Di dunia tari Bali, siapa yang tak kenal dengan Ayu Bulantrisna Djelantik? Putri keturunan raja di Karangasem Bali ini sejak kecil telah menari di berbagai kesempatan, di Indonesia maupun di luar negeri.

Walau telah menempuh pendidikan kedokteran dan meraih gelar Doktor, serta menjalankan profesinya dengan kegiatan yang padat, tetapi dirinya tak pernah lepas dari kegiatan menari. Ini terjadi karena menari telah menyatu dengan dirinya. “Menari adalah relaksasi dan penyegaran kalbu. Dia tarikan nafasku, “ kata Biang (ibu) Bulan, sapaan akrabnya.

Lahir sebagai anak pertama pasangan Dr. A.A. Made Djelantik dan Astri Zwart. Masa kecilnya diwarnai dengan belajar menari di Puri (istana) kakeknya yang seorang raja di Karangsem, Bali. Kakeknya memiliki keinginan mulia dengan mengumpulkan semua cucunya untuk belajar tari dan mendatangkan seorang guru tari. “Saya belajar menari saat umur tujuh tahun dan mulai pentas saat umur tujuh setengah tahun. Setelah belajar menari, ternyata sangat menyenangkan. Bahkan menjadi ketagihan, susah dihentikan. Walau sekarang sudah punya tiga cucu, saya tetap menari” ujarnya.

Bulan, kemudian berguru langsung pada tokoh tari, Ida Bagus Bongkasa, Gusti Biang Sengog, I Mario dan I Kakul, di Peliatan, Ubud. Hampir setiap minggu ia menari sampai larut malam, baik dibalai desa, pura, gedung dan Istana Negara. Gaya tari yang paling dijiwainya adalah gaya khas Peliatan.

Dia menguasai Tari Condong Kebyar yang saat ini mungkin sudah punah. Tari Condong Kebyar mirip seperti Panjisemirang. Setelah menguasai tari Condong Kebyar dia mempelajari berbagai jenis tari, termasuk tari Baris. “Waktu itu kalau pentas, saya menarikan Oleg Tamulilingan sebagai ‘laki-laki’nya, sedangkan yang menjadi wanitanya adalah saudara sendiri. Saat itu ada tiga tarian yang sering saya pentaskan seperti Oleg Tamulilingan, Baris dan Condong Kebyar” kata Bulan.

Ketika umurnya mencapai sembilan tahun dia ikut ayahnya yang bertugas di London dan Belanda. Selama enam bulan bersekolah di sana dan ketika banyak orang tahu bisa menari Bali, dia diminta untuk menghibur orang-orang di sana.

Ketika umurnya 10 tahun dia sudah dikenal sebagai penari Legong gaya Peliatan. Pada zaman Presiden Soekarno, Bulan sering diundang menari untuk menghibur tamu-tamu negara di Istana Presiden Tampaksiring, Gianyar. Setelah umur 12 tahun, diundang menari di Istana Presiden di Jakarta.

Tapi Bulan memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Hal itu karena melihat kerabatnya yang penari Legong itu pada umur-umur tertentu berhenti menari, karena menikah dan membuat warung kopi. Sehingga banyak yang mengatakan pedagang itu mantan penari Legong. Hal ini dilakukan oleh hampir semua kerabatnya sesama penari Legong generasi sebelum Bulan.

Hal itu membuat Bulan ingin menunjukkan, bahwa penari itu bukan orang bodoh. Bahkan penari itu adalah orang yang sangat ‘berisi’. Jadi dia dan keluarganya tidak menghalangi untuk bersekolah terus. “Bahkan saya merasakan dengan menari pelajaran itu bisa lebih maju. Buktinya, dulu saya pernah menjadi bintang pelajar SMP se-Bali. Dengan menari, selain otak kiri, otak kanan juga berjalan dengan baik.” katanya.

Jika malamnya menari, esoknya Bulan pasti mendapat nilai sepuluh padahal ia tidak sempat tidur. Saat menjadi siswa SMA, Bulan kembali dicalonkan menjadi bintang pelajar. Bercita-cita menjadi dokter mungkin juga karena Bulan sebagai anak pertama atau mungkin juga karena ayahnya juga seorang dokter.

Tahun 1965, Bulan ke Bandung untuk melanjutkan kuliah kedokteran. Menariknya, walau kuliah, dia selalu diikutkan sebagai anggota misi kesenian tradisional Bali ke luar negeri. Misalnya ke Kamboja, Pakistan, Cina, Korea dan Jepang. Ini terjadi berulang-ulang. Jadi sambil kuliah, dia bisa mengikuti misi kesenian.

Walau sering meninggalkan kampus, tetapi Bulan tidak pernah lupa dengan tanggung jawab sebagai mahasiswa. Agar tidak ketinggalan, di manapun acara pentas, dia selalu menyempatkan untuk membaca buku kedokteran yang tebal itu. Sebelum mendapat giliran pentas, dia belajar di belakang panggung. Setelah menikah pada 1971, Bulan memutuskan untuk berhenti menari. Ternyata tidak bisa. Ada saja yang membuatnya menari. Bahkan saat hamil empat bulan pun dia masih menari.

Begitu pula ketika menuntut pasca-sarjana di Jerman, Belanda dan Belgia, ia sering diminta mengajar dan menari ke berbagai pelosok. Itu ternyata tak mengganggu kegiatan penelitian yang sedang ditekuninya. Sejak tahun 1977, ia juga tetap sebagai anggota Dewan Penyantun Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI) yang berkantor di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

Bulan merasa senang karena di luar Bali juga banyak kantong-kantong budaya yang mendalami seni tari Bali. Bulan pada akhirnya adalah pencinta Legong (1994), kemudian menciptakan tari Legong Asmarandana (1996) dengan melibatkan sekitar 20 penari. Tarian ini menceritakan bagaimana Dewa Asmara itu terbakar dan abunya menjadi bibit cinta yang kita kenal sekarang.

Bulan kemudian membuat Legong Witaraga yang koreografernya melibatkan seorang ahli tari dari Sekolah Tari dan Seni Indonesia ( STSI) Bandung. Idenya tetap dari Bulan. Legong Witaraga yang diciptakan pada 2002 menceritakan Arjunawiwaha yang memiliki nama lain Witaraga. Penarinya ada sekitar 20 orang yang penampilannya selalu berubah-ubah, tetapi tidak ada perubahan kostum. Kadang-kadang menjadi bidadari, atau menjadi Pandawa. Intinya, tampilannya abstrak. Dia berubah peran, tetapi tidak mengganti kostum.

Kini, walaupun telah pensiun sebagai dosen dan berpraktek di Jakarta sambil terus mengajar, berlatih dan berkreasi. Sebelumnya, Bulan pernah tinggal lama di California Utara, Amerika Serikat. Ini dilakukannya sebagai penyeimbang dan harmoni kehidupannya, di samping kesibukannya. Tiga anak yang telah dewasa dan tiga cucu melengkapi hidupnya. (1002)

Profil :

Nama : Ayu Bulantrisna Djelantik
Lahir: Belanda, 8 September 1947.
Keluarga : Tiga anak dan 3 cucu.
Pendidikan : S3 bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT)
Pekerjaan : Pernah menjadi konsultan WHO, dosen, dan kini berpraktek sebagai dokter.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?46651

Untuk melihat artikel Profil lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :