Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan peninjauan Kembali (PK) Muhammad Misbakhun membuat partai keadilan Sejahtera PKS percaya diri. Hal ini dipercaya dapat meningkatkan citra PKS yang selama ini tersudutkan.

Sekadar mengingatkan, sebelumnya Misbakhun yang juga Komisaris PT Selalang Prima dan Dirut PT Selalang Prima, Franky Ongkowardjojo, divonis 1 tahun penjara. Hakim menyatakan keduanya terbukti memalsukan surat gadai untuk memperoleh kredit di Bank Century sehingga melanggar ketentuan dalam pasal 263 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) KUHP. Jaksa dan Misbakhun sama-sama mengajukan banding. Di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hakim malah menambah hukuman menjadi 2 tahun.

Pengajuan peninjauan kembali, diajukan oleh Misbakhun ke Mahkamah Agung (MA). Putusan PK tersebut menyebutkan, Misbakhun diputus bebas atas perkara dugaan pemalsuan ‘_letter of credit_’ (L/C) fiktif Bank Century senilai US$ 22,5 juta. Putusan hakim yang memvonis Misbakhun dengan dakwaan alternatif Pasal 263 KUHP tentang membuat surat palsu tahun 2010, ada indikasi cenderung dipaksakan dari perdata ke pidana tanpa bukti yang kuat. Malahan saat ditanya dimana letak masalah pidananya hakim juga tak bisa menjelaskan.

Hal ini setidaknya mengisyaratkan, bahwa kasus Misbakhun adalah kasus rekayasa politik. Kelanjutan dari pengaruh Istana kepada politisi inisiator kasus Century. Kalau betul itu terjadi, maka pertanyaan selanjutnya benarkah Indonesia negara hukum?

Perlu diketahui Misbakhun adalah tim sembilan inisiator Panitia Pengawas kasus Century yang dianggap terlalu vokal selama menjadi anggota DPR. Dia berani mengusut kasus yang diduga melibatkan sejumlah pejabat negara, yang hasil akhirnya bisa menggoyang kekuasaan, menyeret petinggi Bank Indonesia (BI).
Ada beberapa pihak curiga Misbakhun dilumpuhkan dan dimatikan karirnya secara politik. Meskipun dari awal sudah ada sinyal teguran yang dikirim, namun Misbakhun tetap keras kepala untuk tetap menyuarakan kasus Century di parlemen. Putusan bebas Misbakhun oleh Mahkamah Agung, adalah tanda adanya kriminalisasi dan rekayasa politik terhadap dirinya.

Campur tangan ajaib penguasa terhadap penegak hukum, memang bisa saja terjadi. Dalam teorinya, hukum dibuat oleh para wakil rakyat atau politisi‐politisi yang duduk di parlemen, namun nyatanya tak lepas dari pelbagai pengaruh kekuatan politik dan ekonomi di luar tembok parlemen.

Begitu juga penerapan hukumnya oleh para hakim, sangat berpontensi dicampuri kepentingan dan campur tangan luar yang menginginkan (atau memesan) suatu keputusan hukum (dengan sandaran hukum pula) oleh penguasa. Supremasi hukum di tingkat pembuat keputusan dan pelaksanaannya telah menimbulkan keraguan di banyak kalangan terhadap putusan hakim.

Rekam Jejak

Indonesia Coruption Watch (ICW) sempat marah dan menyatakan akan mengadukan hakim Mahkamah Agung Artidjo Alkostar dan anggotanya yang membebaskan Misbakhun. Mereka mempertanyakan putusan PK Mahkamah Agung yang penuh dengan kejanggalan, sebab perlakuan tak sama antara Misbakhun yang PK-nya diterima, sementara peninjauan kembali Franky Ongkowardjojo, justru ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Siapa sebenarnya hakim Artidjo Alkostar? Ia selama ini digolongkan sebagai salah satu hakim Mahkamah Agung paling idealis saat ini, memiliki kapasitas, kapabilitas, intelektualitas, juga mempunyai rekam jejak dan integritas yang baik. “Setidaknya itu bisa kita lihat dari putusan yang dikeluarkan yang banyak mencerminkan rasa keadilan masyarakat” kata anggota DPR dari fraksi PDIP- Eva Sundari. “Salah satu contohnya, ketika Artidjo mengajukan dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam Sidang Majelis Kasasi atas perkara Rasminah, nenek yang dituduh mencuri piring oleh majikannya 31 Mei 2011 yang lalu, dinyatakan tidak bersalah,” tambahnya.

Adapun yang menjadi rekomendasi dan solusi terhadap pelbagai persoalan diatas, maka yang harus dikritisi antara lain adalah pengadilan hendaknya mempertimbangkan Franky Ongkowardjojo dari tuntutan hukum. Seperti halnya MA yang membebaskan Misbakhun dari tuntutan hukum. Jika Misbakhun divonis bebas, mengapa Franky Ongkowardjojo, direktur PT Selalang tidak? Hukum harus tegak, tak boleh “miring” tak boleh ada keistimewaan khusus dari pengadilan, supaya tak ada kecurigaan dibalik kasus vonis bebas Misbakhun.

Hal kedua, sesuai dengan putusan hakim, nama baik Misbakhun sebaiknya direhabilitasi (dipulihkan nama baiknya) kembali dan juga posisinya dikembalikan. Pertanyaan adalah, mungkinkah Misbakhun bisa kembali duduk di Parlemen untuk kembali lantang menyuarakan membangkitkan kasus Century yang sudah lama terkubur? Persoalannya, Misbakhun telanjur diberhentikan dari DPR melalui proses pergantian antar-waktu (PAW), dengan begitu peluangnya untuk kembali ke DPR sangat sulit. Fraksi/parpol harus menjalankan putusan hakim Mahkmah Agung, yaitu mengembalikan pada posisi semula yaitu parlemen.

Hal terpenting juga adalah putusan hakim memang harus terhindar dari kesalahan yang besar. Setiap putusan hakim sebaiknya adil, tak miring serta mandiri, lepas dari campur tangan penguasa. Hukum tak boleh tajam ke bawah namun tumpul ke atas, akibatnya hukum menjadi yatim piatu, tercabut dari akar tunggang keadilan dan kebenaran.

Hal yang sering terjadi di Indonesia adalah, proses hukum menjadi alat untuk sandera politik. Saling sandera ini sering menjadi pokok masalah politik dan wajah penegakan hukum. Si A tokoh partai Satu, menjadikan kasus si B sebagai senjata menyerang lawan politiknya. Si Z, tokoh besar partai lain, tak tinggal diam. Perlawanan diberikan dengan menjadikan kasus C sebagai peluru untuk menyerang balik si A. Ini menjadi “saling sandera” sebagai babak baru perpolitikan di republik ini.

Ini jelas terlihat pada kasus Century yang korbannya adalah Misbakhun. Untuk kasus perseteruan antara Polisi dan KPK, korbannya Susno Duaji dan Antasari Azhar. Untuk kasus Hambalang dan Wima Atlet, barisan yang dikorbankan adalah Mindo Rosalina, Wafid Muharam, tapi hukum tak mampu menangkap pemain latar belakangnya.
Taverne mengungkapkan.”Berikan pada saya hakim dan jaksa yang baik, maka dengan peraturan yang buruk sekalipun, putusan yang baik dapat dibuatnya”. Putusan bebas Misbakhun semestinya menjadi titik balik membongkar kasus Century yang sudah terkubur lama.(1002)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?47872

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :