KabariNews – Pernyataan Gayus Tambunan usai pembacaan vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/01), sungguh mengejutkan banyak pihak, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Gayus dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan penjara oleh majelis hakim. Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta agar mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan IIIA tersebut dihukum 20 tahun penjara, serta denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.

Menanggapi keputusan hakim tersebut, usai persidangan Gayus yang didampingi kuasa hukumnya menyampaikan keluhannya seputar kasus hukum yang menimpanya tersebut.

Berikut ini pernyataan lengkap Gayus Tambunan di hadapan para wartawan:

Saya sampaikan apresiasi saya yang setinggi-tingginya kepada majelis hakim yang dipimpin Ibu Albertina, di mana dalam memutus perkara mempertimbangkan berbagai aspek , tidak hanya fakta persidangan. Termasuk juga tadi disebutkan ada hal-hal yang memberatkan dan hal yang meringankan.

Apa yang diputuskan oleh majelis hakim tidak sama seperti apa yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya, di mana Jaksa Penuntut Umum menuntut secara membabi buta berdasarkan balas dendam. Dan majelis hakim juga dalam memutus perkara hari ini murni seperti yang ada dalam surat dakwaan, tidak seperti pihak-pihak tertentu yang men-setting-setting satu perkara, mencicil-cicil suatu perkara, sehingga menimbulkan kesan saya adalah penjahat nomor satu di negara Indonesia.

Padahal, awalnya saya berkomitmen untuk membantu Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, khususnya Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa untuk membongkar apa-apa yang tidak beres di Indonesia ini dalam rangka supaya Indonesia bisa menjadi lebih baik.

Kawan-kawan media juga terus terang memperburuk keadaan, terutama seperti ini dijadikan alat politik, bahwa ada god father, ada yang beking, saya jalan-jalan ke Bali bertemu Ical (Aburizal Bakrie), atau saya jalan ke luar negeri untuk mengamankan aset. Itu semua tidak benar.

Saya siap mempertanggungjawabkan semua yang dipersangkakan kepada saya jika saya melanggar pidana, tapi tolong jangan dijadikan alat politik. Dalam kesempatan ini saya juga ingin menyatakan kekecewaan yang sangat besar terhadap Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, khususnya Denny Indrayana, Mas Ahmad Santosa, termasuk juga Yunus Husein (ketua PPATK).

Ada beberapa poin yang selama ini saya keep rapat-rapat dalam rangka saya ingin membantu, tapi rupanya perbuatan-perbuatan mereka justru memperkeruh suasana dan makin menyudutkan saya, seolah-olah saya ini penjahat nomor satu.

Beberapa poin tersebut saya bacakan sebagai berikut:

Saya tiga kali bertemu Denny Indrayana pada 18 Maret, 22 Maret, dan 24 Maret 2010. Selama pertemuan itu, berulang kali Denny bilang, kalau bisa kasus mafia hukum dipegang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), karena Denny tidak percaya pada Mabes Polri.

Kedua, keberangkatan saya ke Singapura pada 24 Maret 2010 langsung ke bandara setelah bertemu Satgas karena disuruh Denny, agar saya tidak dijadikan korban bersama Andi Kosasih, menunggu sampai Haposan ditangkap terlebih dahulu. Jika Haposan sudah ditangkap, maka Denny akan menjemput saya di Singapura dan membawa kembali ke Indonesia.

Pada saat bertemu di Singapura, saya memberi tahu Denny dan Ota tentang uang lebih Rp50 miliar di safe deposit box. Namun saya tidak pernah beritahu itu dari mana. Di beberapa kesempatan, Denny dan Ota bilang itu dari Bakrie Grup. Saya tidak pernah menyatakan seperti itu.

Satgas yang mengarahkan dan mengalihkan isu dari mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak atau mafia hukum yang kemungkinan melibatkan Cirus Sinaga, namun ditakutkan membongkar kasus Antasari, ke kasus kepergian ke Bali yang diduga bertemu Ical ke Macau dan Singapura untuk amankan aset dan dibeking orang kuat, dengan cara sengaja meng-upload gambar paspor ke twitter-nya. Sehingga perhatian orang tidak ke pejabat pajak yaitu Direktur dan Dirjen Pajak ataupun ke Cirus Sinaga.

Denny tidak hanya berkomunikasi dengan istri saya untuk berkata jujur, tetapi memang ingin mengintimidasi istri saya. Denny bukannya berempati terhadap wanita yang sedang sedih dan tertekan, suami dinpenjara, mengurus anak kecil, malah memaksa istri jujur apakah bertemu Ical di Bali. Padahal, istri sudah jujur tidak bertemu Ical di Bali. Kalau memang tidak bertemu, apa harus bilang bertemu?

Pada waktu bertemu di Singapura, Denny menjanjikan kepada saya. Apabila saya membongkar mafia hukum saya akan dibantu sebagai whistle blower, karena Denny dekat dengan media, dia akan omong tiap hari, sehingga hukuman saya akan diringankan.

Kenyataannya justru Denny memojokkan saya terus-menerus dan menjadikan kasus saya sebagai alat politik. Khususnya tiga perusahaan Grup Bakrie yang disuruhnya untuk diungkap. Denny juga yang menjanjikan bahwa dia akan memastikan saya aman dan nyaman selama proses hukum berlangsung terhadap saya jika saya mau balik ke Indonesia dan kooperatif.

Denny yang menyarankan saya memakai pengacara dari Adnan Buyung dan partner, dan mengantar istri sertan ibu mertua saya menemui Bang Buyung. Namun justru Denny bermanuver sendiri yang merugikan luar biasa saya dan Bang Buyung, dengan selalu menembak Ical. Bukannya membongkar mafia pajak yang kemungkinan melibatkan Direktur dan Dirjen Pajak, atau membongkar peran Cirus Sinaga yang kemungkinan membongkar kasus Antasari.

Satu hal lagi, berdasarkan cerita John Grice kepada saya, John Grice adalah agen CIA (agen intelijen Amerika). Dan semua kegiatannya diketahui dan direstui oleh salah seorang anggota Satgas.

Terima kasih.