Sebagai festival mode pertama dan terbesar di Indonesia, Jakarta Fashion & Food Festival (JF3) kembali hadir dengan semangat yang lebih kuat di edisi ke-21. Sejak 2004, JF3 telah menjadi wadah bagi desainer lokal dan pengrajin tradisional untuk menampilkan keindahan wastra Nusantara, menghidupkan kembali warisan budaya dalam balutan gaya modern, dan menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari.

Memasuki dekade ketiga, JF3 berkomitmen lebih dari sekadar panggung mode. Tahun ini, fokus diperluas untuk membangun ekosistem fashion Indonesia yang lebih dinamis dan berkelanjutan. Dengan melibatkan desainer muda, model, jurnalis, hingga kreator, JF3 hadir untuk memberdayakan generasi penerus yang akan membawa industri mode Indonesia ke masa depan.

Mengusung tema “Recrafted: A New Vision”, JF3 2025 merayakan evolusi industri mode tanah air, menggabungkan kerajinan tangan Indonesia dengan perspektif baru. Lebih dari sekadar festival, ini adalah ajakan untuk berkolaborasi, merayakan kreativitas, dan melestarikan budaya. Saatnya bersama-sama mengangkat heritage Indonesia ke panggung global.

Diselenggarakan oleh Summarecon dengan dukungan penuh dari pemerintah, pelaku industri fashion, serta mitra strategis nasional dan internasional, JF3 2025 akan berlangsung di dua lokasi utama.

 

Di Summarecon Mall Kelapa Gading, fashion show akan digelar pada 24–27 Juli 2025, disusul oleh Niwasana by Fashion Village, sebuah pameran mode yang berlangsung hingga 3 Agustus. 

Sementara itu, Summarecon Mall Serpong akan menggelar fashion show pada 30 Juli–3 Agustus 2025, dengan pameran DRP Jakarta hingga 10 Agustus 2025.

Dalam pembukaan JF3 Talk 2025 Volume 1, di Teras Lakon Summarecon Serpong,  yang berlangsung pada Rabu, 7 Mei 2025, Thresia Mareta,  Founder Lakon Indonesia dan Advisor JF3,  mengajak seluruh insan kreatif untuk kembali menilik visi mereka—bukan sebagai pembaruan dari yang lama, melainkan sebagai dorongan untuk berkarya lebih dalam, lebih jujur, dan lebih berani. Ia menekankan pentingnya membingkai visi itu dalam konteks lokal maupun global, sekaligus menjawab tantangan ketahanan produksi dan bisnis yang kian kompleks.

Masuk ke sesi utama, Dino Augusto, Moderator JF3 Talk Volume 1, menyoroti kondisi pasar fashion domestik.

Menurutnya, daya beli masyarakat terhadap produk lokal masih rendah, sementara produk impor justru semakin membanjiri pasar. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih kuat dalam mengangkat brand lokal agar mampu bersaing secara sehat di tanah sendiri.

Sorotan menarik juga datang dari model, peragawati dan founder Gerakan Matahari dari Timur, Laura Muljadi, yang menyinggung tenun Sumba. Kurangnya perhatian terhadap kerajinan daerah menjadi alasan mengapa produk seperti tenun Sumba belum mampu bersinar. 

Akses pasar yang terbatas memaksa para pengrajin menurunkan harga, bahkan mengganti bahan natural dengan kualitas rendah demi bertahan.

Sementara itu, ControlNew, sebuah brand yang berdiri sejak 2018, menjadi contoh keberhasilan dalam membangun merek dari keterbatasan. Dimulai dari tukang vermak, mereka tumbuh menjadi tim produksi yang solid, fokus pada upcycling denim dan menciptakan produk bernilai tambah. Strategi mereka dimulai dari desain dan harga yang menarik, kemudian dilanjutkan dengan edukasi pasar tentang nilai upcycle, sambil menjaga keberlanjutan bisnis di tengah tekanan ekonomi.

JF3 2025 bukan sekadar panggung pertunjukan busana. Ini adalah panggilan untuk melangkah lebih jauh—mengolah kembali warisan menjadi inovasi, dan menyatukan keterampilan dengan visi demi masa depan fashion Indonesia yang lebih jaya. 

Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 214