aktivitas ekspor-impor mereka. Akan tetapi, kelemahan ini mereka ditutupi oleh keunggulan pada sektor pariwisata, yang dalam beberapa tahun terakhir semakin dipercepat pertumbuhannya sehingga menghasilkan surplus jasa perjalanan yang dapat melebihi defisit pada jasa transportasi

KEDUA, untuk dapat merespon dinamika dalam bisnis pariwisata secara cepat, efektif dan efisien, sebagaimana pernah disampaikan dalam CORE Media Discussion tanggal 26 Februari 2014, pengelolaan pariwisata di Indonesia perlu menggunakan pendekatan bisnis, bukan dengan pendekatan birokrasi, karena sektor pariwisata bukanlah pelayanan dasar publik sebagaimana halnya sektor pendidikan dan kesehatan.

Pendekatan secara bisnis ini semestinya diterapkan dengan mendirikan badan pengembangan pariwisata independen yang dikelola secara profesional dan menempatkan pemerintah serta seluruh stakeholder di sektor ini. Badan ini bukan merupakan birokrasi baru pengganti departemen pariwisata, tetapi sebagai badan semi-publik pro-bisnis yang bertugas menggalang kekuatan industri pariwisata nasional dan koordinator usaha-usaha pengembangan industri oleh pelaku bisnis pariwisata. Pendekatan bisnis akan mendorong program- program yang lebih inovatif dan lebih responsif terhadap dalam menangkap peluang bisnis pariwisata yang sangat dinamis.

KETIGA, kebijakan bebas visa merupakan langkah terobosan yang bagus, namun untuk mendongkrak kinerja sektor pariwisata dan melakukan percepatan pertumbuhan sektor ini secara signifikan tidak bisa hanya dengan mengandalkan satu kebijakan saja. Kebijakan bebas visa juga harus diikuti dengan langkah-langkah lain yang bersifat pro-aktif dan inovatif, melakukan promosi wisata secara gencar, disamping terus memacu pembangunan infrastruktur khususnya yang berdampak terhadap peningkatan daya saing wisata.

KEEMPAT, untuk mendorong surplus jasa perjalanan, selain menjaring sebanyak mungkin wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia, perlu pula mendorong masyarakat Indonesia untuk lebih memilih berwisata di dalam negeri. Selama ini meskipun jumlah wisatawan asing yang ke Indonesia (inbound tourists) meningkat, jumlah wisatawan Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri (outbound tourists) juga meningkat dengan pesat dengan jumlah yang hampir menyamai inbound tourists. Ini menjadi salah satu penyebab mengapa surplus transaksi jasa perjalanan Indonesia tidak sebesar yang dinikmati negara tetangga Thailand dan Malaysia. (1009)