Familiar dengan animasi robot gundam? Jika ya tanpa disangka adalah Prof Pitoyo Peter Hartono sosok diaspora Indonesia yang berada di balik terciptanya robot gundam yang kini ada di dunia nyata.

Pria kelahiran Surabaya yang sudah 35 tahun tinggal di Jepang merupakan Kepala Project Gundam Global Challenge di Yokohama, Jepang. Gundam Global Challenge adalah proyek untuk membuat robot raksasa sebesar 18 meter, kira-kira sebesar gedung tingkat enam. Untuk mengenang 40 tahun disiarkannya animasi ini, terdapat proyek Gundam Global Challenge untuk merealisasikan robot ini di dunia nyata.

Hal ini untuk memberi contoh generasi yang akan datang untuk berani beraspirasi.

“Mulanya Gundam adalah animasi, dengan membawanya menjadi robot yang riil, kita berinovasi dan berani bermimpi, dan kita ingin menularkan keberanian ini untuk generasi mendatang di Jepang dan di seluruh dunia,” terang Professor School of Engineering di Chukyo University Nagoya Jepang yang hadir dalam acara Diaspora Talk Homecoming bertema AI: Masa Lalu, Sekarang, dan Masa Depan, di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Rabu (30/8).

Pitoyo menceritakan bahwa proyek ini dimulai sejak 2014. Saat ini robot tersebut telah di pamerkan hingga tahun depan.

“Kita bekerjasama dengan sembilan perusahaan. Kita baru menyelesaikan ini 2020, yang seharusnya diselesaikan sebelum olympiade Tokyo 2019, tapi karena banyak sekali halangan dan tanggungjawab saya kita molor setahun. Kita akan memamerkan robot ini sampai Maret tahun depan,” ucapnya.

Robot ini, kata Pitoyo, memiliki berat 20 ton, dan mempunyai 34 sendi untuk bergerak, sementara di manusia ada kira-kira ada 200 sendi. Dalam perjalannya, banyak sekali hambatan untuk merealisaskan robot ini. Pitoyo menyebutkan ada tantangan non-teknis di mana pihaknya kesulitan mencari perusahaan yang menjual motor.

“Untuk mencari perusahaan yang mau, saya butuh waktu 2 tahun dan meyakinkan mesin saya bisa berjalan,” katanya.
Sedangkan, tantangan teknisnya, pihaknya harus bertarung melawan kekuatan gravitasi, karena robot gundam ini besar sehingga sangat sulit menggerakan gundam ini.

“Tentu saja, robot ini tidak bisa digerakan secepat yang ada di animasi, hal ini karena kita hidup di dunia fisika, di mana ada moment of inersia, yang menghukum kita,” jelasnya.

Sebagai seorang ilmuwan, Pitoyo menggeluti bidang Artificial Intellegence dan juga Neuro Network. Menurutnya, Ilmuwan AI asal Indonesia di Jepang termasuk tidak banyak. Akan tetapi banyak mahasiwa Indonesia yang belajar AI di Jepang kemudian kembali.

Dia sendiri lebih memilih tinggal dan bekerja di Jepang, karena terbukanya kesempatan untuk menjadi pengajar di sana. Saat ini, Pitoyo menjadi Full Professor School of Engineering di Chukyo University Nagoya Jepang dan Peneliti di Institute for Human Robot Co-Creation, Waseda University.

Menurutnya, banyak alasan diaspora lebih memilih tinggal di luar negeri, dan juga pulang ke tanah air. Namun hal itu bukan untuk dipertentangkan. Karena banyak diaspora yang tinggal di luar negeri juga dapat berkontribusi bagi negara.

“Saya berada di Jepang, tapi saya juga membimbing mahasiswa S2 dan S3 di Surabaya, kita melakukan penelitian bersama. Tidak banyak yang bisa saya lakukan, tapi saya harap ada triple effect, dari situ mereka menjadi dosen dan melakukan hal yang sama pada mahasiswanya. Mungkin saya lebih bisa berkontribusi bagi Indonesia kalau saya tidak di Indonesia. Mungkin kalau saya kembali ke Indonesia saya tidak bisa melakukan apa-apa,” ungkapnya.

Sumber foto: brin.go.id

Baca juga: