KabariNews – Dalam sebuah surat terbuka kepada Presiden Indonesia Joko Widodo, yang diterbitkan dalam jurnal kesehatan terkemuka The Lancet, sekelompok akademisi Indonesia dan para ahli  meminta pemerintah untuk berkomitmen melakukan pendekatan kesehatan masyarakat untuk mengatasi penggunaan narkoba, dan segera menghentikan strategi yang kontraproduktif seperti rehabilitasi disengaja atau paksa dan hukuman mati.

“Pemerintah Indonesia telah menunjukkan peningkatan komitmen untuk menangani penggunaan narkoba dan menjamin kesejahteraan warganya, tetapi untuk mencapai ini harus memilih kesehatan masyarakat dan strategi pengurangan bahaya. Pendekatan perang narkoba telah gagal , bahkan menyebabkan lebih berbahaya daripada baik, “kata Profesor Dr Irwanto dari HIV dan AIDS Research Centre di Universitas Atma Jaya seperti dikutip prnewswire.com, Jumat, (5/6).

“Kami tahu apa yang berhasil. Kita sudah memiliki bukti dan telah melaksanakan program kesehatan terfokus yang bekerja di Indonesia sejak awal 2000-an. Kami memiliki kewajiban etis untuk menyediakan warga negara kita dengan pilihan yang menyelamatkan nyawa, seperti program jarum suntik jarum, substitusi opioid Terapi dan, terapi obat sukarela berbasis masyarakat. Namun, meskipun keberhasilan terbukti intervensi ini, komitmen politik dan dana yang kurang, dan strategi hukuman saat ini di Indonesia tidak memberikan ruang yang cukup untuk program kesehatan yang berarti. Dana terbatas malah digunakan untuk meningkatkan pendekatan berbasis ketakutan, yang secara efektif mendorong orang yang membutuhkan jauh dari program kesehatan, “kata Dr Ignatius Praptoraharjo, Peneliti di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran di Universitas Gadjah Mada.

Kelompok ahli mempertanyakan validitas perkiraan penggunaan obat yang sering digunakan untuk menunjukkan Indonesia  dalam cengkeraman darurat obat nasional membutuhkan perang narkoba skala besar, dan menyerukan kepada Presiden untuk berinvestasi dalam pengumpulan data yang lebih akurat. Kelompok ini khawatir bahwa pemerintah telah menggunakan perkiraan sebagai dasar untuk kebijakan nasional.

“Mendapatkan perkiraan yang valid dari penggunaan obat tidak mudah, proses lurus ke depan, namun kita perlu memastikan bahwa kebijakan nasional didasarkan pada bukti-bukti yang benar-benartransparan” kata Prof. Dr. Irwanto.

Orang-orang yang menggunakan obat-obatan menghadapi peningkatan stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai tindakan pengendalian narkoba. “Infeksi HIV akan terus meningkat selama pengguna narkoba terus hidup dalam ketakutan penangkapan atau penempatan dalam rehabilitasi disengaja atau paksa,” kata Dr Kemal Siregar, Sekretaris Jenderal Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Penandatangan surat terbuka mendukung mendirikan komite multi-sektoral independen pada penggunaan obat yang terdiri dari instansi pemerintah, kementerian nasional, peneliti, penyedia layanan dan tokoh masyarakat bertugas mengkaji data obat, menetapkan prioritas, merekomendasikan bukti-informasi tindakan dan kemajuan pemantauan.

“Sebagai orang yang menggunakan obat-obatan, kami telah melihat dan mengalami sendiri bahwa pendekatan represif dan hukuman memperburuk kematian narkoba dan bahaya seperti HIV dan penularan hepatitis C,” tambah Edo Agustian, Koordinator Nasional Pengguna Narkoba Indonesia Network. “Kami mendesak pemerintah untuk bekerja sama dengan menggunakan masyarakat, akademisi dan pemangku kepentingan lainnya untuk membangun respon yang lebih efektif.”

Penanda tangan surat terbuka tersebut adalah Prof.Dr. Irwanto, PhD, Peneliti dan pengamat senior di Pusat Penelitian HIV/AIDS Unika Atma Jaya, Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, cendekiawan Muslim dan Ketua Konferensi Indonesia untu Agama dan Perdamaian, Prof.Dr. D.N. Wirawan, Kepala Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana, Dr. Ignatius Praptoraharjo, Ph.D, peneliti dari Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Dr. Robet Robertus, Kepala Departemen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Edo Agustian, Koordinator Nasional Persaudaraan Korban Napza Indonesia, Haris Azhar, Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Dr. A. Setyo Wibowo, dosen dan Kepala bagian Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Rafendi Djamin, perwakilan Indonesia di Komisi Antar-Pemerintah ASEAN, beserta penandatangan lainnya. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/77587

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

greatpremium

 

 

 

 

kabari store pic 1