KabariNews – Pemerintah Federal telah mendeportasi lebih dari 200.000 orangtua yang mengaku bahwa anak-anak mereka adalah warga Amerika hanya dalam waktu 2 tahun. Demikian menurut data yang diperoleh Colorlines.com. Ini terjadi antara 1 Juli 2010 hingga 31 September 2012. Hampir  23 persen dari semua yang dideportasi atau 204.810 terjadi pada orangtua yang memiliki anak berkewarganegaraan Amerika, menurut data Federal yang digali dari Freedom of Information Act.

Karena beberapa orang telah dideportasi lebih dari 1 kali, data tersebut mewakili total deportasi, bukan jumlah individu yang dikeluarkan dari Amerika. Namun, para ahli mengatakan bahwa total deportasi mungkin lebih tinggi karena beberapa orangtua takut  mengakui bahwa mereka memiliki anak. Sedangkan tambahan kelompok orangtua yang memiliki anak-anak yang bukan warga negara Amerika tidak diwakili dalam jumlah angka tersebut.

Berbagai pertanyaan muncul tentang pengaruh kebijakan imigrasi pemerintah pada keluarga dan apa yang akan terjadi pada anak-anak yang orantuanya dideportasi dari Amerika. Kongres Amerika dan Gedung Putih berjanji mereformasi undang-udang imigrasi tahun depan.

“Kami berada dalam situasi kristis dimana kami harus mengambil langkah dengan segera untuk mencegah hal ini dan perpisahan yang seringkali terjadi dari anak-anak Amerika dan keluarganya,” ujar Rep. California Lucille Roybal-Allard dalam wawancara dengan Colorlines.com.

Roybal-Allard adalah anggota dari Congressional Hispanic Caucus. Ia memperlihatkan undang-undang tahun lalu yang akan melindungi orangtua imigran yang dideportasi dari kehilangan anak-anak mereka.

Kongres tahun 2009 memerintahkan  Immigration and Customs Enforcement (ICE) untuk mengumpulkan data deportasi orangtua mulai dari 1 Juli 2010 dan merilisnya setiap 6 bulan. Namun, pemerintah Federal hanya merilis data tersebut satu kali pada 6 bulan pertama di tahun 2011.

“Kami tidak tahu berapa anak yang tinggal di sini dan berapa banyak yang ikut dengan orang tua mereka,” kata Luis H. Zayas, Dekan Universitas Texas School of Social Work di tempat kerjanya  yang dibiayai oleh Federal.

“Kami tahu ada efek traumatis pada anak-anak,” tambah Zayas yang mempelajari pengaruh kesehatan mental pada anak-anak yang ibu dan bapaknya dideportasi. “Kami membicarakan tentang terpisahnya keluarga dari anak-anak. Ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan pemerintah kita.”

Investigasi Colorlines.com yang dirilis di bulan November 2011 memperkirakan terdapat setidaknya 5.100 anak-anak yang sulit bersatu dengan orangtuanya yang dideportasi. Diperkirakan jika deportasi dan kebijakan kesejahteraan anak tidak diubah, maka 15.000 anak akan menghadapi nasib yang sama di tahun 2012 hingga 2014.

Data terbaru menunjukkan bahwa deportasi ini terjadi secara besar-besaran sejak Kongres memerintahkan ICE untuk mulai mengumpulkan data para imigran. Pada 17 Juni 2011, sebuah memo dari Direktur ICE John Morton, menginstruksikan agen ICE untuk memfokuskan deportasi kapada orang-orang dengan tindak kriminal yang serius, yakni mereka yang melewati perbatasan Amerika dan mereka yang pernah dideportasi sebelumnya.

Walaupun dalam panduan ICE terdapat ketentuan untuk mendeportasi orang dengan tindak kriminal yang berat, namun kenyataannya tidak demikian. Pertanyaan yang seringkali muncul adalah apa yang dimaksud dengan latar belakang kriminal yang berat? Data deportasi melalui  Secure Communities, yakni program ICE yang memasukkan imigran dalam penjara lokal menunjukkan bahwa 40 persen dari mereka dideportasi karena tindakan kriminal yang paling ringan, termasuk pelanggaran lalu lintas.

Puluhan anak yang sebagian memiliki orangtua yang dideportasi mendatangi Capitol Hill untuk menyerahkan kotak-kotak berisi surat dari anak-anak lain yang meminta kongres untuk menghentikan deportasi orangtua. Kampanye We Belong Together, digalakkan oleh beberapa kelompok yang bertujuan membela dan memperhatikan dampak dari deportasi pada anak. (disarikan dari tulisan: Seth Freed Wessler)