Saat mengikuti tugas sang suami ke Amerika Serikat, saat itulah Srie jatuh cinta dengan kue pie, secara khusus Apple Pie. Tahun 1984, saat kembali ke Indonesia, Srie mencari Apple Pie yang rasanya persis kayak di Amerika. Namun, Srie mengaku sulit menemukannya, apalagi saat itu, masih jarang yang jual kue pie.
Akhirnya Srie mencari resep dan membuatnya. Sejak saat itu, jika ada arisan, Srie selalu membawanya dan ternyata pada suka. “Suatu saat pada bilang, ‘aku pesen dong’. Lalu aku buatin dan mulai dari situ, tidak sengaja jualan,” ungkap Srie kepada Kabari.
Srie mengaku belajar membuat pie secara otodidak. “Setelah mengenal pie, saya mencoba belajar menggunakan buku-buku resep, kebetulan anak saya kuliah chef, jadi terbantu. Jadinya semuanya otodidak,” jelas Srie.
Hadir dengan brand Paimama yang berlokasi di Jl. Warung Jati Barat nomor 5, RT.3/RW.11, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini, Srie mengaku ada 23 varian pie. Namun, yang tersedia di gerai hanya 14 varian. “Biasanya kalau hari raya, varian yang lain itu keluar, karena mereka pesan yang spesial untuk dikasih ke orang, jadi kita layani semuanya,” kata Srie.
Harga pie di Paimama variatif. Untuk pie mini, harganya antara 12k sampai 15k. sedangkan yang ukuran 20-24, dijual di harga 250k hingga 300k. “Dari semua item pie yang ada di Paimama, yang paling laku adalah Apple Pie,” cetus Srie tersenyum.
Daya tahan pie buatan Paimama, untuk suhu ruangan selama 3 hari. Sedangkan kalau disimpan dalam kulkas bisa lebih dari seminggu. Jika diletakkan dalam freezer bisa sampai satu bulan.
Saat hari raya, permintaan di Paimama meningkat hingga 200 persen.
Dikatakan Srie, pelaku usaha pie telah banyak. Namun, Paimama memiliki keunggulan tersendiri. “Kita benar-benar tepungnya itu adalah tepung pie Amerika, jadi bukan dibuat dari pastry yang sudah jadi. Jadi kita olah dari tepung itu pakai resep Amerika dan tanpa rasa tambahan, seperti baking powder, dan baking soda,” ujar Srie.
Dalam membangun bisnis, tak selamanya berjalan lancar. Ada saja tantangan yang dialami. Srie mengaku, tantangan terbesar dalam berbisnis adalah harga bahan kue yang selalu naik. “Padahal saya ingin kue ini bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Jadi bagaimana caranya kue ini bisa dinikmati dengan harga yang terjangkau tapi dengan kualitas nomor satu. Kita melayani dan memberikan yang terbaik buat mereka,” jelas Srie
Srie mengaku awam dalam dunia marketing. Meski begitu, ia bersyukur kepada Tuhan yang mengirimkan tim yang baik yang melengkapinya dalam membangun bisnis ini.
“Tuhan mengirimkan anak-anak UI yang mencoba untuk meng-handle Instagram, dan Facebook. Lalu juga marketing dari mulut ke mulut yang dilakukan oleh pelanggan-pelanggan kami. Saya berterima kasih mempunyai pelanggan-pelanggan yang selalu men-support Paimama. Mereka setelah membeli Paimama, mereka ngepost di Instagram, hingga Tik Tok dan itu yang membuat kami bisa berkembang,” kata Srie bersyukur.
Dijelaskan Srie, Paimama memiliki filosofi. “Filosofinya reliving memories in every bite, jadi setiap gigitan pie itu membawa kenangan kepada orang-orang tercinta. Itu kita dapat dari pelanggan-pelanggan kita yang datang ke sini, mereka cerita kalau kue kita ini mengingatkan pada orang-orang terkasih. Misalnya kepada ibunya, mertuanya atau pun saudaranya. Jadi memang kue pie ini kue klasik, kue jaman dulu, jadi mengingatkan pada orang-orang yang tercinta,” ungkap Srie.
Lalu apa harapannya dengan bisnis ini? “Ke depannya pengennya Paimama bisa berkembang semakin besar, bisnisnya lebih banyak dikenal orang, bisa merekrut karyawan yang lebih banyak lagi, sehingga melalui usaha ini, bisa menjadi berkat untuk banyak orang,” tutupnya.
Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 207