Berkemah di musim gugur? Kedengarannya aneh, tapi kegiatan ini sering dilakukan warga Amerika, khususnya yang berdomisili di negara bagian California. Di Amerika, banyak orang berkemah pada musim panas yang jatuh pada Juni sampai Agustus. Tujuannya, beristirahat dari rutinitas kehidupan kota, sekaligus mendekatkan diri dengan alam.

Lantas apa yang membuat warga negeri Paman Sam rela berkemah di musim gugur? Jawabannya, musim panas Indian (Indian summer), yaitu periode di mana cuaca panas timbul tidak lama sebelum musim dingin tiba. Di Benua Amerika, tidak ada waktu pasti untuk memasuki musim panas Indian karena pola iklim yang bervariasi. Misalnya, di negara bagian utara Minnesota, musim panas Indian terjadi dari pertengahan Oktober sampai awal November. Tetapi di San Francisco, yang terletak di negara bagian barat-utara, biasanya musim panas terjadi awal September sampai pertengahan Oktober. Saat itu, temperatur mencapai 70 derajat fahrenheit atau 21 derajat celcius, bahkan bisa lebih panas.

Saat musim panas Indian beberapa waktu lalu, penulis, keluarga, dan teman-teman, berkemah di salah satu lokasi camping paling besar di Lake Tahoe bagian selatan. Danau Tahoe merupakan tempat favorit berkemah bagi warga California dan Nevada.

Kami membawa tenda, kursi lipat, alat-alat kemah, kompor, bahan makanan, alat masak, sepeda, petromaks, alat-alat olahraga air, bahkan trailer untuk tidur. Lokasi itu bernama Camp Richardson Resort & Marina, terletak di pesisir barat-utara, dekat Teluk Emerald (Emerald Bay).

Sekitar 10 menit jalan kaki dari Camp Richardson terletak Pantai Pope (Pope Beach), dengan panjang hampir satu mil dan lebar sekitar 300 kaki. Pantai ini memisahkan rawa Truckee dan Danau Tahoe. Pantainya sangat indah, dengan air laut yang jernih, dangkal, dan tenang, serta pasir putih yang halus. Peminat olahraga air, seperti ski air, jetski, dayung, dan berenang, pasti dimanjakan di sana.

Ketupat Sayur

Agenda berkemah dimulai dengan makan pagi. Sebagai orang Indonesia, kami membawa dan memasak makanan Nusantara. Menu makan pagi adalah ketupat sayur, panekuk (pancake), dan bubur ayam. Porsi yang disediakan cukup banyak. Maklum, rombongan kami berjumlah 21 orang, terdiri dari anak-anak dan para orangtua. Setelah makan pagi, kami bersepeda mengelilingi hutan sekitar. Saat kembali ke lokasi telah tersedia makan siang dengan menu batagor dan tempura udang.

Agenda selanjutnya, menikmati Pantai Pope. Di sana, kami ber-barbeque ria dengan memanggang sayap ayam, di sela-sela kegiatan berenang dan bergantian mendayung perahu. Setelah beberapa jam piknik dan berleha-leha di pantai, matahari pun terbenam dan kami kembali ke tenda.

Menu makan malam yang disiapkan adalah gulai kambing, es buah, serta menikmati kopi dan wedang jahe. Suasana yang dibangun hampir sama dengan suasana di warung tegal di Indonesia.

Tak banyak kegiatan di malam hari karena gelap gulita, tidak ada listrik. Kami hanya mengobrol dan main gaple diterangi api unggun dan petromaks.

Anak Beruang

Pada malam terakhir, ada sebuah kejadian tak akan terlupakan. Sekitar pukul 01.00 dini hari, semua anggota rombongan telah masuk ke tenda masing-masing. Penulis yang belum bisa tidur saat itu mendengar suara kasak-kusuk di luar tenda. Dengan perasaan takut dan panik, penulis membangunkan teman yang tidur di samping. Dia pun bangun dan berseru,“Siapa di luar?” Tak ada jawaban dari luar.

Akhirnya, dia bangun mencari tahu asal suara itu. Setelah melihat sejenak, ia kaget dan menutup kembali pintu tenda.

Ketika ditanya apa yang dilihat, dengan suara bergetar ia katakan bahwa ada dua anak beruang yang sedang menyantap es buah yang ditaruh di kotak es. Kami panik dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Suara kunyahan kedua anak beruang itu terdengar jelas sekali. Untungnya, binatang itu hanya menikmati es buah sekitar 10 menit. Meski cuma 10 menit, waktu terasa berputar selama 1 jam!

Pengalaman berkemah di Lake Tahoe sungguh tidak terlupakan. Keasyikan tidur di tenda, menikmati olahraga air di pantai yang indah, bersepeda di hutan, berkumpul bersama keluarga dan teman sambil makan gulai kambing dan ketupat sayur, serta minum kopi dan wedang jahe di tengah kehangatan api unggun, ternyata mampu mengalahkan pengalaman “tragedi beruang”.* ( Inna)