Belikan sarung. Beli juga kopiahnya
Jangankan yang di ujung. Sebelah rumahpun tak kenal namanya
Itu sepenggal pantun yang tertulis di karikatur tentang Jakarta, sebuah gambaran tentang Jakarta. Jakarta memang dari dulu punya banyak masalah. Keluhan, umpatan, dan caci maki yang seringkali tak enak didengar. Tapi, puluhan seniman muda mengubahnya menjadi gambaran yang enak dilihat.
Pameran yang unik itu adalah pameran para kartunis bertema Art Creativity Technologies (ACTs) di Bentara Budaya Jakarta (BBJ-Kompas) akhir Juni lalu. Pameran itu tidak sekedar karikatur, tapi karikatur yang dialognya adalah pantun. Jadi seni gambar dipadu dengan sastra. Para kartunis Jakarta melontarkan pantun jenaka dalam gambarnya.
Pameran itu menampilkan gambar yang menjadi kekuatan. Pesan keterasingan dengan sekitar yang ramai, tidak monoton karena dikemas dalam bahasa gambar yang menarik, usil dan jenaka. Masing-masing kartunis memperlihatkan keberagaman dalam mengolah tema tentang Jakarta.
Partisipasi para kartunis dalam pameran berjudul “Kartun Gombal Jakarta” ini memang patut disimak. Hampir setiap kartunis mengolok-olok kondisi Jakarta yang terkenal dengan kemacetan, banjir, dan penuh kriminalitas. Jakarta memang gombal, tapi Jakarta masih jadi harapan jutaan orang.
Kartunis Joko Luwarso, misalnya, berusaha menggambarkan masalah klasik di Jakarta dengan kemasan yang tidak klasik. Dengan latar belakang keramaian, Joko menuliskan pantun di karikaturnya;
Naik delman pergi ke kota. Pulangnya beli buah manggis.
Beginilah hidup di Jakarta. Antara tawa dan tangis.
Meskipun memilih gambaran yang lebih khusus, kartunis Diyan Bijac cukup kreatif mengurai pesan. Suasana dalam bus Transjakarta dan ulah supir mikrolet menjadi gambaran lain dari kemacetan kota Jakarta. Diyan seolah mencoba keluar dari kecenderungan kemacetan Jakarta yang secara monoton menggambarkan tugu Monas dan deretan kendaraan.
Secara jenaka, kartunis Diyan juga melampirkan teks pantun jenaka dalam karyanya itu. Sekalipun hanya mengandalkan kesesuaian bunyi rima, teks pantun itu merekam potret bahasa gaul anak muda kekinian. Memang terasa kurang pas atau berelasi, karena fokusnya untuk jenaka.
Makan Mie pake sumpit. Belinya di Jayakarta
Hatiku memang sempit. Tapi tak sesempit Transjakarta.
Lain lagi dengan karya Hendrikus David Lie. Dengan tema banjir, dia menyampaikan salah satu persoalan Jakarta. Lagi-lagi, pantun jenaka gaya anak muda dipilih untuk menemani karikatur.
Pada karya Hendrikus tertulis teks
Orang miskin ngakunya tajir,
Lewat mana aja pasti kejebak banjir.
Bunyi rima bukan satu-satunya andalan para kartunis. Di beberapa karya, mereka juga mengumbar kebebasan berbahasa. Sejumlah kartunis juga mencampur kosa kata Indonesia dengan bahasa asing, asalkan tetap terikat rima. Pada kartun soal joki, misalnya, Muhamad Najib, menulis pantun
Makan gudeg pake kikil, biar kenyang tambah bakwan
Pagi sore ganti mobil, gue ini joki 3 in one!”.
Demikian pula, kartunis Racmad Basuki yang juga menghalalkan “perkawinan antarbahasa”. Dalam penggambaran perantau di Jakarta, dia menuliskan teks pantun :
Si manis si buah mangga, tapi bukan yang pentil,
jangan adu nasib ke Jakarta, bila tak punya skill
Meskipun disampaikan dengan gaya jenaka dan kadang agak ngawur, pesan moral pantun itu mungkin ada benarnya. Pameran ini rasanya juga pantas disimak calon gubernur mendatang. Jadi sebelum memberikan janji gombal, mereka pantas melihat karya kartunis yang bisa menyampaikan pesan gombal.
Gombal Jakarta adalah salah satu program pameran kerjasama Akademi Samali dan Pakarti (Persatuan Kartunis Indonesia) untuk memberikan pandangan mengenai kota Jakarta yang dikemas dalam bentuk Pantun-Kartun. “Pantun-pantun dikumpulkan dari partisipasi masyarakat melalui www.gombaljakarta.com sejak tahun 2011” kata Sekretaris Jenderal Pakarti, Joko Luwarso.
Pantun yang terbaik dibuat dalam bentuk kartun oleh 101 kartunis dari berbagai daerah, melalui email. Tapi ada beberapa kartunis yang mampu membuat pantun dan karikatur sekaligus. Tentu tak mudah, karena pantun tak semudah membuat dialog-dialog kartun yang biasanya bebas. Pantun terikat pada rima tapi bermakna.
Karya-karya yang dipamerkan ini belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Tahun ini, menurut Joko, karya pantun – karikatur ini akan dibukukan. Akademi Samali sendiri adalah perkumpulan para komikus.
Gombal Jakarta merupakan bagian dari pameran di Bentara Budaya Jakarta yang disponsori penuh oleh Pertamina dan digelar sebagai perayaan ulang tahun Bentara Muda. Tema pameran ini disambut dengan gembira oleh generasi muda di Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Bandung bahkan Belanda. (1002)
Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?46655
Untuk melihat artikel Seni lainnya,Klik disini
Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________
Supported by :