Bicara soal banjir di
pernah direbut Pangeran Jayakarta dari tangan Kompeni Belanda ini memang rawan
banjir sejak dulu kala. Bahkan jauh sebelum kompeni menduduki
Bukti bahwa
rawan Banjir tertulis baik dalam Prasasti Tugu peninggalan kerajaan Hindu
Tarumanegara. Kala itu, Raja Purnawarman membangun saluran air raksasa bernama
“Chandrabhaga” (Sekarang Sungai Bekasi atau Sungai Citarum) dan saluran
“Gomati” (Kali Mati Tangerang) pada abad ke-7.
selain untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, juga untuk menanggulangi banjir.
tahun 1671, 1654, 1699, 1711, 1714, 1872, 1854, 1909, dan 1918. Itu belum
dihitung dengan banjir-banjir berintesitas kecil atau sedang.
telah membangun banyak kanal untuk mengalirkan air menuju Laut Jawa.
Kanal-kanal itu dirancang oleh oleh Simon Stevin, seorang arsitek
Belanda yang ahli memabngun kanal-kanal di Belanda.
Kalibesar, Mukervaart, Kali Item, Kali Sentiong dan Kali Krukut.
terjadi juga kerusakan di daerah hulu hingga menyebabkan banjir tahun 1671 dan
disusul tahun 1699.
Meski perbaikan dan perawatan kanal-kanal itu tetap
dilakukan, banjir tak juga berhenti
menghampiri
yang kala itu sempat dijuluki sebagai “Kota Abadi”, atau “Bintang dari Timur”.
Banjir kembali melanda
pada tahun 1711 dan 1714
1728 sampai 1778, pemerintahan Belanda membuat sistem drainase dengan membangun
pintu air dan bendungan (Katulampa dan Empang) untuk mengendalikan air ke
Baru Timur dan Barat.
Tampaknya pemerintahan kolonial sudah menyadari saat itu,
bahwa mengatasi banjir di
sistem drainase dimaksudkan untuk
mengendalikan air.
dan malaria,
pun mulai tak nyaman, dan mendapat julukan baru: Kuburan Belanda.
Daendels merintis exodus ke Weltevreden (Departemen Keuangan, Lapangan
Banteng) pada 1809.
baru. Daerah Kota pun bebas dihuni Indo, Cina, dan Mardijkers (budak-budak
merdeka).
1845 dibangun kanal di Grogol, Kali Karang, Ciliwung dan Gunung Sahari.
Beberapa area persawahan diubah menjadi situ, seperti Situ Gintung di Ciputat.
Banjir parah juga terjadi pada awal abad 19 yakni tahun 1918. Koran Sin Po
edisi 19 Februari 1918 mencatat, akibat hujan yang berlangsung secara terus
menerus sepanjang bulan Januari hingga Februari 1918 sebagian wilayah Batavia
yang berada di dataran rendah mulai digenangi air.
4 Februari 1918, di wilayah
yang telah melebar ke Glodok, Tanahtinggi, Pinangsia. Glodok, Tambora. Grogol,
Petaksembilan, dan Kalibesar, sudah digenangi air setinggi dada orang dewasa.
14 Februari 1918, bencana banjir yang terjadi sejak pukul 09.30 malam terus
meluas. Banjir mengakibatkan kerusakan beberapa ruas jalan di daerah
permukiman. Gang Pacebokan (sekitar Kampung Krukut, Jakarta Barat) sudah
berubah menjadi rawa lumpur. Sedangkan di daerah Cikini, banjir telah mencapai
Rumah Sakit Cikini (terletak di Jl. Raden Saleh).
16 Februari 1918, banjir kembali datang. Harian Sin Po menulis, jam 11.00
siang, banjir semakin meluas dan nyaris membuat
wilayah Gunung Sahari hampir seluruhnya terendam, kecuali sedikit di depan Gang
Kemayoran. Untuk menuju Senen, orang harus berenang hingga wilayah jalan Kalilio
Begitu pun di Angke, Pekojan, Kebonjeruk. Kapuran, Kampung Jacatra atau
Kampung Pecahkulit di samping Kali Gunungsari, serta Pejambon, air Juga
merendam rumah-rumah penduduk pribumi.
Pasca banjir besar 1918, Belanda kemudian membentuk “Tim Penyusun Rencana
Pencegahan Banjir” yang diketuai Prof Dr Herman van Breen. Tugasnya,
membuat sistem pengendalian banjir yang meliputi
seluruh
yang saat itu baru seluas 25 km persegi (sekarang luas
Prof Dr Herman van Breen kemudian membuat sebuah dua pekerjaan besar yakni membangun
pintu air Manggarai serta membangun kolektor atau kanal dengan tujuan mengendalikan
aliran air dari hulu sungai dan membatasi volume air masuk
sampai tahun 1922.
Kanal itu memotong
di kawasan Muara Angke lalu ke laut. Sekarang,
kanal itu masih ada dan disebut Banjir Kanal Barat.
Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?35804
Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini
Klik di sini untuk Forum Tanya Jawab
Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
_______________________________________________
Supported by :