Museum Benteng Heritage adalah museum peranakan Tionghoa pertama dan satu-satunya di Indonesia, yang terletak di Kota Tangerang.

Ini adalah hasil restorasi dari sebuah bangunan berarsitektur tradisional Tionghoa yang diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke-17, menjadikannya salah satu bangunan tertua di kota ini. Bangunan ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, dan menyimpan koleksi artefak yang memperlihatkan jejak kehidupan komunitas Tionghoa sejak tahun 1407. Komunitas yang tinggal di sekitar benteng tersebut adalah warga keturunan Tionghoa asli Tangerang.

Museum ini seolah menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, menampilkan berbagai artefak dan benda peninggalan sejarah yang menjadi saksi bisu kehidupan masyarakat Tionghoa di masa lalu. Mulai dari cerita kedatangan armada Cheng Ho dengan rombongannya, hingga kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa di Tangerang.

Melalui koleksi dan pamerannya, Museum Benteng Heritage berusaha melestarikan dan memperkenalkan budaya dan tradisi Tionghoa kepada generasi baru, sekaligus mengingatkan kita tentang pentingnya menghargai dan memahami keragaman budaya dan sejarah di Indonesia.

Hari itu, Tiwan mengajak KABARI mengenal secara detail tentang Museum Benteng Heritage. “Saya berkenalan dengan Pak Udaya Halim sejak tahun 2011, sebelum museum ini diinagurasi,” kata Tiwan mengawali cerita siang itu.

Dijelaskan Tiwan, Museum Benteng Heritage telah berusia hampir 200 tahun. “Jadi Pak Udaya dulu pernah tinggal tiga blok dari museum ini. Jadi beliau punya masa kecil ada di sini. Setelah krisis 1998, kira-kira tahun 2005, Pak Udaya mendapatkan ilham atau wahyu tentang rumah ini (kini menjadi Museum Benteng Heritage). Pak Udaya kurang paham tentang tentang mimpinya, tapi ketika dia datang ke rumah ini, beliau tahu harus membeli rumah ini,” cerita Tiwan.

Setelah membeli rumah tersebut, Udaya Halim ingin mengubahnya menjadi Museum Benteng Heritage. “Pak Udaya memiliki suatu wisdom, bahwa rumah ini tidak boleh direhabilitasi, tapi harus direstorasi. Restorasi adalah memperbaiki dengan cara-cara yang lama, dengan memakai material yang lama. Pak Udaya punya teman baik, seorang professor di Singapura, yang merupakan ahli restorasi,” ungkap Tiwan.

Saat memasuki museum, pengunjung akan merasakan suasana sejarah yang kental, dimana pintu dan jendela bangunan merupakan ornamen asli yang telah dipertahankan sejak abad ke-17. Tiang penyangga utama bangunan dibuat dari kayu shi, jenis kayu yang semakin tua semakin kokoh.

Salah satu yang menarik dalam kunjungan kali ini, KABARI berkesempatan menikmati tea time bersama para rombongan yang hadir hari itu. Saat tea time menggunakan mangkok yang ada gambar ikan yang menunjukkan harapan agar selalu sukses.

“Dan saat melayani dalam tea time, jika kita yang melayani lebih muda, maka harus diberikan kepada yang lebih senior terlebih dahulu,” ungkap Tiwan tersenyum.

Sekadar informasi, sebelum menjadi Museum Benteng Heritage, rumah ini sempat dijadikan markas bagi organisasi perdagangan Tionghoa di Tangerang. Pada abad ke 19 rumah dibeli oleh satu keluarga bermarga Lao yang akhirnya dihuni. Rumah sempat dikontrakan sampai akhirnya dibeli oleh Udaya Halim pada 2009.

Di lantai dua museum, terdapat berbagai barang-barang sejarah yang tersusun rapi, baik di dalam etalase maupun yang diletakkan di atas meja. Salah satu koleksi barang-barang antik pertama yang bisa ditemui adalah timbangan opium. Timbangan opium yang terdapat di museum ini berasal dari Tiongkok, Jepang, Korea, Indonesia, Burma, dan Thailand.

Museum ini juga menyimpan koleksi barang-barang yang ditemukan pada saat restorasi museum dilakukan. Pada saat melakukan penggalian untuk mengecek pondasi bangunan museum, mereka menemukan barang-barang yang diduga sebagai peninggalan sejarah.

Ada pecahan keramik, kerang-kerang, gigi, paku buatan tangan yang terbuat dari besi, bahkan timah. Banyak pernak-pernik peralatan judi orang Tionghoa pada masa lampau, radio, koleksi patung-patung dewa, perlengkapan perkawinan adat peranakan Tionghoa Tangerang.

Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 205

Simak wawancara Kabari bersama Tiwan di Museum Benteng Heritage dibawah ini.