Sungai bagi kebanyakan orang adalah sebuah tempat untuk hal-hal yang kotor; membuang sampah, mengalirkan ampas, menggelontorkan limbah industri dan hal-hal buangan seperti itu. Hanya sedikit orang bisa melihat, bahwa sungai adalah tempat dimana mahluk lain membutuhkannya. Ikan, misalnya. Ikan air tawar tetap membutuhkan sungai yang bersih untuk melangsungkan kehidupannya. Juga tumbuhan di sekitar sungai.

Itu yang jadi perhatian seorang Prigi Arisandi. Lulusan Biologi di Universitas Airlangga ini dengan setia merawat Kali Surabaya – sebuah sungai yang penting di kota Surabaya. Sebagian alasannya, karena sungai adalah tempat bermainnya sejak anak-anak. Sebagian lainnya, karena dia menguasai ilmu biologi yang dapat menjelaskan bagaimana menghargai sungai sebagai tempat hidup bagi mahluk lain.

Maka tidak salah, jika laki-laki kelahiran Gresik 1976 silam itu kemudian membela mati-matian sungai yang penuh kenangan baginya. Prigi, bersama Ecological Observation and Wetlands Conservation-Ecoton (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) yang didirikannya, telah berupaya besar menyelamatkan Kali Surabaya dari kerusakan akibat pencemaran.
Dari hasil penelitian Ecoton kadar DO (Dissolved Oxygen/Kandungan Oksigen terlarut dalam air) air Sungai Surabaya mulai naik. Angka DO semakin meningkat mendekati 6 mg/L (standar DO untuk air Kelas 1). Padahal selama ini DO kali Surabaya tidak pernah ada di posisi 3 mg/L.

Hal lain yang menggembirakan itu adalah, tidak adanya peristiwa ikan mati. Dari tahun 2009-2012, biasanya pada musim kemarau saat debit air sungai turun kondisi DO akan ikut turun. Akibatnya banyak ikan yang mengalami kekurangan oksigen dan mati mengapung. “ Beberapa jenis ikan yang selama 10 tahun terakhir sudah jarang terlihat sudah mulai banyak ditemui kembali, seperti jenis jendil dan kething’, kata Prigi.

Prigi menyebutkan, saat ini Kali Surabaya sedang kelebihan muatan karena sebenarnya daya tampung beban pencemaran Kali Surabaya setiap harinya adalah 35 ton limbah cair. Namun faktanya, saat ini setiap hari Kali Surabaya dibuangi 75 ton limbah cair. Maka apabila tidak ada upaya serius dari pemerintah, Kali Surabaya akan menjadi kali mati, tidak ada kehidupan dan mustahil digunakan sebagai air layak bahan baku PDAM Kota Surabaya.

“Perusak utama kali Surabaya adalah dari limbah industri kertas. Ada lima pabrik kertas yang memberikan sumbangan 98% dari total buangan industri,” ungkap Prigi. Selain meneliti Kali Surabaya, Prigi juga melakukan penelitian di Kali Brantas dan sumber-sumber mata air yang mengaliri Brantas.

“Orang Biasa” dan Kali Surabaya

Sudah tiga belas tahun Prigi memberi perhatian pada masalah sungai. Prigi merasa, apa yang dilakukannya merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Prigi mengatakan, dia hanya orang biasa yang mencoba membuat perubahan kondisi di sungai yang rusak dan tercemar. Dia tidak ingin anak-anaknya kelak mendapatkan sungai yang keadaannya lebih buruk dari sekarang.

Dia melakukan upaya-upaya pemulihan sungai ini sejak 1998, dimulai dengan perlawanan-perlawanan pada industri-industri di wilayah Bambe yang menimbulkan kerusakan sungai dan lingkungan. Kemudian pada 2001, bersama kelompok Posko Ijo, Prigi mulai mengorganisir diri menjadi sebuah kelompok masyarakat yang memantau sumber pencemaran di Kali Tengah dan Kali Surabaya.

Tahun 2002, bersama Ecoton, Prigi memulai upaya pendidikan lingkungan pada anak-anak sekolah di sekitar wilayah pabrik dan DAS (Daerah Aliran Sungai) Kali Surabaya. Prigi meyakini, bahwa anak-anak ini adalah korban pencemaran dan mereka adalah pemilik sah lingkungan yang sekarang sedang dimanfaatkan oleh industri. Maka, mereka harus dilibatkan dalam pengelolaan dan perencanaan pemanfaatan sumber daya alam. Prigi juga percaya, bahwa anak-anak ini punya kekuatan untuk melakukan perubahan.

Salah satu upaya Prigi dan Ecoton untuk mengubah kebijakan Pemerintah Kota Surabaya agar pro-Kali Surabaya. Selama 10 tahun lebih Prigi mengumpulkan fakta hukum, data, informasi, dan kajian ilmiah tentang kerusakan Kali Surabaya. Maka pada tahun 2007 melalui lembaga Ecoton, Prigi menggugat Gubernur Jatim yang saat itu Imam Utomo, karena terbukti lalai tidak menjaga Kali Surabaya.

Tidak Takut Ditangkap

Awalnya, apa yang dilakukan Prigi dan teman-temannya sempat dianggap oleh pihak keamanan sebagai tindakan yang tak menyenangkan. Tuduhan subversif dia terima pada Maret 1998 di kantor Kepolisian Driyorejo- Gresik saat diinterogasi atas tuduhan menggerakkan massa melakukan pengrusakan dan aksi di salah satu pabrik di Bambe. Selain itu, pemerintah kabupaten Gresik selalu menanggapi kegiatan yang dilakukan oleh Posko Ijo, maupun Ecoton sebagai kegiatan yang menghambat investasi dan membuat iklim penanaman modal tidak nyaman di Jawa Timur. Padahal, sebenarnya yang diminta Prigi dan Ecoton adalah perbaikan pengolahan limbah, bukan menutup pabrik.

Tahun 2004 Prigi pernah diamankan oleh Polres Gresik saat melakukan aksi diam dan menutup pabrik di wilayah Bambe. Satu hal yang paling di ingatnya adalah, bagaimana kampung dengan 75 KK dikepung polisi dengan panser dan pasukan bersenjata lengkap pada Maret 1998, setelah Prigi dan teman-temannya melakukan aksi penutupan pabrik, pembakaran, dan pelemparan fasilitas milik perusahaan.

Mendirikan Sekolah Penyelamatan Mata Air

Setelah upaya tak kenal lelah selama 12 tahun dalam menyelamatkan Kali Surabaya, Prigi terpilih sebagai penerima Goldman Environmental Prize 2011. Hadiah sejumlah US$150,000 pun sudah siap akan dipersembahkannya untuk membangun sebuah sekolah pendidikan lingkungan, bagi masyarakat di negerinya.

“Dengan hadiah ini saya akan mendirikan Sekolah Penyelamat Air (Water Conservation School) di daerah Jombang. Sekolah ini nantinya akan mendidik orang untuk lebih mengenal hutan, air, dan interaksi antara manusia dan alam,” ungkap Prigi.

Sekolah ini adalah sekolah global karena murid dan gurunya berasal dari berbagai belahan benua. Juni 2011 lalu, mereka mendatangkan guru dari University of California, Berkeley yang akan membagi ilmunya tentang menjaga dan memonitor sungai kepada guru, pelajar, staf pemerintah, dan aktivis lingkungan di Jatim.

Prigi menegaskan, dirinya akan tetap konsisten di jalur penyelamatan lingkungan ini.
“La Victoria Siempre . Saya tidak akan pernah berhenti berjuang sebelum meraih kemenangan,” katanya, mengutip Ernesto ‘Che’ Guevara, tokoh revolusi dari Kuba.(1002)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?47874

Untuk melihat artikel Profil lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :