KabariNews – KEK seringkali diposisikan sebagai mesin pertumbuhan sektor Industri oleh banyak negara berkembang lainnya, baik untuk tujuan promosi ekspor, menyerap tenaga kerja, mendorong masuknya investasi asing maupun domestik, pembangunan regional, meningkatkan pendapatan negara atas pajak, dsb.

Berdasarkan data dari UNIDO, pada tahun 2015, terdapat sekitar 4.500 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di 140 negara yang memperkerjakan hampir 66 juta penduduk dunia. Di kawasan ASEAN sendiri terdapat 84 KEK yang beroperasi di 10 negara. Masing-masing KEK tersebut menawarkan berbagai macam insentif untuk menarik investasi dan bahkan telah terjadi persaingan “race of the bottom” dimana terjadi perang insentif antar negara.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal dalam siaran pers CORE, mengatakan Vietnam merupakan contoh terkini sebagai negara yang mampu menarik investasi besar asing dengan insentif yang ditawarkan melalui KEK yang dikembangkannya. Banyak perusahaan multinasional seperti Samsung, Blackberry, maupun Foxconn akhirnya memilih untuk menanamkan investasinya di KEK Vietnam, dibandingkan dengan di Indonesia.

“Hal ini tidak lepas karena berbagai insentif yang ditawarkan Vietnam, seperti pembebasan pajak hingga 30 tahun diseamping upah buruh murah. Hingga tahun 2014, KEK di Vietnam sudah berhasil menangkap 49% dari total investasi asing dan berkontribusi terhadap 4% dari total tenaga kerja”

Namun demikian, berbagai pengalaman negara-negara di dunia juga menunjukkan bahwa tidak semua KEK mencapai keberhasilan. Bahkan tidak sedikit KEK yang akhirnya gagal berkembang. Pemberian berbagai insentif untuk pengembangan KEK tentunya membawa sejumlah konsekuensi bagi keuangan pemerintah, baik dari potensi pendapatan yang hilang maupun ada tambahan biaya yang harus ditanggung pemerintah. Di antaranya, hilangnya pendapatan atas pajak, biaya pengadaan lahan, biaya pembangunan infrastruktur, biaya eksploitasi lingkungan, biaya sosial-politik, dsb. Oleh karenanya, jika gagal, atau jika manfaat yang didapatkan dari KEK (penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap investasi dan ekspor, adanya alih pengetahuan dan teknologi, dsb) tidak signifikan, berarti Pemerintah justru menanggung kerugian akan insentif yang telah diberikan. (1009)