KabariNews – Jika ada satu kelompok musik asal Indonesia yang memainkan irama hip hop dengan lirik Jawa di Amerika Serikat. Terbilang hanya Jogya Hip Hop Foundation  (JHF) saja yang pernah manggung disana. Ya,  tak tangung-tanggung mereka melakukannya tidak hanya sekali, melainkan dua kali. Nah, di kali keduanya ini melalui Marzuki Mohamad a.k.a Kill The DJ yang tak lain adalah founder JFH, membukukan segala aktivitas tur JHF selama berada di Amerika Serikat dengan tiitle Java Beat In The Big Apple.

JHF berada di AS mengemban misi budaya yang disponsori oleh Center Stage US 2012 yang  merupakan program pertukaran budaya dimana seniman dari luar negeri  merepresantasikan karyanya di depan publik Amerika dengan tujuan membangun dialog antar warga melalui seni dan budaya. JHF melalui musiknya  dinilai pantas menjadi duta nagari karena menampilkan percampuran antara musik hip hop, gamelan, lirik bahasa jawa yang bersumber nulai-nilai tradisional  menjadi satu kesatuan unik.

November 2012, JHF yang diperkuat oleh Janu a.ka. Ki Ageng Gentass, Balance Perdana Putra, Heri Wiyoso, DJ Vanda, Aulia Anindita dan Chandra Hutagaol mulai berangkat. Mereka mendarat di bandara internasional JFK, New York. Syahdan, cerita pun bergulir dan  dituliskan secara kronologis oleh Kill The DC bab demi bab, from east coast to west coast.

Dimulai dari pentas di Lincoln Center, New York, mendatangi sekolah-sekolah di berbagai wilayah AS, mendapati kampus bernama ASU yang membuatnya tergelitik saat melihatnya, ASU ini tak lain akronim dari Arizona State University. Sampai menjalani rangkaian interview yang melelahkan dengan media lokal dan menginjakkan kaki di tempat Hip Hop ini dilahirkan. Marzuki Kill The DC menceritakan rasanya seperti perjalanan naik haji saja saat mengunjungi Bronx. Walau sudah kenyang dengan film dokumenter hip hop dan The Bronx, Marzuki merasakan sensasi dan atmosfir yang berbeda secara hadir dalam realitas sosial waktu di Bronx

Namun ada yang unik dalam rentetan turnya, yakni saat JHF mangung bareng dengan Gamelan Sekar Jaya di pentas terakhirnya. Gamelan Sekar Jaya dari Berkeley notabene adalah orang bule yang memainkan musik Indonesia, sedangkan JHF adalah orang Indonesia yang memainkan musik Amerika. Memang sedikit kontradiktif dan gamang, tetapi Marzuki memaknainya sebagai pertukaran kebudayaan yang sesungguhnya.

Sebab musik adalah bahasa yang paling universal dibanding dengan bahasa dialog yang sering  digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Marzuki menuliskan, dia percaya seni dan budaya selalu mampu memberikan alternatif dalam membangun dialog dan kesepahaman antar manusia. Hip hop saat ini sudah menjadi kebudayaan global. Dan nge-rap berbahasa Jawa bukanlah komodifikasi produk atau tendesi kesenian kontemporer, tetapi itu cermin dari karakter dan identitas.

Tak pelak,  sepulangnya JHF ke Indonesia mereka langsung diganjar penghargaan oleh Sri Sultan HBX. Dalam sambutannya raja Yogya ini berkata,  JHF menjadi duta kebudayaan di kancah internasional dan penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi dharma bakti hasil karya mereka.

Buku yang cukup menarik, Marzuki menuliskannya dengan bahasa lugas dan enak dibaca. Mengutip JRX dari Superman Is Dead, tanpa campur tangan pemerintah sekalipun JFH ini membuktikan dengan sangat gagah bahwa cinta dan passion bisa membawa kemanapun mereka mau.  (1009)

Judul Buku: Java Beat In The Big Apple

Penulis: Marzuki Kill The DJ

Penerbit:Inprint KPG (Kepustakaan Populer Grsamedia)

Terbit:November 2014

Jumlah Halaman: 118

Teks: Bahasa Indonesia

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?72962

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

____________________________________________

Supported by :

lincoln