Problem orang tua, terutama ibu , baik  ibu yang bekerja atau  full timer mom pada masa pandemi ini  ternyata tidaklah  berbeda jauh. Bahkan dalam hal load pekerjaan , keduanya sama-sama menjadi orang yang paling sibuk.  Load kerja yang penuh ini berefek pada berkurangnya kadar mindfullness ibu terhadap anak. 

Sangat dimaklumi apabila peran dan tugas para ibu  di masa pandemi lebih banyak lagi , karena semua personil anggota keluarga ada di rumah. 

Sehingga tidak salah, jika ada yang mengatakan bahwa ibu adalah orang yang terbangun paling awal di pagi hari. Tapi tidurnya paling akhir hanya untuk memastikan seluruh kebutuhan anggota keluarga  sudah terpenuhi  dengan baik. 

Namun patut dipahami bahwa ibu hanyalah seorang manusia juga  yang dapat merasakan  lelah. Tidak jarang , akibat load kerja ibu  yang penuh ini berefek pada berkurangnya kadar mindfulness ibu terhadap anak. 

Pada saat anak  bicara ke orangtua, khususnya ibu, seolah tidak ada koneksi. Ibu jawab “Iya iya iya” alakadarnya , sekedar ingin membuat pembicaraan segera berakhir. 

Pada kegiatan sharing session bertajuk ‘Melekatkan Hati dengan Anak Melalui Kegiatan Menjurnal’ yang digagas oleh Desainer Nina Nugroho melalui program #akuberdaya bekerjasama dengan asosiasi  Tempa Trainers Guild (TTG), secara khusus membahas  persoalan yang dihadapi para orang tua terutama  ibu seputar bagaimana mengisi tangki cinta pada anak ditengah kesibukan mereka.

Dikatakan Adlil Umarat, seorang Childhood Optimizer, apabila anak terus menerus merasa tidak diperhatikan, maka hal itu akan  memiliki dampak jangka panjang. 

“Banyak orang tua nggak hadir di saat anaknya sedang sedih atau kecewa, sakit atau sedang  berprestasi. Bahkan ada pula orang tua yang nggak bisa mendengar anaknya merengek.  Dari kecil sudah banyak dimarah-marahi. Banyak ketidak nyamanan yang dia rasakan. Akibatnya dia akan mencari sosok lain selain kita. Ini akan menjadi masalah baru lagi,” ujar Adlil yang akrab disapa Kang Ading. 

Orang tua yang kerap marah-marah , boleh jadi mengalami inner child negative di masa lalu. Secara tidak sadar, kondisi ini akan menurunkan pada anak-anaknya.

Padahal di  tahun 2045 mendatang, Indonesia akan menghadapi bonus demografi, dimana jumlah manusia  usia produktif akan membludak. Anak-anak yang saat ini berusia dini akan menjadi pemimpin di masa itu. 

“Pertanyaannya apakah kita rela melihat anak-anak kita  seperti zombie,  manusia yang berjiwa  inner child negative atau menjadi biang kerok bagi sekelilingnya? Pasti nggak ada yang mau ya. Kita nggak mau anak-anak kita menjadi anak yang fatherless woman  yaitu anak perempuan yang kurang sentuhan kasih sayang dari ayahnya, motherless man,yaitu anak laki-laki yang kurang sentuhan kasih sayang dari ibunya,  dan fatherless country, yaitu orang-orang yang secara berjamaah satu negarai kurang sentuhan seorang ayah. Akibatnya apa? Anak-anak  kita perspektifnya nggak kaya ,nggak komprehensif. Nggak berani ambil keputusan, serba ragu .  Ini adalah PR yang perlu diselesaikan. Maka dari itu yuk  bangun kemelekatan hati dengan anak,” ujar Kang Ading, lagi.

Bangun Quality Time

Bagaimana caranya? Jawabannya,  sesibuk apapun orang tua,  berusahalah untuk  mengoptimalkan masa kecil anak melalui strategi komunikasi efektif dan strategi bermain penuh makna yang tepat dan praktis.  “Saran saya mumpung anak-anak masih kecil, masih tinggal di rumah. Mari kita bangun hati kita bertautan dengan anak. Kita  latih  mereka untuk punya akses ke hati kita. Ketika dia ada masalah, dia terbuka sama kita, kita berusaha hadir untuk mereka. Jangan ketika anak curhat, kita bully. ‘Aah, kamu gitu aja nggak bisa’,”urai Kang Ading, memberi contoh.

Salah satu cara praktis melekatkan hati dengan anak adalah bangun family time dengan kegiatan menjurnal bersama anak. 

Menjurnal adalah sebuah kegiatan dimana anak menuangkan isi kepalanya diatas kertas. Bermodalkan crayon atau spidol dan kertas kosong, anak kita stimulasi untuk  menggambarkan apa yang sedang ada dipikiran dan hatinya.

Dari gambar yang dibuatnya, kita bisa membaca apa yang dipikirannya. Dari coretannya,  kita jadi tahu bagaimana seharusnya mereservasi dia.  

Kang Ading pun membagi pengalaman pribadinya bersama istri ketika mempersiapkan anak sulungnya  memiliki adik. 

“Ketika itu saya menganalisa hasil jurnalnya. Dia menggambarkan 4 sosok di kertas jurnalnya. Dia bilang itu perwakilan dari saya, mamanya, dia dan adiknya. Sosok adiknya digambarkan dalam crayon warna pink. Saya tanya, kenapa adik berwarna pink. Iya katanya, karena adik itu mau dipanasin diatas api. Saya kaget sekali. Kenapa adiknya harus dipanaskan di api. Oh rupanya hari itu dia tengah kesal.  Saat ibunya elus-elus perut, dan bilang ini adik kamu laki-laki. Nanti kalau sudah  besar mau diajak main bola sama ayah. Hasil Analisa saya dan istri , si kakak mengalami sindrom sibling rivalry, dia jealous sama adiknya yang masih di perut. Bagaimana supaya dia nggak jealous, kami buru-buru mitigasi dia supaya nggak sibling rivalry. Caranya, kita kasih kepercayaan dia jadi ketua panitia penyambutan kelahiran adiknya. Dia yang pilihkan baju untuk adiknya. Adiknya kan  laki-laki, dia pilihkan baju dan semua peralatan bayi berwarna biru. Ketika adiknya lahir, dia bangganya luar biasa, karena merasa dilibatkan,” papar Kang Ading.

Manfaat  kegiatan jurnal bagi anak

  1. Menjadi bagian detoksifikasi mood anak (ekspesi diri)
  2. Menstimulasi imajinasi
  3. Alat penilai sebatas mana penalaran logika anak ( apakah anak sudah tahu batasan aturan main)
  4. Mengetahui isi hati dan pemikiran anak secara akurat, no filter
  5. Memfollow  up apa yang perlu dilakukan orangtua ke anak
  6. Melatih skill observasi  -berpikir-bertindak (menangkap ide, mengolah ide, tuang ide, presentasi skill
  7. Melatih motoric halus dan kasar ( bisa terlihat dari tekanannya apakah sudah ada didalam batasan atau tidak, warnanya bagaimana)
  8. Alternative kegiatan positif, non-gadged, non tv
  9. Sarana melatih calisitung (baca tulis hitung)  secara alamiah sesuai fitrah,  bukan drilling
  10. Belajar klasifikasi tempat (menaruh kertas, crayon)
  11. Sarana membangun bonding (ngobrol dengan anak)
  12. Orangtua tahu PR  terhadap anak
  13. Alat darurat yang murah meriah  saat bepergian ( supaya anak focus saat di pesawat dll)

Persiapan menjurnal bersama  anak

  1. Siapkan setting lingkungan yang baik ( ergonomis) supaya anak tidak mengalami  scholiosis
  2. Sediakan kertas kosong dan crayon di tempat yang tetap (mengajarkan anak bertanggung jawab dan berinisiatif.  
  3. Beri kebebasan anak menuangkan ide. Jangan intervensi  harus menggambar apa. 
  4. Waktu  sekitar 20-30 menit (boleh lebih, jika anak sedang ingin menuangkan lebih banyak lagi ide-idenya)
  5. Setelah selesai menjurnal, tanyakan maksud gambar yang dibuat anak
  6. Tulis nama dan tanggal di kiri atas. Jika anak   sudah mengerti bisa menuliskannya sendiri.
  7. Simpan jurnal  di tempat yang sudah disepakati. Sebab jurnal ini merupakan  harta karun yang mahal untuk menganalisa anak
  8. Evaluasi (diskusi) hasil jurnal anak bersama pasangan. Jadi kegiatan ini sebagai    habit baru di keluarga anda

Do and Don’t dalam pendampingan menjurnal

Do:

  1. Motivasi  ada ruang kosong, ada warna lain yang belum dicoba/eksplorasi, ada ide lain untuk mengisi ruang kosong
  2. Motivasi anak agar ia mau menulis sendiri namanya
  3. Perkaya input di kepala anak
  4. Lakukan kegiatan menjurnal di jam yang sama di tempat yang sama (setting tempat)
  5. Anak usia awal, 2-5 tahun prefer gunakan crayon. Spidol dan pensil warna digunakan diatas umur 6 tahun
  6. Beri instruksi gunakan alat satu-satu, dikembalikan, baru boleh ambil warna lain
  7. Kasih pijakan ke anak. ‘Aha, ayah ada permainan baru yang seru, mau coba?’
  8. Lakukan 2 kali sehari, pagi untuk rilis emosi, sore untuk capture apa pengalaman berkesan yang ia alami seharian

Don’t:

  1. Jangan mendirect anak. Kasih ia kesempatan eksplorasi
  2. Jangan mudah goyah saat anak minta bantuan. Motivasi anak, ‘kamu pasti bisa. Ada berjuta ide di dunia . kamu bisa pilih salah satu’
  3. Jangan mengkritik gambar anak . ini bukan lomba gambar bagus-bagusan
  4. Jangan mencoret di kertas anak. Hargai karyanya, kecuali saat ia melapor dan butuh tulisan penjelasan
  5. Jangan bantu anak-anak saat beres-beres crayon dan kertas. Ajak dia berpikir solutif untuk mengembalikan semua alat sesuai tempat. Ini adalah cara kerja otak yang sistematis dan bertanggung jawab. Dia kerja dimanapun dengan sistem di kepalanya, bukan seenaknya